Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Asupan buat ayang
Pagi itu Aluna membuka mata dengan paksa, walau kantuk masih sangat ia rasakan tapi dia harus bertemu seseorang segera, ini menyangkut hidup dan mati, bagi Aluna sih begitu.
Badan pegal,remuk redam seperti habis mindahin seember pasir dari jawa ke bali, kepala pusing juga berat, dan mood? Jangan tanya. Minus sepuluh ribu. Tapi rencana harus jalan. Tidak ada pilihan, meski awalnya Aluna merasa tidak tega tapi apa yang dikatakan Dion kemarin benar.
Hari ini dia dan Dion akan eksekusi rencana cadangan untuk simulasi sidang kedua yang tinggal dua hari lagi. Tadi malam Dion dan Aluna masih mencoba untuk mengajak Irene dan Raka untuk zoom meeting mereka ikut tapi hanya lima belas menit, Irene berkilah tidak enak badan dan Raka tiba-tiba tidak ada jaringan. Akhirnya tetap saja Dion dan Aluna meeting diskusi berdua. Dan sekarang, no mercy buat anggota kelompok yang kayak hantu – kadang ada, seringnya nggak, bahkan jalangkung saja minder dengan kelakuan mereka. Yang nongkrong elit, diskusi kelompok sulit.
Aluna mengenakan hoodie hitam, celana training, dan mengenakan kaca mata untuk menyamarkan mata pandanya. Begitu sampai kampus, dia langsung menuju lantai rooftop gedung serba guna tempat dia dan Dion janjian di chat subuh tadi
Dion sudah nunggu, duduk dengan gaya mafia, dengen kaki selonjoran bertumpu di atas meja kayu, tangan memegangi kopi sachet yang baru ia masukan dalam termos air panas kecil yang ia bawa dari rumah.
“Lo udah siap?” tanya Dion sambil menyodorkan satu map tebal.
Aluna mengangguk setelah mendaratkan pantatnya dikursi yang ada di depan Dion, lalu meletakkan laptopnya di meja dekat laptop milik Dion.
"Gue tidur cuma dua jam demi nyusun ini, Dion.”
“Gue juga. Kopi jadi teman sejati gue semalaman.” Dion menyugar rambutnya sok kerek padahal bau asem soalnya belum mandi, dingin. Jangan tanya kenapa mereka memilih bertemu di kampus, daripada tempat lain. Semua karena Dion yang tidur di ruang darurat yang disediakan di Nolite untuk mahasiswa yang butuh begadang karena tugas.
Mereka saling menatap. Aura pejuang manusia-manusia tertindas terpancar jelas dari wajah mereka berdua. Tanpa banyak bicara, mereka mulai mengeksekusi rencana yang sudah mereka siapkan sejak lama. Pecah kelompok jadi dua, Aluna handle bagian materi hukum acara, Dion bagian kronologi dan bukti.
“Yang nggak mau kerja, kita coret namanya dari list, nggak usah ikut. Lo mau buat diskusi via Zoom lagi?” tanya Aluna sambil mengetik sesuatu.
“Nggak usah, percuma. Kita kirim materi jadi ke mereka, terserah mau belajar atau enggak, gue udah nggak perduli.”
“Berani banget lo, risikonya tinggi lho," timpal Aluna.
Dion nyengir. “Sumpah mati gue nggak perduli, Lun.”
Aluna mendecak, “Gue bukan ngomongin nyawa, tapi nilai. Gue takutnya lo nangis nanti kalo dosen ngasih C.”
“Yah, kalo gue nangis, lo hibur gue dong... goyang dumang sambil minum es bon-bon,” ujarnya sambil mengoyangkan badan.
“Sip, gue cemplungin ke laut biar ketemu ikan dumangnya.”
"Serem amat Lun."
"Makanya nggak usah becanda, fokus. Waktu kita nggak banyak. Pokoknya gue nggak mau apa yang terjadi di sidang kemarin terulang lagi, kalau Irene kekeh mau jadi first speaker lagi, dia harus hafal materi ini tanpa nyontek naskah sama sekali, kalau nggak, liat aja ..." tukas Aluna dengan senyum smirk yang membuat Dion bergidik ngeri.
Mereka terus bekerja dengan giat dalam hening. Keduanya sepakat untuk mengubah semua materi awal yang sudah mereka diskusikan dengan dua anggota lain yaitu, Irene dan Raka. Dua orang yang selalu menyepelekan waktu diskusi dan terkesan malas saat diajak diskusi, padahal ini semua demi kepentingan bersama, tapi dua manusia itu malah mengantungkan semua tugas pada Dion dan Aluna.
Maka Dion dan Aluna sepakat memberi mereka pelajaran, mereka akan memberi materi ini saat Aluna dan Dion sudah selesai, tentu saja saat itu adalah saat dimana merek akan memasuki ruang simulasi sidang. Tentunya beberapa menit tidak akan cukup untuk mempelajari dan menguasai materi dengan baik.
