NovelToon NovelToon
Hubungan Tak Seiman

Hubungan Tak Seiman

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Cinta Murni / Slice of Life
Popularitas:4.5k
Nilai: 5
Nama Author: Faustina Maretta

Ketika cinta hadir di antara dua hati yang berbeda keyakinan, ia mengajarkan kita untuk saling memahami, bukan memaksakan. Cinta sejati bukan tentang menyeragamkan, tetapi tentang saling merangkul perbedaan. Jika cinta itu tulus, ia akan menemukan caranya sendiri, meski keyakinan kita tak selalu sejalan. Pada akhirnya, cinta mengajarkan bahwa kasih sayang dan pengertian lebih kuat daripada perbedaan yang ada.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Faustina Maretta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Melepaskan

Tama duduk gelisah di kamar rumah sakit, tak henti-hentinya menggenggam kedua tangannya yang berkeringat. Pikirannya penuh dengan kecemasan yang tak terbendung, hatinya terasa berat setiap detik yang berlalu. Sudah hampir delapan jam Freya berada di ruang operasi, dan Tama merasa seperti terperangkap dalam mimpi buruk yang tak berkesudahan.

Ponselnya berulang kali bergetar, tetapi Tama tidak bisa fokus pada apapun selain memikirkan Freya. Bayangan wajah Freya sebelum dia dilarikan ke rumah sakit terus menghantuinya. "Freya harus selamat ... dia harus baik-baik saja," batinnya, berdoa dalam diam.

Setiap detik terasa seperti satu jam, dan Tama hanya bisa berharap ada kabar baik yang segera datang. Hingga akhirnya, suara langkah kaki di koridor membuat Tama terperanjat. Ayahnya, yang telah pergi sebentar untuk mencari informasi, kembali dengan wajah serius namun tenang.

"Operasinya sudah selesai," ujar sang ayah pelan, tetapi cukup jelas untuk membuat Tama tersadar dari lamunannya.

Tama tersadar cepat, matanya dipenuhi harapan. "Freya? Bagaimana keadaannya, Ayah? Apa dia sudah sadar?"

Ayahnya menghela napas panjang sebelum melanjutkan, "Freya sudah dibawa ke ruang intensif. Dia perlu dipantau selama dua puluh empat jam ke depan. Dokter bilang operasinya berjalan lancar, tapi ... kondisinya masih sangat kritis. Luka-lukanya memang fatal, dan mereka sudah melakukan yang terbaik."

Tama merasakan dadanya sesak. Perasaannya bercampur antara lega karena operasi selesai, dan cemas karena Freya masih dalam bahaya. "Aku ingin melihatnya," ujar Tama pelan, meskipun ia tahu bahwa belum diizinkan masuk ke ruang intensif.

Tak lama kemudian, pintu ruangan terbuka, dan seorang dokter masuk, wajahnya tampak letih setelah berjam-jam di ruang operasi. "Kamu Tama, ya?" tanya dokter itu sambil mendekat.

Tama mengangguk, tidak mampu mengeluarkan kata-kata.

"Saya yang menangani operasi Freya," dokter itu mulai berbicara dengan nada tenang, namun penuh kewaspadaan. “Kami sudah melakukan yang terbaik untuk menyelamatkan nyawanya. Operasinya berjalan sesuai rencana, tapi ... luka yang dia alami sangat parah."

Tama menelan ludah, berusaha menahan emosinya yang sudah di ujung batas.

"Freya kehilangan banyak darah, dan ada beberapa organ vital yang terkena dampaknya. Kami berhasil menstabilkan kondisinya untuk sekarang, tapi ... situasinya masih sangat genting. Yang bisa kami lakukan sekarang adalah memantau keadaannya selama dua puluh empat jam ke depan. Namun, jujur saja, dalam kasus seperti ini, yang bisa benar-benar menyelamatkan Freya adalah keajaiban."

Kata-kata dokter itu bagaikan tamparan keras bagi Tama. Hatinya hancur, tetapi ia tidak ingin menyerah pada harapan. "Keajaiban ...," bisik Tama, mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. "Dia akan bertahan. Aku tahu dia kuat. Freya adalah pejuang ... dia pasti bisa melewati ini."

Dokter itu tersenyum tipis, meski jelas rasa lelah terpancar dari wajahnya. "Kami akan melakukan yang terbaik untuk mendukungnya. Sekarang yang bisa kita lakukan adalah menunggu dan berharap."

Setelah dokter itu keluar dari ruangan, Tama berdiri terpaku di tempatnya. Rasa takut, cemas, dan harapan terus berperang di dalam dirinya. Ia tahu, dalam beberapa jam ke depan, hidupnya akan bergantung pada keadaan Freya. Tapi satu hal yang pasti, Tama tidak akan pernah meninggalkannya. Ia akan ada di sini, menunggu, berdoa, dan berharap keajaiban benar-benar datang.

***

Sudah tiga hari berlalu sejak operasi Freya, dan meskipun luka-luka yang dialami Tama mulai membaik, kekhawatirannya belum juga berkurang. Freya masih koma, terbaring tak bergerak di ruang intensif. Setiap hari, Tama selalu datang menjenguk kekasihnya, berharap ada perubahan positif, meski hanya sedikit. Namun, setiap kali ia melihat Freya dengan semua alat medis yang terpasang di tubuhnya, rasa sakit di hatinya semakin bertambah.

