AREA DEWASA+
"Sudah ku bilang, kalau memang jodoh ku pasti tidak akan kemana!" ucap Marvel sambil memandang wanita yang selama ini menghilang entah kemana.
Sejak sekolah menengah atas, Kiran tidak pernah menduga jika ia akan di sukai oleh seorang pria yang terpaut usia dua belas tahun darinya.
Kiran sangat risih, gadis ini tidak suka dengan tatapan Marvel yang suka melihat dirinya dengan penuh nafsu.
Marvel, seorang pria tampan yang harus rela pernikahannya kandas di saat usia pernikahannya baru berjalan satu hari. Bukan tanpa alasan, semua itu di karenakan mantan istri Marvel tiba-tiba menggugat cerai dan lebih memilih pergi bersama laki-laki lain.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ni R, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 25
Kiran merebahkan diri di kasur empuk sesaat setelah ia membayar kontrakan baru. Kembali pulang ke kota S, Kiran tidak menginjakkan kakinya di rumah melainkan mencari tempat tinggal baru.
Ia tertarik dengan tawaran pekerjaan yang di berikan Mia padanya. Di bantu kakak ipar Mia, Kiran melamar pekerjaan tersebut.
Perjalanan panjang yang cukup melelahkan, Kiran terlelap begitu saja tanpa mengisi perutnya atau sekedar membersihkan diri. Malam panjang, gelap penuh pengharapan. Kiran terbangun pukul lima pagi, gadis ini bergegas mandi lalu pergi mencari sarapan karena tubuhnya mulai terasa lemas.
Hari mulai terang, Kiran sudah tidak sabar ingin pergi ke makam ibunya. Sungguh sedih hatinya, makam sang ibu terlihat sangat kotor dan tak terawat. Kiran geram, marah pada ayahnya yang sudah melupakan ibunya.
Untuk beberapa waktu Kiran menyempatkan diri untuk membersihkan makam ibunya, setelah itu berdoa sebentar kemudian langsung pergi.
Sebenarnya Kiran ingin pergi ke toko kue manis manja terasa, tapi tidak jadi karena ia mendapatkan panggilan kerja hari itu juga.
"Gila, besar sekali gedung ini," ucap Kiran yang kagum pada desain gedung tersebut, "pasti di bantu jin saat membangunnya!" kata Kiran sambil cekikikan.
Gadis langsung masuk karena ia sudah di tunggu untuk melakukan wawancara pekerjaan. Kurang lebih satu jam, akhirnya selesai juga. Kiran langsung pulang, tidak lupa ia membeli makan agar nanti tak keluar lagi.
Sedangkan Marvel, pria ini mendadak hilang fokus. Pekerjaan yang semula berjalan dengan lancar tiba-tiba saja menjadi kacau.
"Jeff, mata kiri dan kanan ku kedutan terus. Kenapa ya?" tanya Marvel heran.
"Nanti juga hilang sendiri bos!" jawab Jeff.
Marvel mengusap dadanya, "duh, kenapa tiba-tiba dada ku berdebar seperti ini ya Jeff?"
Jeff panik, pria ini langsung bangkit duduknya.
"Bos, ada baiknya kita pergi ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan kesehatan," kata Jeff memberikan saran.
"Iya, ayo cepat berangkat!" ujar Marvel yang sebenarnya panik juga dengan keadaan dirinya.
Mereka langsung pergi ke rumah sakit terdekat. Setibanya di rumah sakit, Marvel langsung melakukan pemeriksaan menyeluruh pada tubuhnya.
"Dokter bilang aku sehat saja, tapi kenapa dada ku terus berdebar dan mata ku berkedut seperti ini?"
Marvel menarik ulur nafasnya.
"Mungkin mau ketiban rezeki nomplok bos!" sahut Jeff.
Mereka tidak kembali ke kantor, Jeff mengantar Marvel pulang ke rumah. Entah kenapa tiba-tiba saja Marvel kepikiran tentang Kiran, mungkinkah ini hanya sebuah kerinduan.
"Kamu kok tumben pulang cepat?" tanya Dona heran.
"Marvel pusing, butuh istirahat sebentar mah!"
"Kamu sakit?"
"Gak, cuma lelah aja!"
"Ya udah, mamah masakin kamu sesuatu untuk makan siang ini," ujar Dona langsung keluar dari kamar anaknya.
Marvel tidak bisa memejamkan matanya, entah kenapa wajah Kiran terus menari di biji matanya.
"Kau di mana calon istri ku hemmm?"
Huft,....
