NovelToon NovelToon
KONTRAK CINTA

KONTRAK CINTA

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Romantis / Fantasi / Balas Dendam / Kehidupan di Kantor / Office Romance
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: umnai

Reyhan tidak pernah menyangka bahwa hidupnya akan terperangkap oleh permainan yang di ciptakan boss tempat dirinya bekerja, berawal dari ia mengantarkan dokumen penting pada bossnya tersebut, namun berakhir dirinyaenjalani hubungan yang tidak masuk akal,, wanita itu bernama Sabrina tiba tiba meminta dirinya untuk menjadi kekasih wanita itu

sementara itu Sabrina tidak punya jalan lain untuk menyelamatkan harta peninggalan ibunya, terpaksa ia melakukan cara licik untuk membuat Reyhan mau menerima permintaanya.

tanpa Sabrina sadari ternyata Reyhan adalah pria berbahaya dengan begitu banyak pesona, pria itu mengajak Sabrina ke banyak hal yang tidak pernah sabrina lakukan, Sabrina tenggelam dalam gelora panas yang Reyhan berikan.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon umnai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 24

Sabrina melangkah memasuki ruang rapat dengan penuh percaya diri. Setelan blazer putihnya yang elegan berpadu sempurna dengan langkah-langkah anggun yang memancarkan wibawa seorang pemimpin. Senyum manis menghiasi wajahnya, tidak hanya sebagai bagian dari profesionalitasnya, tetapi juga karena hatinya yang tengah berbunga-bunga. Hubungannya dengan Reyhan belakangan ini kian erat, membuat hari-harinya terasa lebih berwarna.

Para karyawan yang semula tegang menanti rapat berubah lebih santai saat melihat bos mereka dalam suasana hati yang baik. Aura positif Sabrina menyebar, meredakan ketegangan yang semula menggantung di udara.

"Apa yang sudah kau lakukan, Reyhan? Mengapa Miss Sabrina sangat ramah hari ini?" bisik seorang karyawan kepada Reyhan, matanya melirik ke arah wanita itu.

Reyhan hanya mengangkat bahu, menyembunyikan senyumnya. Namun, tatapannya tak bisa lepas dari Sabrina. Ketika pandangan mereka bertemu sejenak, senyum kecil di bibirnya mengembang, tak mampu ia sembunyikan.

Sabrina memulai rapat dengan penuh semangat, membahas proyek besar yang akan menjadi prioritas perusahaan dalam beberapa bulan ke depan. Setelah beberapa diskusi, ia akhirnya mengumumkan keputusan penting.

"Untuk proyek kali ini, aku menyetujui usulan David. Tim yang akan bertanggung jawab adalah Reyhan, Risa, Kamela, Dion, dan Clara," ucap Sabrina tegas.

Tim yang disebut langsung mengangguk, menerima tugas tersebut dengan penuh semangat. Namun, di antara mereka, Clara terlihat paling bersemangat. Wajahnya memancarkan kebahagiaan. Ia tak menyangka akan satu tim dengan Reyhan, kesempatan yang diam-diam ia harapkan.

Setelah rapat usai, para karyawan segera meninggalkan ruangan untuk kembali ke meja kerja masing-masing. Namun, Reyhan tidak beranjak. Ketika ruangan sudah benar-benar kosong, ia berjalan mendekati Sabrina dan mencekal tangannya dengan lembut, menghentikan langkahnya.

“Kau membuatku tidak fokus mendengarkan rapat tadi,” gumam Reyhan, suara beratnya terdengar serak. Ia mendorong Sabrina hingga terduduk di meja panjang ruang rapat.

Sabrina mengerjap, terkejut oleh gerakan spontan Reyhan. “Aku? Kenapa?” tanyanya bingung. Detak jantungnya tak karuan ketika pria itu menatapnya dengan intens, seolah menelanjangi pikirannya.

“Kau terlalu manis dan cantik saat tersenyum seperti tadi,” jawab Reyhan pelan, tetapi nadanya penuh godaan. “Jadi, apa yang membuatmu tersenyum begitu lebar, hmm? Kau tahu itu menghipnotis semua orang, terutama aku.”

