~ Dinar tak menyangka jika di usianya yang baru tujuh belas tahun harus di hadapkan dengan masalah rumit hidupnya. Masalah yang membuatnya masuk ke dalam sebuah keluarga berkuasa, dan menikahi pria arogan yang usianya jauh lebih dewasa darinya. Akankah dia bertahan? Atau menyerah pada takdirnya?
~ Baratha terpaksa menuruti permintaan sang kakek untuk menikahi gadis belia yang pernah menghabiskan satu malam bersama adiknya. Kebenciannya bertambah ketika mengetahui jika gadis itu adalah penyebab adik laki lakinya meregang nyawa. Akankah sang waktu akan merubah segalanya? Ataukah kebenciannya akan terus menguasai hatinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lindra Ifana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
25
Dinar melihat ponselnya, ternyata jam 3 pagi ia baru bisa menyelesaikan semua. Sebenarnya badannya gerah karena keringat, tapi tak mungkin ia mandi pagi pagi buta dengan kondisi kelelahan seperti ini.
Akhirnya tak terasa ia tidur juga, tapi sebelumnya ia sudah menyetel alarm ponselnya di jam lima pagi. Paginya ia harus menyiapkan sarapan dan segala sesuatu menyangkut suaminya.
Dinar berpikir setelahnya mungkin ia bisa puas beristirahat karena dia mulai aktif di kampus mulai minggu depan.
Benar saja, dengan badan yang masih sangat lelah ia bangun karena mendengar dering ponselnya. Segera ia pergi ke dapur untuk menyiapkan sarapan, tapi ia menghela nafas kasar setelah membuka lemari pendingin.
Tak ada apapun disana, yang artinya tak sesuatu yang bisa ia masak hari ini. Dan tak mungkin ia membangunkan monster jahat yang pasti masih meringkuk di bawah selimut hanya untuk meminta uang.
Akhirnya ia hanya memasak air, jika tak ada makanan setidaknya ada sesuatu untuk membasahi tenggorokannya. Jam setengah enam pagi ia melihat Bara keluar dari kamar sudah dengan pakaian formalnya. Tanpa mengatakan apapun pria itu langsung pergi.
Dinar pergi ke depan, bahkan pos jaga tempat sang supir bermalam lebih besar dari kamarnya.
"Ckk perasaan semalam halaman ini indah banget, kenapa sekarang rumputnya jadi lumayan tinggi begitu?"
Dinar melihat ke sekitarnya, tak ada mesin ataupun gunting pemotong rumput yang bisa ia gunakan. Tapi jika dibiarkan maka ia yakin itu akan menjadi salah satu daftar kesalahannya nanti, tidak bisa mengurus rumah!
"Assalamualaikum Neng!"
Dinar menoleh ke arah sumber suara. Ternyata di depan gerbang depan rumah yang tingginya hanya sebatas dada berdiri seorang wanita sedang melihat ke arahnya.
"Walaikumsalam Bu," sahut Dinar ramah dan kemudian berjalan mendekat. Dia tak menyadari jika ada tetangga di rumah ini disisi kanan dan kiri rumah dikelilingi tembok tinggi.
"Eneng istri mas bule yang nyewa rumah ini ya? Nggak usah di buka gerbangnya Neng, saya hanya mampir nyapa. Saya Juwita tapi orang orang biasa panggil saya Mak Juwi, saya sodara Mang Surya supirnya Eneng. O iya ini tadi saya masak opor Neng....cicipin ya."
"Ya Allah makasih Mak, saya Dinar. Emak rumahnya dimana, saya kok nggak liat rumah disekitar sini?" tanya Dinar bersyukur saat dirinya lapar ada orang baik yang mengirimi makanan.
"Rumah saya tepat ada di belakang rumah ini Neng, di sebelah tembok rumah ada gang buat lewat. Di belakang ada banyak rumah Neng!"
"Ohhh kapan kapan saya main Mak, ini lagi mau bersih bersih dulu soalnya."