Marvel menarik nafas panjang, bukan tidak berusaha, Marvel sudah memerintahkan orang untuk mencari Kiran tapi tidak ketemu juga.
Beda lagi tentang Sika, gadis ini sedang di marahi habis-habisan oleh Hasan karena ketahuan mencuri uang Hasan hanya untuk bersenang-senang bersama temannya.
Bukan hanya satu kali, sudah sering Sika melakukan perbuatan seperti ini. Desi juga sama, bukanya memarahi sang anak, tapi ia malah membelanya.
"Itu karena kesalahan mu sendiri yang kurang memberi uang jajan pada Sika. Kenapa kau terus menyalahkan anak ku hah?" Desi sangat berani membela anaknya.
"Anak mu itu lama-lama kurang ajar. Tangannya panjang, suka mengambil barang orang. Masih untung dia hanya mengambil uang ku, jika milik orang lain bagaimana?"
"Aku juga butuh bermain dengan teman-teman ku. Setiap hari kuliah dan belajar membuat ku bosan!" sahut Sika.
"Kau sudah besar Sika, seharusnya kau mengerti keadaan ekonomi kita sekarang. Kenapa kalian tidak sadar diri, kita susah seperti ini gara-gara siapa?"
"Jangan salahkan Sika terus, salahkan Kiran yang menjadi penyebabnya!" ucap Desi yang masih suka menyalahkan Kiran.
Plak,....
Hasan menampar wajah Desi, membuat Desi terjatuh kebelakang sambil menahan sesak di dadanya.
"Apa kalian lupa jika kalian yang sudah menjebak Kiran hah?" sentak Hasan dengan mata melotot penuh amarah.
Sika ketakutan, ia tak berani menatap mata Hasan. Orang yang dulu sangat baik dan menuruti kemauannya tiba-tiba saja berubah menjadi emosi.
"Aku tidak mau tahu, besok kau harus mengembalikan uang satu juta ku!" ucap Hasan pada Sika.
"Tapi yah, dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu?" protes Sika.
"Kiran saja bisa bekerja dan mendapatkan uang sendiri. Kenapa kau yang lebih tua darinya tidak bisa mencari?"
"Anak ku bukan babu mu!" sahut Desi tidak terima.
"Oh, kalau begitu aku akan menemui ayah kandung Sika dan meminta uang padanya," ancam Hasan.
"Tidak usah, aku bisa mengganti uang mu itu,...!" ujar Desi.
Sejak hari di mana Marvel datang ke rumah ini, kehidupan Hasan sekeluarga sangat susah bahkan hampir setiap hari ada pertengkaran di rumah itu hanya karena masalah uang.
Sika mengumpat kesal, ia tidak terima di perlakukan sang ayah tiri seperti ini.
"Apa pelet yang ibu berikan sudah tidak manjur lagi hemmm?" tanya Sika pada Desi.
"Pelet mata mu!" umpat Desi, "ibu juga heran kenapa Hasan sekarang jauh lebih pemarah dan selalu membangkang sama ibu."
"Aku gak mau hidup seperti ini bu. Ibu tahu sendiri semua teman-teman ku anak orang kaya."
"Lalu ibu harus apa?" tanya Desi geram, "jual diri begitu yang kau mau?"
"Selama itu bisa menghasilkan uang dan membuat aku bahagia, kenapa tidak?"
Desi menjitak kepala anaknya yang bicara sembarangan.
"Sebentar lagi kau lulus kuliah, cari pekerjaan dan gaet laki-laki kaya. Ibu tidak ingin masa tua suram!"
Sika hanya mengiyakan, sampai detik ini ia masih di anggap polos oleh Hasan dan Desi. Sika di kenal anak baik yang tidak pernah pacaran tapi kenyataannya sangat berbanding terbalik.
Kembali ke Kiran, gadis ini kembali beristirahat setelah pulang dari panggilan kerja. Istirahat di kontrakan yang sangat sederhana yang penting bagi Kiran, ia tidak kepanasan dan kehujanan.
"Gajinya sangat lumayan, bisa buat bayar kontrakan setiap bulan, buat makan dan sisanya di tabung. Orang kaya kalau gabut suka begitu ya...!"
Kiran tertawa sendiri, dengan pekerjaan barunya yang di anggap begitu santai. Hanya menyapu dan mengepel.
"Pekerjaan ini tidak terlalu buruk, setidaknya aku lebih melelahkan pekerjaan di cafe kemarin."
Gadis ini memang suka bicara sendiri dan di jawab sendiri. Mau bagaimana lagi, hanya dirinya sendiri yang bisa di ajak bicara sekarang.