Ia mengulurkan tangannya, mengusap lembut tengkuk Sabrina, membuat wanita itu merasakan aliran hangat yang menjalar hingga ke punggungnya. Sabrina menelan ludah, merasa gugup sekaligus terpesona.

“Reyhan, hentikan. Ini kantor,” bisiknya panik, berusaha menjaga jarak. Namun, tubuh Reyhan semakin mendekat, menyandarkan diri hingga tubuh mereka hampir bersentuhan.

Reyhan tersenyum menyeringai, tatapannya penuh gairah. Ia mendekatkan wajahnya hingga hanya ada jarak tipis di antara mereka. “Aku tidak peduli,” ucapnya sebelum menyentuh bibir Sabrina dengan lembut, memberikan ciuman singkat namun penuh perasaan.

Sabrina membeku, dadanya bergemuruh. Tatapannya mencari-cari jawaban di wajah Reyhan, tetapi pria itu hanya tersenyum penuh kemenangan. “Kau benar-benar mengganggu pikiranku, Sabrina,” ucapnya sebelum melangkah pergi, meninggalkan wanita itu dalam kebingungan dan debaran yang tak kunjung reda.

Setelah berhasil membuat jantung Sabrina berdebar dengan tindakannya yang spontan, Reyhan meninggalkan ruang rapat dengan langkah ringan. Senyuman kecil tersungging di wajahnya, puas dengan reaksinya tadi. Ia segera menuju mobil tim proyek yang sudah menunggunya di pelataran parkir.

Di dalam mobil, suara gerutuan menyambutnya.

“Sialan, lama sekali!” keluh Dion yang sudah duduk di kursi pengemudi, menatap Reyhan dengan kesal.

“Sorry, panggilan alam,” jawab Reyhan santai sambil memasang senyum khasnya, berusaha menghindari kecurigaan.

Namun, Risa yang duduk di bangku belakang langsung menimpali. “Panggilan alam, atau mesum dulu sama Miss Sabrina?” ujarnya sinis sambil menjentikkan jari ke arah Reyhan.

Reyhan hanya tertawa kecil, tetapi Risa tidak berhenti di situ. Ia melirik wajah Reyhan dengan tatapan penuh selidik. “Lihatlah bibirmu itu. Merah. Jangan-jangan kena lipstik Miss Sabrina, ya?”

Kata-kata itu langsung membuat Reyhan refleks mengusap bibirnya dengan punggung tangan, meski gerakannya canggung. Senyuman di wajahnya mulai memudar, tergantikan oleh rasa malu yang tidak bisa ia sembunyikan.

Tentu saja, komentar itu menjadi bahan lelucon baru di antara mereka. Dion tertawa keras, sementara Risa ikut menertawakan kebodohan Reyhan yang dengan mudahnya terbaca. Suasana mobil dipenuhi dengan suara candaan mereka, membuat perjalanan menuju proyek menjadi lebih hidup.

Namun, tidak semua di dalam mobil merasakan hal yang sama. Clara, yang duduk di sisi pintu belakang, diam saja sejak awal. Wajahnya terlihat tegang, dan ia menatap keluar jendela seolah tidak peduli dengan pembicaraan yang berlangsung.

Perasaan cemburu membakar dadanya. Ia tahu hubungannya dengan Reyhan sudah berakhir, tetapi melihat kedekatan Reyhan dengan Sabrina tetap saja menyakitkan. Lebih dari itu, candaan teman-temannya yang terang-terangan menyinggung hal tersebut membuat hatinya semakin perih.

Clara menggenggam erat tas kecil di pangkuannya, berusaha menahan diri agar tidak menunjukkan emosinya di depan yang lain. Namun, dalam hati ia bersumpah bahwa ia tidak akan menyerah begitu saja. Jika ada celah untuk mendekati Reyhan lagi, ia akan mengambilnya tanpa ragu.

Sementara itu, Reyhan berusaha mengalihkan pembicaraan. “Sudahlah, kita fokus saja ke proyek. Jangan sampai Miss Sabrina tahu kalian ini tukang gosip.”

Dion menyalakan mesin mobil dan mulai melaju ke lokasi proyek. Di tengah candaan dan tawa yang masih mengisi suasana, Clara hanya bisa menatap lurus ke depan, diam-diam menyusun rencana di kepalanya.

