NovelToon NovelToon
Regulus

Regulus

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Barat
Popularitas:577
Nilai: 5
Nama Author: Sugito Koganei

Rojak adalah pemuda culun yang selalu menjadi bulan-bulanan akibat dirinya yang begitu lemah, miskin, dan tidak menarik untuk dipandang. Rojak selalu dipermalukan banyak orang.

Suatu hari, ia menemukan sebuah berlian yang menelan diri ke dalam tubuh Rojak. Karena itu, dirinya menjadi manusia berkepala singa berwarna putih karena sebuah penglihatan di masa lalu. Apa hubungannya dengan Rojak? Saksikan ceritanya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sugito Koganei, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 2 Terlalu menyedihkan (2)

Keesokan harinya, saat Rojak baru saja tiba di sekolah, ia dikejutkan oleh sapaan ceria dari Angie.

"Pagi, Rojak!" seru Angie dengan senyum lebar.

Rojak membalas sapaan itu dengan sedikit heran.

"Pagi, Angie. Kok ceria banget? Ada apa lo?"

Angie tertawa kecil.

"Gw senang banget!"

"Senang kenapa tuh, gie?" tanya Rojak.

"Rizal masuk ke babak final!"

Rojak mengernyit.

"Final? Maksudnya?"

Rojak tak mengerti konteks yang dibicarakan oleh Angie. Karena tidak mengerti, Angie menjelaskan segalanya.

"Iya! Rizal itu petinju muda yang berbakat. Setiap kejuaraan yang dia ikuti, dia selalu membawa harum nama sekolah kita," jelas Angie dengan bangga.

Rojak terkejut. Nama Rizal terdengar familiar. Kemudian ia menyadari sesuatu.

"Tunggu... Maksudmu Fahrizal Setiawan?"

Angie mengangguk semangat.

"Iya! Kamu tahu dia?"

Rojak mengangguk perlahan. Ia pernah mendengar nama itu. Fahrizal Setiawan adalah petarung muda yang sudah menekuni dunia seni bela diri sejak usia sembilan tahun. Kini, ia dikenal luas karena gaya bertarungnya yang agresif dan penuh perhitungan dalam tinju. Banyak orang mengagumi kemampuannya, dan namanya sering muncul dalam berita olahraga sekolah.

"Dia memang berbakat." ujar Rojak, sedikit gugup.

Angie tersenyum lebar.

"Ayahnya juga orang hebat. Seorang pebisnis sukses dan pemilik sekolah ini! Jadi, bisa dibilang, Rizal memang punya banyak dukungan."

Rojak mengangguk, menyerap semua informasi itu. Kini, ia semakin memahami siapa sosok yang sedang mereka bicarakan.

Namun, di sudut lain sekolah, ada sepasang mata yang memperhatikan interaksi Rojak dan Angie. Sosok itu menyipitkan matanya, memperhatikan setiap gerakan mereka dengan penuh ketertarikan.

Tak lama kemudian, seorang teman mendekatinya.

"Eh, lihat deh! Anak culun itu sok deket-deket Angie, pacarnya Fahrizal."

Orang yang mengawasi Rojak mendengus.

"Anak kayak dia mah harusnya tahu diri. Kalau terus begini, dia bakal nyesel sih, fix."

Senyuman sinis terbentuk di wajah mereka. Di saat yang sama, tanpa disadari Rojak, bahaya mulai mengintai dirinya.

Di lain tempat, adik Rojak yang bernama Poppy tengah berada di kantin sekolah ketika telinganya menangkap bisikan-bisikan gosip yang mulai menyebar.

"Dengar-dengar, kakaknya Poppy itu genit, ya?" bisik seorang siswa pada temannya.

"Iya, dia sok banget deketin Kak Angie. Padahal, sudah jelas siapa pacarnya. Malu-maluin banget!" balas yang lain sambil terkikik.

“Abangnya jangan-jangan gigolo kali ya? Gaji gigolo kan lumayan.”

Poppy menundukkan kepalanya, berusaha menahan perasaan. Namun, tiba-tiba, sebuah gulungan kertas dilempar ke arah kepalanya. Poppy menoleh, melihat Santi, teman sekelasnya, tertawa sinis.

"Kasihan banget kamu, Poppy. Kakakmu itu nggak cuma miskin dan culun, tapi juga genit!" ujar Santi dengan nada mengejek.

"Dia pakai topeng sedih biar dikasihani orang. Padahal, orang caper. Jangan-jangan lu fix nanti jadi perek ya?"

“HAHAHA!”

