NovelToon NovelToon
UN PERFECT PLAN

UN PERFECT PLAN

Status: tamat
Genre:Tamat / Mafia / Cinta setelah menikah / Aliansi Pernikahan / Keluarga / Office Romance
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Puspa Indah

Seorang arsitek muda bersedia mengikuti rencana iseng temannya dalam sebuah perjodohan atas dasar peduli teman. Namun siapa sangka, rencana tersebut malah menyebabkan konflik serta membongkar kasus yang melibatkan beberapa oknum pengusaha dan aparat. Bahkan berujung pada terancamnya kerajaan bisnis dari sebuah keluarga keturunan bangsawan di Perancis.
Bagaimana akhir dari rencana mereka? Simak kisah seru mereka di novel ini. (un) Perfect Plan. Semoga terhibur...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAGIAN 24

"Halo, assalamualaikum"

"Ini aku, Intan"

"Aku tahu Wan, maafkan aku. Tolong sampaikan juga maafku pada ibu"

"Aku harus mendapatkan Tiara kembali, bagaimanapun caranya"

"Tidak Wan, perusahaan sedang kritis. Kau lebih diperlukan di sana"

"Jangan khawatir, Insya Allah aku bisa menjaga diri"

"Maaf, bisakah... Kita undur dulu tanggal pernikahan kita sampai masalah Tiara selesai?"

"Aku tidak bisa konsentrasi sementara pikiranku harus terbagi pada Tiara"

"Terima kasih atas pengertian kamu Wan. Sekali lagi aku minta maaf"

"Baik, tentu saja. Dan kau juga harus menjaga dirimu baik-baik. Assalamualaikum"

Intan menutup panggilan kemudian mengusap wajahnya. Kemudian dia memutuskan mandi untuk menyegarkan diri. Beberapa jam lagi dia harus ke rumah ayah tirinya untuk bertemu Tiara. Entah langkah apa yang harus dia ambil nantinya, tapi yang jelas untuk sekarang dia hanya ingin bertemu dengan adiknya.

*********

Hermawan mengerutkan dahinya demi melihat kelesuan di wajah Irwan. Mereka sedang berada di rumah Hermawan, membahas beberapa proyek yang sepertinya masih bisa diselamatkan. Bahkan di hari libur seperti ini mereka harus membahas pekerjaan. Saat perusahaan mengalami masa genting seperti sekarang ini, waktu bisa sangat menentukan.

"Ada apa Wan? Masalah serius?", tanyanya sedikit khawatir.

"Ah, tidak Pak. Bukan masalah besar. Itu tadi Intan. Dia ada urusan keluarga di Paris, jadi untuk sementara ijin tidak masuk kantor"

"Paris?", tanya Hermawan, tak menyangka kalau Intan punya keluarga di sana.

"Ya... Tentu saja, tidak masalah. Lagipula sementara ini memang tidak terlalu banyak yang bisa dikerjakan di kantor", ucap Hermawan sedih.

"Bagaimana dengan rencana menemui Ibrahim Hasan Pak?", tanya Irwan mengalihkan pembicaraan.

"Tentang itu, rencananya nanti malam aku akan ke rumahnya. Aku sudah menghubungi asistennya dan sepertinya dia bersedia menerimaku. Apa... Kau mau menemaniku ke sana?", tanya Hermawan.

"Tentu saja Pak. Saya sudah berjanji membantu apapun usaha Bapak untuk memulihkan perusahaan ini", sahutnya mantap.

"Baiklah, kalau begitu aku akan menjemputmu nanti malam. Siapkan mentalmu, karena mungkin saja kita akan dimaki atau dipermalukan di sana", Hermawan memperingatkan Irwan.

Irwan hanya mengangguk, dalam hatinya ada sedikit kekhawatiran atas apa yang disampaikan Hermawan tadi. Tapi, dia sudah bertekad untuk ikut mempertahankan perusahaan yang sudah menjadi rumah kedua baginya.

*********

Di dalam mobil, tak ada suara sama sekali dari kedua makhluk yang sedang duduk di kursi depan. Mita lebih memilih memandang ke luar jendela. Sementara Rizal memacu mobil secepat mungkin tetapi tetap dalam batas aman agar bisa mengantar Mita tepat waktu.

