Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ke Rumah Sakit
Saat bangun pagi harinya, Rima mengernyit bingung membaca pesan yang masuk ke ponselnya. Dia langsung menelpon nomor tersebut, untuk memastikan kebenarannya.
"Halo ..."
"Iya mbak, maaf sudah mengganggu kegiatanmu hari ini mbak ..." balas Sahil.
"Jadi, beneran kamu membutuhkan emas itu?"
"Iya mbak, kalo bisa segera mbak antarkan ya ..." ungkap Sahil.
"Semuanya?"
"Sebagian aja ..."
"Baiklah ..."
Rima lega, setidaknya itu beneran Sahil yang menyuruhnya. Entah kenapa, dia mulai kurang sreg dengan adanya Kinan. Hatinya masih terpaut pada Ana. Ana lah, yang tepat untuk adiknya.
Mengetahui Rima hendak ke rumah sakit. Dian meminta ikut. Dia berdalih ingin menjenguk keponakannya. Nyatanya, dia ingin menagih janjinya pada Kinan.
"Sekalian mampir ke toko mas ya. Karena mbak mau menjual mas milik Sahil." ujar Rima pada Dian yang membawa sepeda motor.
"Jika Sahil sudah mengambil emasnya, berarti jatahku?" baton Dian.
Di sepeda motor, Dian ngedumel terus menerus. Dia kesal karena Kinan telah lebih dulu mengambil emas itu. Dia takut, jika jatah yang dijanjikan tidak akan pernah di dapatkan.
Sampai di rumah sakit, Rima menatap sendu ke arah Nara yang baru saja di lakukan transfusi darah. Terlihat wajahnya begitu pucat. Dan juga, merasa iba pada Kinan yang menceritakan kejadian semalam.
"Maaf ya mbak, telah merepotkan." ujar Kinan berbinar saat menerima segepok uang hasil menjual emas.
"Tolong gunakan sebaik mungkin ya. Semoga Nara cepat sembuh." lirih Rima.
"Susah mbak, karena sebelum mendapatkan pendonor ginjal. Dia akan terus seperti ini." adu Kinan menatap Nara yang tertidur.
"Donor ginjal?" Rima mengernyit dahi.
"Iya, dan kebetulan ginjal bang Sahil enggak cocok. Kecuali Nara punya saudara kandung. Kemungkinan kecocokannya lebih besar." lirih Kinan.
"Minta sama Kayla dan Arkan aja." celetuk Dian.
"Hush ..." Rima menepis tangan Dian. Menyuruhnya agar tidak sembarangan bicara.
"Kan aku benar ... Seharusnya mereka harus saling membantu loh. Apalagi, Nara saudara se ayah mereka." lanjut Dian tanpa memperdulikan Rima yang melototi nya.
"Gak mungkin mbak, aku malu meminta sesuatu yang besar pada mereka. Selama ini aja, aku bukan sosok ayah yang baik untuk mereka." sahut Sahil kemudian.
"Ya, tapi jika gak ada kamu. Mereka juga gak ada di dunia ini." cibir Dian.
"Bang Sahil benar mbak, dan Ana juga gak mungkin setuju untuk hal itu." balas Kinan.
Setelah beberapa saat, Sahil pun pamit ke kantin untuk minum. Dan bersamaan dengan itu, Rima juga dapat. panggilan dari suaminya. Jadi, agar tidak mengganggu Nara. Rima juga mohon untuk keluar.
Tinggal lah, Dian dan Kinan di dalam. Dian langsung memberondong Kinan dengan janjinya, jika emas itu dibagi dua.
"Emang, apa yang telah mbak Dian lakukan? Buktinya, sampai sekarang mereka belum cerai." tantang Kinan.
"Heh, aku udah mengancam Ana ya. Dan tunggu aja, surang panggilan dari pengadilan pasti akan segera datang." balas Dian gak mau kalah.
"Aku mau bang Sahil yang membenci Ana. Karena dengan begitu, bang Sahil lebih mudah melupakannya. Jika Ana yang tuntut cerai, yang sama aja. Lagipula, tanpa perintah darimu, Ana juga mau cerai sama bang Sahil." ujar Kinan.
"Kalo gitu, aku akan memberitahu Sahil. Jika kamu sudah mau mengorbankan Nara." ancam Kinan.
"Dan kamu pikir Bang Sahil. percaya? Coba aja." kekeh Kinan membuat Dian membuang napas kasar.
"Tenyata, semua istri Sahil tidak mudah untuk diintimidasi." sesal Dian.
Arkan yang kembali menerima gaji, merasa sangat bahagia. Karena uang yang dikumpulkan lebih dari cukup untuk membuka counter kecil-kecilan. Dan dia, juga sudah bertanya-tanya pada bosnya, tentang bagaimana dan dimana dia harus mendapatkan voucher serta keperluan lainnya.
