Cerita ke-tiga Aya, lanjutan dari kisah anaknya Verix sama Natusha. Entah kalian bakalan suka atau enggak.
Intinya selamat membaca ....
- - - -
“NENEK BENAR-BENAR SUDAH GILA!”
Teriak seorang perempuan berusia 22 tahun dengan amarah yang menggebu-gebu. Keduanya tangannya terkepal hingga gemetar.
“AKU INGIN MENIKAH DENGAN PRIA YANG TIDAK SEUMURAN DENGANKU!” lanjutnya sembari membanting beberapa buku yang dipegangnya ke lantai.
Sedangkan sang Nenek terlihat santai seraya meminum tehnya tanpa peduli pada cucu perempuannya sama sekali.
Ingin tahu alasan perempuan muda itu marah?
Ayo kita jelaskan satu-satu.
Serenity Belatcia, nama perempuan berusia 22 tahun yang sedang marah-marah itu.
Serenity marah, ia di paksa menikah oleh sang Nenek dengan lelaki berusia 27 tahun, yaitu Valter Edelwin.
Alasan sang Nenek cuma satu, yaitu ‘ingin melihat sang cucu bahagia dengan memiliki suami’.
Tapi bahagia apanya?
Justru Serenity tidak suka dengan pola p
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rendi 20, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dalam proses...?
“Astaga~ siapa anak imut ini?”
Reynatis menyunggingkan senyum karena gemas melihat kedatangan Ruby yang menggendong Gabrielle.
Gabrielle tidak terlihat peduli dengan perkataan Reynatis, anak perempuan berusia 1 tahun itu terlihat memainkan rambut-rambut Ruby dengan kedua tangan berjari mungil tersebut.
Saat Reynatis berdiri, dan hendak mengambil Gabrielle dari gendongan Ruby, anak kecil berusia 1 tahun itu justru memeluk leher Ruby dengan erat, seolah tidak mau digendong oleh Reynatis.
“Hei, Gabrielle. Kenapa kamu selalu saja menolak untuk aku gendong? Padahal aku ini adalah teman Ruby, Mama kamu sendiri.” sungut Reynatis, mengernyitkan dahi karena sedikit kesal.
Setiap kali ia ingin menggendong anak perempuan itu, selalu saja Reynatis ditolak olehnya, setiap kali Reynatis ingin mencium anak perempuan itu, pasti ia ditolak juga.
Entah apa maunya anak ini.
Apakah Gabrielle tidak suka dengan Reynatis?
Atau, Gabrielle membencinya?
“Hah, dari dulu Gabrielle tidak suka denganmu, Reynatis.” kali ini Serenity membuka suara seraya berdiri untuk menghampiri Ruby dan juga Gabrielle yang berada digendongnya.
“Apakah Gabrielle ingin Aunty Serenity yang menggendongmu?”
Tanpa diminta ataupun disuruh, Gabrielle segera membuka sedikit tangannya dan memeluk leher Serenity setelah wanita itu merentangkan tangan.
“Hei, Monster kecil. Kenapa kamu mau-mau saja saat Serenity ingin menggendongmu?” tukas Reynatis terdengar begitu kesal, bahkan dahinya juga mengernyit melihat Serenity yang sudah duduk dengan Gabrielle digendongan.
Ruby langsung tertawa melihat tingkah Reynatis. “Apa kau tidak suka melihat anakku dekat dengan Serenity?”
“Tentu saja tidak suka!” balas gadis berusia 22 tahun itu seraya melipat tangan dan duduk di tempatnya. “Padahal aku belum pernah sekalipun menggendong anakmu!”
Serenity lantas menunjukkan jari tengahnya ke arah Reynatis, ia menunjukkan jari tengahnya itu saat sebelah tangannya menutup mata Gabrielle agar anak perempuan itu tidak melihatnya.
“Kau benar-benar seorang perempuan yang sangat kurang ajar, Serenity.”
“Hei, berhentilah. Kalian berdua selalu saja seperti ini. Kenapa tidak kalian buatkan satu supaya tidak saling memperebutkan anakku seperti ini.” sela Ruby.
“Aku dan Liam tidak bisa melakukan ‘hubungan itu’, karena kita belum menikah.” ujar Reynatis membuat Ruby mengangguk. “Hei, Serenity. Sudah satu bu—tidak, maksudku, sudah hampir dua bulan pernikahanmu berjalan, apakah kalian—HMPHH?!”