Merasa tak nyaman dengan kesunyian itu, Rizal kemudian menyalakan radio yang sedang memutar acara berita seputar peristiwa kriminal.

Tak disangka ternyata radio itu malah dimatikan oleh Mita, yang kemudian kembali ke posisi awalnya seperti tidak terjadi apa-apa.

Rizal mencebik kesal. Ingin mengumpat, tapi teringat kata-kata Zaki. Dan keadaan dalam mobil itupun kembali sepi.

Saat sudah keluar dari jalan utama, tiba-tiba mereka disalip oleh mobil lain yang kemudian berhenti tepat di depan mereka. Rizal terpaksa menghentikan mobil untuk mencegah tabrakan.

Sudah pasti dia menjadi sangat kesal dan berniat turun untuk melabrak pengemudi mobil tersebut.

"Tunggu", ucap Mita dengan wajah tegang.

Seorang laki-laki berpakaian rapi keluar dari pintu depan mobil itu kemudian menghampiri mereka.

Diketuknya kaca jendela di samping Mita. Dan dengan pasrah Mita menurunkan kaca mobil tersebut.

"Maaf Mbak, bisa turun sebentar? Bapak mau bicara", ucap lelaki itu sopan menunjuk ke arah mobil di depan mereka.

"Eh, siapa kamu?! Main potong jalan or...", kalimat Rizal terhenti karena melihat isyarat dari tangan Mita.

Rizal menjadi tambah bingung dengan apa yang terjadi.

Sesaat kemudian, pintu bagian belakang mobil di depan mereka terbuka. Dari dalamnya keluar sosok yang membuat wajah Mita tambah panik. Sosok itu kemudian mendekati mereka dan berdiri di dekat pintu di samping Rizal.

Sosok itu adalah Ibrahim Hasan, ayah tiri Mita yang dengan sorot mata tajam terus melihat ke arah Rizal dengan raut serius.

Merasa tidak enak, akhirnya Rizal menurunkan kaca mobil di sampingnya. Tatapan Ibrahim kemudian berpindah kepada Mita.

"Sejak kapan kamu mulai berani membohongi Papa, Mit?", tanya Ibrahim dengan suara seraknya.

"Mm.. maaf Pa, ini tidak seperti yang papa kira. Mita tidak bermaksud membohongi Papa", Mita gugup dengan konsekuensi yang mungkin didapatnya setelah ini.

"Jadi lelaki ini yang membuat kamu menolak calon yang kemarin Papa ajukan, heh? Sampai kau harus berpura-pura gila di hadapannya?", Ibrahim tersenyum sinis.

"Apa?! Tentu saja bukan begitu Pa, apa maksud Papa? Papa salah paham. Dia bukan siapa-siapa", sahut Mita lagi, yang kini semakin serba salah.

"TNI, Polri, atau Security?", tanya Ibrahim kemudian setelah menelisik postur dan tampilan Rizal.

"Polri Pak, Bareskrim", sahut Rizal tegas, meski bingung dengan pertanyaan itu.

"Ah... Pantas saja akhir-akhir ini kau sering ke kantor polisi Mit. Aku mengira kau ada urusan penting apa, ternyata lelaki ini urusanmu heh?", tuduh Ibrahim lagi.

Mita tambah gelagapan, apalagi ternyata selama ini ayahnya tahu kalau dia pernah ke kantor polisi.

"Pa.. Papa ngomong apa sih?! Papa salah sangka", sahut Mita yang kini kesal dengan tuduhan Ibrahim.

"Ya sudah. Mita, malam ini makan malam di rumah Papa. Papa sudah ngomong sama ayah kamu", ucap Ibrahim seraya hendak kembali ke mobilnya.

Kemudian dia berhenti sejenak.

"Kau juga, kutunggu pukul 8 malam ini. Jangan telat", ujarnya sambil menunjuk Rizal lalu kembali ke mobilnya diikuti oleh asistennya.

Mita dan Rizal terbelalak mendengar ucapan terakhir dari Ibrahim. Buru-buru Mita keluar dari mobil hendak mendatangi Ibrahim, tapi sayang terlambat karena mobilnya sudah melaju kencang.