Poppy mengepalkan tangannya, menahan amarah yang berkecamuk di dalam dadanya. Namun, ia tidak berani membalas. Ia tahu, semakin ia melawan, semakin ia akan menjadi sasaran empuk.

Sayangnya, ejekan itu tidak hanya berhenti di situ. Selain dihina, Poppy juga sering diperlakukan seperti pembantu. Teman-temannya kerap menyuruhnya membeli makanan atau minuman di kantin tanpa memberikan uang sepeser pun.

"Poppy, beliin aku minum!"

"Poppy, titip jajan dong!"

"Jangan lama-lama, ya!"

Poppy hanya bisa menuruti perintah mereka dengan perasaan terpaksa. Jika ia menolak, mereka akan semakin memperlakukannya lebih buruk. Begitu menyedihkan nasib kakak-beradik itu.

Jam istirahat baru saja berbunyi, dan para siswa berhamburan keluar kelas, mencari tempat untuk mengisi perut dan bersantai sejenak. Rojak, seorang siswa pendiam dan penyendiri, merasa sedikit cemas. Ia baru saja pindah ke sekolah ini, dan belum memiliki teman dekat. Ia tidak tahu harus duduk di mana saat jam istirahat seperti ini.

Dengan langkah ragu, Rojak berjalan menuju kantin sekolah. Matanya menelusuri setiap sudut ruangan, berharap menemukan tempat duduk yang kosong. Namun, semua tempat duduk tampak penuh oleh siswa yang berkelompok dengan teman-temannya. Rojak merasa semakin gugup. Ia tidak ingin mengganggu siapa pun, tapi ia juga tidak ingin sendirian.

Saat Rojak sedang celingukan mencari tempat duduk, tiba-tiba seseorang menyapanya.

"Hai, Rojak!" sapa seorang gadis dengan suara ceria. Rojak menoleh dan melihat Angie, gadis yang cukup populer di sekolah. Angie berdiri di dekatnya, dikelilingi oleh teman-temannya. Rojak merasa tidak enak. Ia tahu Angie adalah gadis yang ramah dan supel, tapi ia tidak yakin apakah ia pantas untuk bergabung dengan kelompoknya.

"Hai, Angie." jawab Rojak dengan senyum tipis. Ia merasa sedikit lega karena Angie menyapanya, tapi ia juga merasa tidak nyaman karena ia tidak ingin mengganggu waktu Angie bersama teman-temannya.

"Lu cari tempat duduk?" tanya Angie.

Rojak mengangguk pelan.

"Kenapa tidak gabung sama kita?" ajak Angie.

Rojak menggelengkan kepala.

"Tidak usah, Angie. Aku cari tempat lain saja," tolak Rojak halus. Ia tidak ingin merepotkan Angie dan teman-temannya.

"Ayolah, Rojak. Kita masih punya banyak tempat," bujuk Angie. "Lagipula, kita semua senang kalau ada teman baru."

Rojak masih ragu. Ia tidak ingin semua orang memandang rendah lagi seperti sebelum-sebelumnya, dan ia juga tidak yakin apakah ia bisa cocok dengan teman-teman Angie. Namun, Angie terus meyakinkannya, dan akhirnya Rojak pun setuju untuk bergabung dengan mereka.

Rojak duduk di sebelah Angie, dan mereka pun mulai mengobrol. Angie memperkenalkan Rojak kepada teman-temannya, dan mereka semua tampak ramah dan menerima Rojak dengan baik. Rojak merasa sedikit lebih nyaman, tapi ia masih merasa sedikit berbeda dari mereka. Ia lebih suka mendengarkan daripada berbicara, dan ia lebih suka menghabiskan waktunya sendiri daripada berkumpul dengan banyak orang.

Setelah beberapa saat, Rojak meminta izin untuk pergi mencari tempat duduk lain. Ia berterima kasih kepada Angie dan teman-temannya karena telah menemaninya, tapi ia merasa lebih baik jika ia bisa sendiri. Angie mengerti, dan ia tidak memaksa Rojak untuk tetap bersama mereka.

Rojak berjalan menuju sudut kantin yang sepi. Ia menemukan sebuah meja kosong di dekat jendela. Ia duduk di sana dan mengeluarkan buku sketsanya dari tasnya. Buku sketsa adalah sahabat setianya. Di dalam buku itu, Rojak bisa mencurahkan segala pikiran dan perasaannya melalui gambar-gambar yang ia buat.