Reynatis membulatkan mata saat tangan kanan Ruby membekap mulutnya. “Hmpph!!”
Gadis berusia 22 tahun itu terlihat menepuk pelan punggung tangan Ruby, seolah meminta untuk dilepaskan.
“Dasar bodoh, apa-apa perkataanmu itu ...!” bisik Ruby, menekan setiap kata-katanya. Tatapan tajam ia arahkan menyoroti mata sang Teman. Itu ia lakukan karena kata-kata Reynatis tadi lumayan menyindir kehidupan pernikahan Serenity. Bisa-bisa, Serenity marah besar nantinya.
“Menurutku, ada sedikit kemajuan.”
Tangan yang semula membekap erat mulut Reynatis perlahan mengendur begitu saja setelah mendengar perkataan Serenity.
Kedua perempuan itu menoleh memandangi Serenity yang sedang menggenggam kedua tangan Gabrielle.
“Hubunganku dan Valter, bisa dikatakan memiliki sedikit kemajuan.” jelas wanita itu lagi sembari mengalihkan atensi pada kedua temannya itu. “Aku sebenarnya, ingin bertanya satu hal pada kalian, tapi sepertinya tidak untuk sekarang. Besok jika kalian ada waktu, kabari aku, dan ayo kita bertemu di Cafe Silver.”
“Memangnya apa yang ingin kau katakan?” seru Reynatis, bertanya.
“Tentang satu hal yang berada dalam diriku.”
“Baiklah.”
Tap!
Tap!
Tap!
“Sayang, ayo kita pulang.”
Ruby, Serenity, dan Reynatis langsung menoleh ke asal suara, yang tidak lain pemilik suara itu adalah Lucas—suami Ruby yang baru saja menghentikan langkah setelah sampai di tempat duduk mereka.
“Secepat ini?”
Lucas menganggukkan kepala pelan.
“Baiklah.” balas Ruby seraya menoleh ke arah Serenity. “Gabrie—eh? Dia sudah tertidur?” ujar Ruby dengan kernyitan dahi yang sedikit kentara terlihat karena melihat sang anak yang sudah tertidur di pangkuan Serenity, kepala anak itu terlihat bersandar pada dadanya. “Astaga, selalu saja seperti ini. Setiap kali Gabrielle berada digendongmu, dia pasti tertidur.” wanita berusia 22 tahun itu tersenyum tipis sembari menggelengkan kepala.
Ia lekas berdiri dari duduknya dan berjalan menuju tempat Serenity berada. “Terima kasih, Serenity. Kau sudah membuat anak ini tertidur.” cicitnya seraya mengambil alih anak itu.
“Iya,” balas Serenity, ikut berbisik. Ia takut jika nanti suaranya bisa membangunkan Gabrielle yang sudah berada digendongan Ruby.
“Aku akan menggendongnya.” tutur Lucas sebelum mengambil alih anaknya lagi dari Ruby—istrinya.
“Terima kasih, sayang ... Serenity, Reynatis, aku pulang terlebih dahulu, ya. Sampai jumpa.” wanita cantik berkulit putih itu terlihat menggerakkan tangan kanan ke kiri dan ke kanan.
“Iya, kau berhati-hatilah.” bersamaan Serenity dan Reynatis menjawab perkataan itu sebelum akhirnya Ruby dan Lucas pergi dari sana.
“Serenity.”
“Hm?”
“Sepertinya kau bisa menjadi orang tua yang baik, kenapa kau tidak memproduksi satu bayi untuk melengkapi keluargamu?” usul Reynatis, membuat Serenity melipat tangan. Kedua mata mereka terlihat saling bertatapan satu sama lain.
“Sedang dalam proses.”
Mendengar tiga kalimat itu, Reynatis segera menaikkan sebelah alis. Bibirnya tiba-tiba menyunggingkan senyum miring. “Baiklah. Akan aku tunggu kabar darimu.”
- -
Sedikit demi sedikit para tamu undangan yang hadir mulai pergi dari rooftop hotel, begitu juga Serenity terlihat berdiri dari duduknya untuk bersiap-siap pulang.
“Kau ingin pulang?” celetuk Reynatis, bertanya pada wanita berkulit putih itu.