Mita menghentakkan kakinya, kesal dengan perlakuan ayah tirinya. Kemudian dia memandang ke arah Rizal di dalam mobil dengan sungkan. Rasanya sungguh malu kalau dia harus kembali ke mobil itu lagi.

Akhirnya dia hanya diam di tepi jalan kemudian mengambil ponselnya. Dia ingin memesan taksi online saja untuk pulang ke rumah ayahnya.

Rizal memajukan mobil mendekati Mita.

"Kenapa malah berdiri di sini hah?", tanya Rizal, sepertinya agak kesal.

Mita hanya melirik sekilas ke arah Rizal sambil meneruskan memesan taksi online.

"Aku naik taksi aja, kamu bisa langsung pulang", jawabnya tanpa melihat ke arah Rizal.

"Ya sudah kalau begitu", sahut Rizal seraya kembali melajukan mobil.

Mita ternganga melihatnya. Ya ampun.. tuh orang memang... Eerrgghh.... Mita kesal bukan main melihat sikap Rizal. Bukannya menemani sampai taksinya datang, malah dengan entengnya dia langsung pergi.

Kini tinggal Mita sendirian di pinggir jalan menunggu taksinya. Sumpah! Tak pernah seumur hidupnya dia mengalami hal seperti ini.

Sementara Rizal memutuskan kembali ke rumah Zaki untuk mengembalikan mobil.

"Loh, kok balik ke sini lagi Bang? Mbak Mita nya gimana?", tanya Zaki bingung.

Rizal melempar kunci mobil kepada Zaki kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa seraya menutup matanya dengan lengan kanannya.

Mama Chika yang mendengar mereka bicara akhirnya juga keluar dari ruang tengah.

"Kenapa Bang? Kelihatannya suntuk banget begitu. Habis berantem sama Mbak Mita lagi? Mbak Mita nya mana?", tanya Mama Chika cemas.

"Tadi kutinggal di pinggir jalan"

"Apa?!", jerit Zaki dan Mama Chika bersamaan.

"Abang sudah gila apa?! Kenapa ditinggal di pinggir jalan sih?", protes Mama Chika.

Bahkan tangannya memukul lengan abangnya yang dianggapnya sudah begitu tega kepada teman barunya.

"Bang, ayo kita jemput Mbak Mita sekarang", pinta Zaki dengan wajah panik, khawatir bila terjadi apa-apa pada Mita dan akhirnya mereka harus berurusan dengan Ibrahim Hasan.

Yang diajak hanya diam tak bergeming, membuat suami isteri itu tambah kesal.

"Bang! Abang denger gak?! Jawab dong, memangnya ada apa sih?!", kekesalan Mama Chika semakin memuncak melihat tingkah abangnya.

Akhirnya Rizal menjauhkan punggungnya dari sandaran sofa kemudian menatap kedua orang di hadapannya bergantian.

"Kalian kenapa sih, lebih membela dia ketimbang aku?! Yang sodara kalian itu dia apa aku hah?", kini malah Rizal yang nampak emosi.

"Ya Maaf bang, kami gak bermaksud begitu. Oke, gini aja. Apa yang sebenarnya terjadi? kenapa Abang balik ke sini, dan kenapa Mbak Mita di tinggal di jalan?", tanya Zaki sehalus mungkin sambil menahan kesal.

Rizal mendengus kesal, kemudian menceritakan semua kejadian di jalan tadi.

Mendengar cerita Rizal, Zaki dan Mama Chika malah terpingkal, bahkan Chika yang juga ada di situ ikut-ikutan tertawa senang.

"Keterlaluan kalian, kenapa malah ketawa hah?!", protes Rizal.

"Jadi, jadi ceritanya, Abang ketangkap basah waktu lagi pacaran backstreet?", ucap Zaki, kesulitan menghentikan tawanya.

Rizal melotot murka kepada Zaki. Belum sempat ia mengumpat, Mama Chika malah duluan menimpali.

"Duh.. yang bakal ke rumah calon mertua...", tambahnya seraya tersenyum usil, disambut tawa Zaki yang semakin nyaring.

Rizal sungguh geram melihat tingkah mereka, tapi tak tahu harus menjawab apa.

"Oke, kayaknya ada perkembangan situasi yang di luar dugaan nih", ucap Zaki setelah susah payah menghentikan tawanya.