Rojak mulai menggambar. Ia membuat sketsa seorang samurai berkepala singa. Samurai itu tampak gagah dan kuat, dengan pedang terhunus di tangannya. Rojak memberinya nama Regulus. Regulus adalah nama sebuah rasi bintang yang berbentuk singa. Rojak memilih nama itu karena ia merasa Regulus adalah sosok yang kuat dan berani, seperti singa.

Di bawah langit sore yang mulai memerah, Rojak duduk santai di bangku taman sekolah SMA Sinar Pintar. Angin berembus pelan, membelai rambut hitamnya yang sedikit berantakan. Di tangannya, sebuah buku novel terbuka, meskipun pikirannya tak sepenuhnya tenggelam dalam cerita. Tiba-tiba, suara langkah ringan mendekatinya.

"Abang ngapain di sini?" suara ceria itu milik Poppy, adiknya yang selalu penuh energi.

Rojak menoleh dan tersenyum kecil.

"Cuma duduk-duduk aja, Poppy. Kenapa?"

Poppy melipat tangan di dada, ekspresi wajahnya serius.

"Aku dengar abang deket sama Angie. Abang suka godain dia ya?"

Mendengar itu, Rojak tertawa kecil.

"Halah, siapa yang bilang? Aku cuma kenal dia kemarin. Lagipula, kalau aku godain, dia pasti risih dan nggak mau deket-deket sama aku."

Poppy mengernyitkan dahi, menatap kakaknya dengan penuh selidik. Namun, sebelum dia bisa membalas, suara derap langkah kasar terdengar mendekat. Sekelompok siswa berseragam SMA Sinar Pintar menghampiri mereka. Wajah-wajah mereka menunjukkan ekspresi tak bersahabat.

Geng Spark Boys.

Mereka dikenal sebagai geng terbesar dan terkuat di sekolah. Para siswa lain lebih memilih menghindari konflik dengan mereka. Salah satu dari mereka, seorang pemuda tinggi dengan rambut cepak, melangkah maju.

"Hei, Rojak, kenapa lo duduk di sini? Ini tempat kita."

Rojak mengangkat alis, tetap duduk tenang.

"Ini tempat umum. Siapa pun bisa duduk di sini."

Salah satu dari merek mulai tertawa kecil, mengejek. Namun, pemimpin mereka tampak tidak terhibur. Dia melangkah lebih dekat dan mencoba menarik kerah baju Rojak, namun sebelum sempat melakukannya, Poppy dengan sigap berdiri di antara mereka.

"Mau ngapain kalian?" tanya Poppy tegas, sorot matanya tajam.

Salah satu anggota geng itu mendecak kesal.

"Huh, anak kelas sepuluh ikut campur urusan kami? Pergi sana!"

Namun, Poppy tetap di tempatnya. Dia menatap mereka tanpa takut.

"Kalau kalian mau sentuh abangku, kalian harus lewatin aku dulu."

Mereka semakin geram. Salah satu dari mereka mengayunkan tinjunya ke arah Poppy. Namun, dengan sigap Poppy menahan tangan itu. Semua orang terkejut melihatnya. Gadis mungil itu ternyata memiliki kekuatan yang tak terduga.

"Huh, keras kepala juga kau!" pria itu mencoba menyerang lagi, tetapi Poppy lebih cepat. Dengan gerakan gesit, dia menghindar dan melancarkan serangan balik yang membuat lawannya terhuyung.

"BUGH!"

Salah satu dari mereka terjatuh karena serangan Poppy.

Melihat kejadian itu, anggota Spark Boys lainnya mulai ragu. Mereka saling pandang, mempertimbangkan apakah perkelahian ini sepadan. Setelah beberapa detik yang tegang, akhirnya pemimpin mereka melambaikan tangan.

"Tch, kita pergi!"

Dengan kesal, Spark Boys pun bergegas meninggalkan tempat itu.

Rojak menatap adiknya dengan kagum sekaligus sedikit cemas.

"Poppy, kamu nggak apa-apa?"

Poppy tersenyum lebar.

"Aku baik-baik saja, Bang. Aku cuma melindungi abang."

Rojak menghela napas, merasa bersyukur sekaligus bangga. Hari itu, dia semakin sadar bahwa adiknya bukan gadis biasa. Poppy bukan hanya seorang adik, tapi juga pelindungnya.

Bersambung

1
Rizky Muhammad
Cerita ini bagus banget, aku sangat penasaran dengan kelanjutannya.
PsychoJuno
Bikin baper. 😢❤️
kath_30
Ceritanya keren, jangan sampai berhenti di sini ya thor!
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!