“Iya, aku ingin pulang karena sudah hampir setengah sebelas malam, apalagi aku sudah sangat mengantuk.”
Reynatis terlihat menghembuskan nafas kasar mendengarnya. “Baiklah. Berhati-hatilah saat dalam perjalanan.”
“Iya, tentu saja. Kalau begitu aku pergi.” sahut Serenity sebelum berbalik dan berjalan meninggalkan Reynatis yang duduk sendirian. Ia lantas berjalan menuju sang suami yang sudah menunggunya.
“Ayo Valter, kita pergi.” tanpa disuruh, Serenity langsung saja menggandeng tangan kiri Valter tanpa sadar.
Pria berusia 27 tahun itu menganggukkan kepala. Matanya terlihat melirik ke arah Liam yang tengah berdiri menatap mereka.
Seolah mengerti, Liam langsung saja menganggukkan kepala. “Iya, pergilah. Terima kasih sudah mau menghadiri acara pertunanganku.”
- -
Ringisan pelan mengudara secara pelan, langkah dari si pemilik suara ringisan itu tampak tertatih-tatih dalam melangkah. Matanya terlihat terpejam beberapa detik merasakan sakit pada bagian tumit kaki.
Ia adalah Serenity sendiri. Wanita itu tengah meringis karena tumit kakinya begitu sangat, sangat, sakit.
Valter yang mendengarnya lekas melirik istrinya itu menggunakan ujung matanya, sebelum berpindah pada kaki jenjang Serenity.
“Ada apa?”
Serenity segera menghentikan ringisannya, ia segera menoleh dan mengalihkan perhatian pada Valter. Mimik wajah yang semula terlihat kesakitan segera ia ubah menjadi datar. “Tidak ada.” kilah wanita itu.
“Apa tumit kakimu sakit?”
“Kenapa kau peka sekali?” batin Serenity sembari memejamkan mata.
“Tentu saja ti—eh, apa yang kau lakukan?!” wanita itu terlihat terkejut saat Valter tiba-tiba berjongkok tepat di depan kakinya.
“Lepas sepatumu sekarang.”
“A—apa ...?”
“Aku bilang lepas sepatumu.”
Deg!
Deg!
Deg!
Jantung Serenity berdetak cepat. Ia tatap Valter sejenak sebelum mengalihkan pandangan karena takut pria tampan itu menyadarinya. “Ke—kenapa aku harus melepas sepatuku?”
“Tumit kakimu berdarah.” balas pria itu, terus memandangi kedua tumit kaki Serenity yang mengeluarkan darah hingga terkena tali sepatu haknya.
Serenity segera menaruh perhatian pada kedua tumit kakinya. Ternyata benar apa yang dikatakan oleh Valter barusan.
“Pantas saja aku merasa sakit.” monolognya seraya sedikit menyipitkan mata.
“Kenapa kau menggunakan sepatu sempit seperti ini?” ujar Valter, terdengar begitu kesal.
“Aku tidak tahu bahwa sepatu ini tidak akan muat untuk kakiku,” tukasnya sembari melepaskan sepatu tersebut.
Ting!
Pintu lift terbuka perlahan setelah sampai di lantai hotel utama. “Kita sudah tiba di lantai hotel utama, ayo pergi.” celetuk wanita itu berjongkok hendak mengambil sepatunya. Namun ....
“Aku yang akan membawa sepatumu.” imbuh Valter sebelum mengambil sepatu tersebut.
“Eh? Hei, tidak perlu! Aku bisa membawanya sendiri, tanganmu akan terkena darahku ....”
Serenity segera menghentikan kalimatnya saat Valter sudah memegang kedua tali sepatu haknya dan berjalan keluar dari lift.
“Cepat keluarlah dari dalam sana.”
Serenity lekas menuruti perkataan Valter bagaikan seekor anjing penurut yang mematuhi perintah majikannya.
“Sepertinya kau tidak bisa berjalan, apa kau ingin aku gendong?”
“Ti—tidak perlu! Aku bisa menggunakan kedua kakiku.” sergah wanita itu sebelum melangkahkan kaki pergi meninggalkan Valter.
Cara jalan wanita berusia 22 tahun itu tentu saja terus ditatap oleh Valter yang masih berdiri di tempat.
“Hah, kau benar-benar wanita yang tidak suka menunjukkan sisi lemahmu pada siapapun"
bersambung~