Hari itu, Tama kembali ke rumah sakit dengan perasaan yang sama, cemas dan penuh harapan. Saat ia melangkah menuju kamar Freya, dia terkejut melihat seseorang yang sudah sangat dikenalnya berdiri di luar kamar. Leyla, sahabat dekat Freya, tampak berdiri dengan wajah muram, matanya merah seolah-olah baru saja menangis.

"Leyla ..." Tama memanggil pelan, dan gadis itu segera menoleh.

Leyla menatap Tama dengan wajah sedih, lalu tanpa banyak bicara, dia berjalan mendekatinya. "Tama," ucapnya, suaranya serak. "Aku baru saja masuk ke dalam ... Freya masih belum sadar."

Tama mengangguk pelan, rasa perih di hatinya semakin dalam. "Aku tahu. Setiap hari aku datang, tapi belum ada perubahan. Aku hanya bisa berharap, Leyla... berharap dia segera bangun."

Leyla menghela napas panjang, air mata kembali menggenang di matanya. "Freya kuat, Tama. Aku tahu dia kuat. Tapi tetap saja ... melihatnya seperti ini ... sulit sekali."

Tama merasakan kesedihan Leyla, tapi dia mencoba untuk tetap tegar, meskipun di dalam hatinya dia juga merasa hancur. "Aku juga merasa begitu. Tapi aku tidak bisa menyerah. Aku yakin dia akan bangun. Kita harus tetap percaya."

Leyla menatap Tama dengan mata berkaca-kaca. "Aku tahu kamu sangat mencintainya, Tama. Freya sering bercerita tentang kamu. Dia selalu bilang bahwa kamu adalah orang yang membuatnya merasa tenang, yang selalu ada di sampingnya."

Tama hanya bisa tersenyum tipis mendengar kata-kata Leyla, meskipun rasa sakit di dadanya semakin terasa. "Aku akan selalu ada di sini untuknya. Freya harus bangun. Dia harus kembali."

Leyla mengangguk sambil menahan tangisnya. Mereka berdua berdiri dalam keheningan sejenak, merasakan beratnya situasi ini. Mereka sama-sama merindukan Freya yang ceria, yang selalu membawa keceriaan dalam hidup mereka.

"Aku akan menunggu di luar. Kamu bisa masuk dulu, Tama," ucap Leyla kemudian, memberinya ruang untuk berada bersama Freya.

Tama hanya mengangguk sebelum melangkah masuk ke kamar. Di dalam, Freya masih terbaring diam, wajahnya pucat namun tetap terlihat tenang. Tama mendekati tempat tidurnya, duduk di sampingnya seperti yang biasa ia lakukan setiap hari.

"Freya," bisik Tama pelan, menggenggam tangan Freya yang dingin. "Aku di sini. Seperti yang selalu aku katakan ... aku akan menunggumu. Aku tahu kamu kuat. Tolong, bangunlah."

Air mata mulai mengalir di pipi Tama, tapi dia tetap berusaha tersenyum. Hanya satu hal yang diinginkannya, melihat Freya membuka matanya kembali.

Setelah Tama keluar dari kamar Freya, ia mendapati Leyla masih berdiri di sana, menunggunya dengan ekspresi yang sulit dibaca. Mata Leyla kembali memerah, seakan dia telah berjuang melawan air mata sepanjang waktu. Ada sesuatu yang berbeda kali ini, sesuatu yang membuat Tama merasa ada percakapan penting yang akan terjadi.

Leyla menatap Tama dengan tatapan penuh perasaan, sebelum akhirnya berbicara dengan suara pelan tapi tegas. "Tama ... aku tahu ini sulit, tapi ada sesuatu yang perlu kamu dengar."

Tama terdiam, tidak ingin memotong perkataan sahabat Freya itu. Di dalam hatinya, ia sudah bisa merasakan ada yang tak beres.

Leyla menghela napas panjang sebelum melanjutkan. "Aku tahu kamu sangat mencintai Freya, dan kamu sudah melakukan semua yang bisa kamu lakukan untuk mendampinginya. Tapi, Tama ... mungkin sekarang saatnya kamu mulai memikirkan untuk melepaskan Freya."

Kata-kata itu menusuk hati Tama seperti pisau. “Melepaskan?” gumamnya, suaranya bergetar. "Maksudmu apa, Leyla? Freya masih di sini. Dia belum pergi."

Leyla memejamkan matanya sejenak, berusaha menahan emosi yang semakin memuncak. "Aku tahu dia masih di sini, secara fisik, tapi kamu juga tahu seberapa parah keadaannya. Dokter sudah mengatakan bahwa hanya keajaiban yang bisa menyelamatkannya. Dan ... aku hanya takut, Tama. Aku takut kamu akan terus terjebak dalam harapan yang mungkin ... mungkin tidak akan pernah datang."

1
Kas Gpl
terlalu sulit untuk tidak perduliin freya
Kas Gpl
beratkan tama,,,,,
Kas Gpl
paling susah kalo sudah menyangkut keyakinan
Kas Gpl
kyknya buat tama cinta pandangan pertama ya
Kas Gpl
wah mantan gelo itu si rey
Kas Gpl
ada apa dengan freya
Kas Gpl
lanjut, penasaran
Kas Gpl
baru mulai baca, liat dr fb semoga ceritanya menarik
IG: faustinretta: thank you kak❤❤
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!