Sesampainya di lokasi proyek, tim langsung membagi tugas. Kamela, Clara, Reyhan, Dion, dan Risa menyebar untuk memeriksa segala hal dengan teliti. Bangunan yang masih setengah jadi itu terlihat menjulang kokoh meski belum sempurna. Para mandor menyambut mereka dengan laporan harian yang rapi, memastikan semuanya berjalan sesuai jadwal.

Namun, ketika pekerjaan mereka selesai dan waktu menunjukkan senja, cuaca tiba-tiba berubah. Awan gelap menggantung, dan tak lama kemudian hujan deras mengguyur tanpa ampun. Mereka segera menepi ke sebuah bangunan yang belum rampung, berdesakan bersama para mandor di sudut yang cukup kering.

Kamela mengusap lengan bajunya yang basah terkena percikan hujan. "Sepertinya aku akan langsung pulang. Rumahku lebih dekat dari sini," katanya, berusaha menutupi rasa lelah di wajahnya.

Dion menimpali, "Aku juga. Mungkin lebih baik kita berpisah di sini. Rasanya tidak masuk akal menunggu hujan reda terlalu lama." Risa mengangguk setuju.

Dion lalu menoleh ke Reyhan dan Clara. "Kalian pulang bersama saja. Bawa mobil kantor," ujarnya sambil menyerahkan kunci ke tangan Reyhan.

Clara melirik Reyhan. "Kau tidak keberatan, kan?" tanyanya, menyadari raut wajah pria itu tampak enggan.

Reyhan tersenyum tipis. "It's okay," jawabnya pendek. Meski dalam hati, ia merasa sedikit tak nyaman. Bukan karena Clara, tapi karena perasaannya sendiri. Ia khawatir jarak yang terlalu dekat dengan Clara akan mengganggu hubungannya dengan Sabrina, kekasihnya saat ini.

Perjalanan pulang terasa sunyi. Hanya suara rintik hujan di kaca mobil yang mengisi keheningan di antara mereka. Clara memandang keluar jendela, memecah kebisuan dengan suara pelan. "Apa kabar?"

Reyhan menoleh sekilas, lalu kembali fokus ke jalan. "Seperti yang kau lihat, I'm good," jawabnya dengan senyum kecil yang sopan.

Mendengar jawaban itu, Clara merasa dadanya berdenyut. Ia berharap Reyhan menunjukkan sedikit keretakan, sebuah tanda bahwa hubungan mereka yang kandas dulu masih meninggalkan bekas. Namun kenyataannya, pria itu terlihat begitu baik-baik saja.

"Kau tidak mau menanyakan kabarku?" tanya Clara, suaranya sedikit lebih tegas, membuat Reyhan tampak canggung.

"Ehm... apa kabar, clara?" tanyanya, dengan nada setengah ragu.

Clara menoleh, menatap Reyhan dengan mata yang menyiratkan kejujuran. "Kabarku buruk," katanya langsung. "Sejujurnya aku belum bisa melupakanmu. Kau tahu hubungan kita berakhir bukan karena aku tidak mencintaimu lagi, tapi—"

Reyhan memotong, suaranya datar namun tegas. "Kau sendiri yang tidak bisa menjalani LDR, clara. Jangan sesali apa yang sudah kita lalui. Itu keputusanmu."

Clara terdiam, lalu menghela napas panjang. "Aku tahu, aku yang salah. Dan sampai sekarang, aku menyesali keputusan itu."

Reyhan menggenggam setir lebih erat. "Lupakanlah. Kita sudah memilih jalan masing-masing. Jangan biarkan masa lalu mengganggumu." Ia berusaha terdengar tenang, tapi nada suaranya menyiratkan keletihan emosional.

Clara tersenyum miris. "Ya, kau benar. Kita memang punya hidup masing-masing sekarang."

Setelah hening sejenak, ia melanjutkan dengan nada getir, "Aku harap kita bahagia, meskipun tidak bersama lagi."

Reyhan menoleh sejenak, menatap Clara dengan tatapan lembut yang penuh pemahaman. "Itu kalimat yang dulu kau ucapkan saat kita berpisah, bukan?"

