Kehamilan merupakan sebuah impian besar bagi semua wanita yang sudah berumah tangga. Begitu pun dengan Arumi. Wanita cantik yang berprofesi sebagai dokter bedah di salah satu rumah sakit terkenal di Jakarta. Ia memiliki impian agar bisa hamil. Namun, apa daya selama 5 tahun pernikahan, Tuhan belum juga memberikan amanah padanya.
Hanya karena belum hamil, Mahesa dan kedua mertua Arumi mendukung sang anak untuk berselingkuh.
Di saat kisruh rumah tangga semakin memanas, Arumi harus menerima perlakuan kasar dari rekan sejawatnya, bernama Rayyan. Akibat sering bertemu, tumbuh cinta di antara mereka.
Akankah Arumi mempertahankan rumah tangganya bersama Mahesa atau malah memilih Rayyan untuk dijadikan pelabuhan terakhir?
Kisah ini menguras emosi tetapi juga mengandung kebucinan yang hakiki. Ikuti terus kisahnya di dalam cerita ini!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon senja_90, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Arumi
Beberapa menit berlalu semua hidangan sudah tertata rapi di atas meja makan. Hari itu Arumi dibantu Mbak Tini memasak capcay, menu favorit Mahesa, ayam goreng, tahu, tempe serta tidak lupa kerupuk udang sebagai pelengkap. Walaupun Arumi serta Mahesa hidup berkecukupan tetapi untuk menu makanan mereka lebih memilih yang sederhana asalkan lezat dan sehat bagi pasangan suami istri itu tidak masalah.
"Mbak, kamu langsung sisihkan untukmu dan Pak Burhan. Setelah itu segera disantap selagi masih hangat!" ucap Arumi sambil memasukan nasi serta lauk pauk ke dalam kotak makan. Rencananya pagi itu dia akan membawakan sarapan untuk suami tercinta.
Dari arah dapur wanita yang sudah dianggap seperti saudara oleh Arumi berseru dengan sopan. "Baik, Bu." Kemudian dia melanjutkan kembali pekerjaan yang sempat tertunda.
Tepat pukul setengah delapan, Arumi sudah rapi dalam balutan mini dress di bawah lutut, motif bunga-bunga kecil serta terdapat belt di bagian pinggang dengan rambut tergerai membuat wanita itu terlihat begitu cantik. Meski memakai riasan tipis tetapi aura kecantikan wanita itu tetap terpancar bagai sinar rembulan di malam hari.
"Pak, kita ke kantor Mas Mahes. Setelah itu tolong antarkan ke rumah Mama Naila, sudah lama sekali saya tidak menjenguk beliau."
Pak Burhan menautkan kedua alis lalu memandangi Arumi dari kaca spion. "Apa tidak sebaiknya Ibu menunggu Pak Mahes saja! Saya khawatir Bu Naila akan berbuat macam-macam pada Ibu."
Arumi menatap ke arah Burhan dengan tatapan nanar. Dia mengerti maksud ucapan sopirnya itu sebab hubungan antara kedua wanita beda generasi itu tidak pernah akur.
Terakhir kali Arumi datang berkunjung ke rumah utama, sempat terjadi perselisihan di antara mereka hingga Burhan dan Adiguna turun tangan.
"Kali ini tidak akan terjadi perselisihan di antara kami, Pak." Arumi menghela napas sejenak guna memenuhi dadanya yang terasa sesak. "Bagaimanapun juga, Mama Naila adalah mertua saya. Ibu dari Mas Mahes, wanita yang wajib saya hormati selain Mama Nyimas."
Burhan tidak sanggup berkata-kala lagi, dia hanya bisa berharap semoga kejadian tempo hari tidak terulang lagi.
Sepanjang jalan tak ada perbincangan lagi di antara Burhan dengan Arumi. Pria itu fokus dengan jalanan di hadapannya, sementara Arumi menatap ke jendela. Jarak antara rumah dengan kantor Adiguna terbilang cukup jauh, memakan waktu selama kurang lebih empat puluh menit tetapi jika jalanan macet bisa sampai satu jam.
Arumi menatap layar ponsel, berharap Mahesa membalas pesan yang dikirimkan oleh wanita itu tadi malam. Namun, suaminya tak kunjung membalas pesan tersebut hingga detik ini.
"Kenapa Mas Mahes tidak membalas pesanku? Apakah dia lupa bahwa semalam aku mengirimkan pesan?" batin Arumi.
Terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri membuat Arumi tidak menyadari bahwa kini mobil yang ditumpangi wanita itu sudah memasuki area perkantoran. Gedung dua puluh tingkat itu berada di pusat kota Jakarta. Bangunan kokoh menjulang tinggi ke langit tampak menonjol dibandingkan dengan bangunan di sekitarnya.
"Kita sudah sampai, Bu," ucap Burhan tatkala dia menghentikan laju kendaraan tepat di depan pintu masuk.
Sebelum masuk ke dalam kantor, menarik napas panjang mencoba memberanikan diri serta menyiapkan pertanyaan yang akan ditanyakan saat dia bertemu Mahesa. Setelah dirasa cukup tenang, dia turun dari mobil lalu masuk ke dalam gedung yang didirikan oleh papa mertuanya.
Kaki jenjang itu melangkah di antara lautan manusia yang berbaris mengantri untuk melakukan absen secara otomatis melalui fingerprint.
Di saat Arumi menunggu pintu lift terbuka, pada waktu yang sama seorang gadis cantik baru saja keluar dari ruangan Mahesa. Dia berjalan dengan anggun sambil sesekali menebarkan senyuman manis pada karyawan yang berpapasan dengannya.
TBC