Keuntungan tersendiri bagi Aluna bisa dengan mudah data-data yang ia ingin kan. Karena ayahnya dan kedua om kesayangannya berkerja di bidang hukum.
Dua jam penuh konsentrasi penuh pada layar laptop dan berks-berkas yang menumpuk sebagai bahan refrensi. Jemari Aluna sudah keriting ngetik, Dion mulai nge-bug melihat layar.
"Nafas dulu Lun," ujar Dion mengalihkan tatapannya dari layar.
Aluna mengangguk, gadis itu mengeliatkan tangan yang terasa kaku.
Tiba-tiba... TING! Notif chat masuk mengalihkan atensi Aluna.
CAKRA: “Selamat pagi Kakak Cantikku, kamu udah di kampus? Sepagi ini? Aku kirimin sarapan ya.”
Aluna nahan nafas. Jantungnya bergetar. Antara mau jawab tapi malas.
Aluna : “Nggak usah repot-repot”
“GUE LAGI STRES, JANGAN GANGGU!!”
Dua pesan baru terkirim Tapi suara gaduh muncul dari arah tangga.
“Kakak cantik, ini sarapan buat khusus buat kamu!”
Cakra datang dengan kaos warna ungu dengan tulisan "BEWARE, MILIK ALUNA". Dua tangan cakra membawa dua kantong kertas besar yang isinya entah apa.
Dion langsung pura-pura batuk, menahan tawa. Aluna diam dengan mata dingin menatap Cakra yang makin men
“Cakra, gue lagi ngerjain materi. Lo bisa jangan ganggu dulu,” Aluna berusaha tenang.
"Wah bersemangat sekali anak muda ini," ujar Dion tertawa.
“Aku tau kamu lagi butuh asupan, maka dari itu aku bawain sarapan, biar kamu semangat. Ini ada nasi uduk, nasi kuning, bubur ayam, roti isi tuna, pudding mangga, jus semangka, dan susu jahe," ujar Cakra mengabsen isi tas kertas yang ia bawa.
Dion berbisik, “Dia kasih lo asupan, apa bikin konten acara mukbang?”
Aluna menghembuskan nafas panjang. Menatap langit.
“Tuhan, kali ini saja bantu saya lepas dari si kuman ini. Satu hari saja Tuhan ... please."
Cakra bukan tidak mendengar bisikan Dion tapi dia memilih acuh. Cakra malah duduk di sebelah Aluna, senyum lebar. Dion mengintip tas kertas yang Cakra letakkan di meja.
"Eh adek brondong, sabi kali buat gue satu makanannya. Gue juga butuh asupan nih," ujar Dion dengan wajah sedikit memelas tapi tetap jaga martabat.
Belum sempat Cakra menjawab, Aluna sudah menyahut duluan.
"Ambil aja."
"Tapi jangan bubur ayam sama susu jahe," imbuh Cakra yang langsung diangguki oleh Dion.
Cakra menatap Aluna dengan senyum selebar iklan pasta gigi, menggeser duduk lebih dekat dengan sang terkasih.
“Aku siapin playlist lagu biar Kakak cantik lebih sempurna.”
Cakra mulai membuka ponsel dan membuka aplikasi musik. Aluna masih diam dan acuh, dia berusaha fokus mengerjakan materi sidang.
"Kalian pacaran dulu deh gue mau berak!" Seru Dion sambil berlari menuruni tangga.
Cakra masih duduk, nyodorin headset ke Aluna.
“Coba denger, lagu pertama ‘My Heart Will Go On’ versi dangdut koplo. Bagus lho buat bakar semangat!”
Alunan musik dangdut koplo yang khas dengan gendang dan lirik lagu barat yang melow, menyatu menjadi jedak-jeduk.
Aluna mengambil nafas dalam, mencoba meredam gemuruh yang mulai meletup-letup. Matanya mendelik tajam pada Cakra yang mengoyangkan badan mengikuti irama lagu koplo dari ponselnya.
“CAKRA. PULANG. SEKARANG!"
Cakra terkekeh, “Kok galak sih Sayang, aku kan cuma mau kasih kamu semangat..”
Aluna menatap tajam, mengepalkan tangan.
“PULANG ATAU GUE SUNAT PAKSA.”
Cakra langsung bangkit.
“Oke-oke, aku pulang! Tapi makanannya jangan dibuang ya!”
Cup
"I love you Bulan ku," ucap Cakra setelah mencuri kecupan di pucuk rambut Aluna.
"CAKRAWALA!"
Cakra tertawa sambil berlari lalu menghilang menuruni tangga.
"Dasar nyebelin," lirih Aluna dengan menatap dua tas kertas yang Cakra bawa tadi, sesuatu yang hangat ia rasakan , Namun ragu dan kecewa yang menyelimuti hati Aluna tak kunjung hilang.
ini Ayah evan dtg disaat yg tepat nih buat luna
coba aja dari kmren² kaya gini kan enak adem ayem,, gk harus pke otot dan emosi klo ngomong biar gk setres 😁,,, moga aja stelah ini Luna mau maafin Cakra 😇