"Ya udah Neng saya tinggal, semoga betah disini."
Dengan bersemangat Dinar pergi ke dapur untuk mengambil sendok, dengan lahap ia makan kupat opor pemberian Mak Juwi.
Setelah selesai makan niatnya akan membersihkan halaman depan, mungkin ia bisa pergi kebelakang untuk meminjam gunting rumput atau alat apapun yang bisa digunakan untuk memotong rumput.
"Enak?"
Dinar hampir saja menjatuhkan mangkok ditangannya karena kaget.
"Ehhh...Krisna? Bagaimana bisa kau datang pagi pagi begini? Bukannya hantu hanya bisa menampakkan diri di malam hari?"
Pria muda itu hanya terdengar tertawa lepas, sungguh Dinar bisa merasakan perbedaan yang jauh antara Bara dan Krisna. Walau kakak beradik tapi sifat mereka berbeda seperti bumi dan langit.
Jika Bara arogan dan selalu marah marah maka Krisna adalah sosok ramah dan suka tertawa. Tak ada rasa canggung ketika sedang berbicara dengan putra kedua Whisnu Wirabumi itu.
"Aku bukan hantu, aku hanya pria tampan yang ingin menemani kakak ipar kesepian sepertimu. Setidaknya ini bisa menebus rasa bersalahku padamu, karena diriku kau harus terikat dengan monster kaya raya tapi menyebalkan itu!"
Kali ini Dinarlah yang tertawa karena mendengar seorang adik menyebut kakak kandungnya sebagai monster menyebalkan.
"Boleh aku bertanya padamu adik ipar? Waktu itu kau mengatakan jika aku masih murni, tapi malam itu ketika aku sadar aku menemukan banyak...," sebelum bisa menyelesaikan kata katanya Krisna sudah memotong kata katanya.
"Aku tidak melampaui batasku, ckk bukankah kau sudah memaafkan aku? Jadi tidak usah dibahas lagi tentang apa yang terjadi malam itu. Simpan tenagamu untuk menghadapi kakakku. Apa ibuku baik padamu?"
"Maksudmu Nyonya...ehh ibu Wening? Memang ada apa? Hei Krisna, jangan pergi dulu!"
Tapi bukannya menjawab, pria berbaju putih itu malah melangkah pergi meninggalkan dirinya. Dan seperti biasa, kaki dan tubuh Dinar seperti sangat berat untuk digerakkan. Jangan untuk mengejar, bahkan suaranya sekarang seperti tersumbat tak bisa dikeluarkan.
*
"Apa lingkungan rumah itu aman?" tanya Bara pada sang supir, mereka masih ada dalam perjalanan menuju perusahaan.
Kebetulan pagi pagi sekali Anom memberi kabar jika pagi ini ada rapat semua dewan direksi, dan Baratha diminta hadir untuk perkenalan.
"Sangat aman Tuan, saya mengenal hampir semua warga yang tinggal disekitarnya. Semua orang baik. Dan jalan di depan rumah adalah jalan kampung, bukan jalan utama yang sering dilewati orang luar," sahut sang supir bernama Mang Surya itu.
"Jam makan siang nanti kita pulang sebentar, gadis itu sangat ceroboh! Bisa saja dia membuat kekacauan dirumah."
"Baik Tuan. Hanya mengingatkan, malam ini kita jadi berkunjung ke rumah Tuan Candranata."
"Aku tahu," sahut Bara menatap sinar kemerahan di ufuk timur. Dan tak henti ia mengumpat dalam hatinya karena dimanapun ia memandang hanya wajah gadis kampungan itu yang ada di otaknya.
Sengaja ia menempatkan Dinar di kamar belakang karena tak mau setiap saat melihat istrinya. Karena ada didekat gadis itu membuat jantungnya tidak baik baik saja.
tidak pernah membuat tokoh wanitanya walaupun susah tp lemah malahan tegas dan berwibawa... 👍👍👍👍
💪💪