Beruntung, dia memiliki bos yang baik. Jadi, dia diajarkan semua ilmu yang didapatkan oleh bosnya. Karena menurut bosnya, ilmu harus dibagi, sedangkan rezeki Tuhan, yang memberi.
Sampai di rumah, Arkan langsung memberitahukan rencananya pada Ana. Dan Ana sangat antusias, dia juga memberikan tabungannya untuk Arkan menambah modal.
"Tapi ini tabungan ibu, dan bukan kah, ini dana darurat?" tanya Arkan menatap beberapa lembar merah bercampur biru.
"Dan sekarang ibu menyerahkannya untukmu, dan berharap kamu berhasil nak." ujar Ana dengan penuh harap.
Kayla yng berada disana juga bangkit untuk mengambil tabungannya.
"Bang, ini. ada sedikit tambahan dari aku." ungkap Kayla dengan perasaan sedikit takut.
Arkan terharu, karena ibu dan adiknya sangat peduli. "Simpan lah, untuk tabungan masa depan mu." ujar Arkan.
Obrolan masih berlanjut, dan Arkan berencana akan membuka counter di halaman depan rumahnya. Selain memang belum ada counter di kampungnya, Arkan juga belum cukup biaya jika harus menyewa di tempat lainnya.
Besoknya, Arkan dengan bantuan dua temannya, membangun sebuah gerai kecil-kecilan. Dan dia berharap, ini lah jalan rezeki yang akan di tempuhnya.
Bersamaan dengan itu, sebuah pesan juga masuk ke ponselnya. Yaitu, dari Kinan yang memberitahukan jika Nara ada di rumah sakit.
Bukan tanpa tujuan Kinan memberitahukan hal itu. Dia ingin memamerkan betapa pedulinya Sahil pada Nara, dan itu bisa membuat anak-anaknya semakin membenci Sahil. Terutama Kayla, gadis yang dianggap sebagai saingan Nara, oleh Kinan.
Arkan menghela napas saat membaca pesan tersebut. Dia tidak mau membalasnya, karena dia akan menanyakan pendapat dari ibunya terlebih dahulu. Jika ibunya mau menjenguk, maka dia akan ikut menemani.
Saat Ana mengantar makanan untuk mereka istirahat, Arkan langsung memberitahumu hal itu ada ibunya.
"Kita pikirkan nanti ..." ujar Ana menatap Arkan.
Setelah istirahat barang sejenak, ketiga pemuda itu langsung kembali bekerja. Karena mereka berusaha, agar gerai kecil itu cepat selesai.
Ana sendiri memikirkan, apakah dia harus datang kesana atau tidak. Jika datang, dia takut nantinya Sahil besar kepala. Dan jika tidak datang, dia juga takut Kinan menganggapnya masih cemburu.
"Mungkin, baiknya aku datang sendiri ..." gumam Ana menghela napas.
Esok harinya, Ana langsung memberitahu Arkan jika ia hendak menjenguk Nara. Tapi, menolak untuk do temani oleh kedua anaknya.
Bukan apa, dia hanya tidak ingin kedua anaknya merasa cemburu pada Nara. Di rumah sakit, otomatis Nara akan lebih di prioritaskan oleh Sahil nantinya.
Dengan membawa buah-buahan, Ana menuju rumah sakit menggunakan sepeda motor.
Disana, dia langsung ke ruang anak. Karena bisa dipastikan jika Nara berada disana. Dan baru lah, tiba di ruang anak, Ana menanyakan pada suster jaga, tentang pasien bernama Nara. Walaupun, tidak mengetahui nama lengkap Nara, Ana menyebutkan nama Sahil dan Kinan.
Setelah mengetahui kamar Nara, Ana mengatur napasnya.
"Hai ..." sapa Ana pada Nara yang sedang di suapi cemilan yang disediakan dari rumah sakit.
Sebelumnya, Ana juga sudah memberi salam.
Sahil langsung bangun dari duduknya. Sedangkan Kinan memutar mata malas saat melihat tingkah dari suaminya.
"Ana ... Kenapa kesini?" tanya Sahil mendekati Ana.
Refleks, Ana mundur beberapa langkah.
lekas sehat kembali.💪 ditunggu karya Kaka selanjutnya. 🙏
jgn sampai, andai nara ga ada umur, kamu pun tetap menyalahkan ana n anak2 nya
padahal jelas2 kamu yg merebut kebahagiaan mereka😒
anak kandung suruh ngasih ginjalnya,selama ini yg kamu buat tuh luka yg dalam selingkuh Ampe punya anak.g kasih nafkah.
mau minta ginjal,otakmu dimana sahil