Clara tertawa kecil, suaranya terdengar seperti kenangan yang samar. "Iya. Aku hanya tak menyangka kau masih mengingatnya."

Reyhan mengangguk, lalu kembali fokus ke jalan. Di hatinya, ia tahu perasaan itu belum sepenuhnya hilang, tetapi ia juga paham bahwa masa lalu hanyalah sebuah pelajaran.

**

Reyhan dan Clara tiba di kantor dengan suasana canggung yang masih menggantung setelah percakapan di dalam mobil. Reyhan hanya menatap lurus ke depan, sementara Clara terlihat berusaha menyembunyikan kegelisahannya di balik senyum kecil yang terpaksa.

Saat mereka melangkah masuk ke lobi, suara langkah cepat seorang wanita terdengar.

"Reyhan..." panggil amanda yang kebetulan berpapasan di lobi, Senyumnya ramah, tetapi ada nada kekhawatiran di balik matanya.

Reyhan menghentikan langkahnya, memiringkan kepala. "Ada apa, amanda?"

amanda menarik napas pendek sebelum berbicara, "Bisakah kau membujuk Sabrina untuk periksa ke dokter? Tadi dia tiba-tiba mengeluh pusing, dan wajahnya terlihat sangat pucat. Aku sudah menyuruhnya untuk pulang, tapi kau tahu sendiri bagaimana keras kepalanya."

Nama itu—Sabrina—seperti duri yang menusuk hati Clara. Ia berdiri di samping Reyhan, wajahnya seolah membeku. Sesuatu di dalam dirinya terasa runtuh mendengar nama yang saat ini mengisi hati Reyhan.

Reyhan mengerutkan dahi, matanya penuh kekhawatiran.

"Dia pusing? Sudah sejak kapan? atau baru hari ini?" tanyanya, suaranya terdengar serius.

amanda mengangguk. "Baru saja. Tapi menurutku dia butuh istirahat. Dia terlalu memaksakan diri, seperti biasa."

Clara menegakkan tubuhnya, mencoba mempertahankan harga dirinya. Ia menyadari bahwa percakapan ini bukan tempatnya, dan rasa tidak sukanya semakin dalam.

"Reyhan, Miss amanda, saya permisi dulu," ucapnya cepat, suaranya terdengar datar. Tanpa menunggu balasan, Clara melangkah pergi, meninggalkan Reyhan dan amanda.

Reyhan menatap punggung Clara yang menjauh, tetapi tidak memanggilnya. Perhatiannya masih terfokus pada amanda dan kabar tentang Sabrina. Namun, di sisi lain, hati Clara seperti diremas-remas.

"Apa tidak ada harapan lagi untukku, Reyhan?" pikir Clara dengan getir saat ia menekan tombol lift. Ia berdiri mematung di depan pintu yang perlahan terbuka, menyembunyikan air mata yang nyaris jatuh.

Seiring lift bergerak naik, pikirannya kembali pada masa lalu. "Sungguh aku menyesali perpisahan kita. Sampai detik ini, aku belum bisa melupakanmu. Aku menyesal memutuskanmu saat itu, Reyhan..."

Tangannya mengepal erat, seolah ingin menahan semua emosi yang bergejolak di dalam dadanya. Clara tahu, Reyhan bukan lagi miliknya. Namun, ia tidak pernah benar-benar bisa menerima kenyataan itu.

Sementara itu, di lobi, Reyhan tampak berpikir sejenak. "Baiklah, amanda. Aku akan bicara dengan Sabrina," ucapnya akhirnya. Ada ketegasan dalam suaranya, tetapi juga kekhawatiran yang tidak bisa ia sembunyikan.

amanda tersenyum lega. "Terima kasih, Reyhan. Dia mungkin akan mendengarkanmu."

1
ani sumarni
cerita nya bagus smg smp akhir bagus nya en br tambah semangat 4 cangkir kopi bt mu thor
sweet_ice_cream
Tidak sabar untuk kelanjutannya!
uwu.__.uwu
pembukaannya seru banget, bikin gue langsung tertarik
Haruhi Fujioka
Harus jam berapa baru bisa update ya thor? Jangan sampai terlalu malam~
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!