"Jadi, apa rencana Abang malam ini?" Zaki berusaha kembali serius.

"Rencana apa? Ya tidur lah! Besok kan hari kerja. Memangnya mau ngapain lagi?!"

"Loh, terus undangan Pak Ibrahim Hasan gimana?"

"Ya gak gimana-gimana", sahut Rizal enteng.

Zaki melongo mendengar jawaban Rizal.

"Maksudnya?! Abang malam ini gak pergi ke sana?" tanya Zaki lagi, tak puas dengan jawaban itu.

"Ngapain ke sana? Ada urusan apa memangnya aku harus ke sana?"

"Ya ampun Bang... Ini kesempatan kita buat tahu lebih banyak tentang kasus ini. Abang sudah diberi akses mudah masuk ke kandang lawan, kok malah disia-siakan gitu", sahut Zaki kesal, tak paham dengan jalan pikiran Rizal.

"Maksud kamu, aku harus mengikuti kesalahpahaman Pak Ibrahim, terus pergi ke rumahnya sebagai.. sebagai..", Rizal tak bisa meneruskan kalimatnya.

"Sebagai pacarnya Mbak Mita, calon menantunya Pak Ibrahim, gitu Bang..", kini Mama Chika yang menyahut.

Rizal menatap kesal pada adiknya, yang seolah tak merasa melakukan kesalahan.

"Ya pura-pura aja Bang.. Yang penting Abang bisa gali lebih banyak informasi dari sana. Siapa tahu pas lagi di sana, Abang juga bisa ketemu sama kroni-kroninya", terang Zaki.

"Tapi kalo beneran juga gak papa kok Bang. Aku bakal seneng banget kalo bisa punya kakak ipar kayak Mbak Mita", Mama Chika kembali menyela sambil terkekeh, diikuti oleh putrinya yang terlihat senang melihat ibunya tertawa.

"Heh, cewek-cewek. Mending kalian masuk ke dalam sana, daripada bikin tambah pusing", ucap Rizal galak pada Chika dan mamanya.

Mama Chika akhirnya hanya bisa cemberut lalu menggendong Chika dan membawanya ke kamar.

"Bang, kita gak bisa melewatkan kesempatan ini. Apalagi kemungkinan besar, Mbak Mita bakal kesulitan dapat ijin keluar rumah gara-gara kejadian tadi. Jadi mungkin agak susah dapat informasi dari dia lagi", terang Zaki.

"Dan... bukan bermaksud meremehkan Abang nih ya, tapi kayaknya Abang disuruh kesana cuma buat di ultimatum supaya gak deket-deket sama Mbak Mita lagi. Secara level mereka jauh di atas kita kan? Orang sekelas Ibrahim Hasan, kalo cari mantu pasti yang kelas atas juga, ya kan Bang?", Zaki coba memberi pengertian.

Rizal hanya diam menatap Zaki.

"Aku pulang dulu, assalamualaikum", ucapnya tiba-tiba seraya berdiri dan langsung keluar rumah.

Zaki melongo melihatnya, bahkan dia baru sadar untuk membalas salam, saat motor Rizal sudah keluar dari halaman rumahnya.

1
Oe Din
Asmara, konflik bisnis, mafia...
Bagus...
aca
q kasih bunga
aca
g dpet perjaka dpet duda nyanya ell/Curse//Curse/
aca
Fatimah berterima kasih lah ma tiara karena dia kabur lu bs nikah ma loise
aca
lanjutt
aca
bagus c rita nya kok like dikit yah
Oe Din
Lihat yang lebih bagus, seringkali "menyeret" kita pada iri dan dengki...
Puspa Indah
Selamat Membaca...
aca
rejeki Fatimah dpet jodoh ganteng kaya raya/Curse/
aca
tak kasih bunga
aca
lanjuttt
aca
lanjut donk
aca
q kira yg di novel Online istrinya taunya saudara kandung
aca
jd dia adeknya aris pant s aja orang kakak adek nya nikah ma bule
aca
lagi enak enak ama pembokat ya bapaknua hadeh
aca
ariana istri Jason bukan
Puspa Indah: Ho.. oh.. tul 👍
total 1 replies
aca
ariana adik bayu bukan
Puspa Indah: Ariana adiknya Aris dan Arya
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!