NovelToon NovelToon
Cinta 'Terkontrak'

Cinta 'Terkontrak'

Status: sedang berlangsung
Genre:Duda / CEO / Romansa / Slice of Life / Chicklit
Popularitas:11.4k
Nilai: 5
Nama Author: Luckygurl_

Senja Maharani, seorang sekretaris muda yang cerdas, ceroboh, dan penuh warna, di bawah asuhan Sadewa Pangestu, seorang CEO yang dingin dan nyaris tak berperasaan. Hubungan kerja mereka dipenuhi dinamika unik: Maha yang selalu merasa kesal dengan sikap Sadewa yang suka menjahili, dan Sadewa yang diam-diam menikmati melihat Maha kesal.

Di balik sifat dinginnya, Sadewa ternyata memiliki sisi lain—seorang pria yang diam-diam terpesona oleh kecerdasan dan keberanian Maha. Meski ia sering menunjukkan ketidakpedulian, Sadewa sebenarnya menjadikan Maha sebagai pusat hiburannya di tengah kesibukan dunia bisnis.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Luckygurl_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Btari Embun Anandayu

Suasana ruang tamu terasa hangat dengan nuansa keakraban yang perlahan mengisi setiap sudutnya. Maha duduk di sofa, tepat di samping Sadewa. Meski tampak tenang diluar, hatinya masih diliputi kegelisahan. Maha khawatir jika Sasmita mulai menanyakan banyak hal, terutama karena Sadewa belum memberinya petunjuk apa yang sebaiknya dijawab atau dihindari. 

“Bu, hutang Sadewa sudah lunas, ya. Sadewa sudah datang ke rumah sesuai janji enam bulan lalu, membawa calon istri.” Ujar Sadewa dengan tenang. Namun, nada bicaranya menyimpan kepercayaan diri yang tajam.

Deg! 

Maha menelan ludahnya, sebab ucapan Sadewa barusan membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Bagaimana mungkin Maha tidak gugup? Sementara ucapan itu begitu menusuk, seperti menegaskan sebuah kenyataan yang masih asing baginya. 

Tangan Maha yang sejak tadi menggenggam selempang tasnya, pun mulai gemetar. Ia mencoba menyembunyikan kegelisahannya dibalik senyum tipis yang terpaksa ia ulas, akan tetapi ketegangan masih terlihat jelas.

“Iya, terimakasih, Le. Ibu sangat senang sekali,” ujar Sasmita dengan senyum lembut yang menenangkan. Perhatiannya kemudian terarah pada Maha yang sejak tadi menundukkan wajahnya. Sasmita bisa memahami perasaan gugup yang tengah melanda calon menantunya itu. 

“Cah Ayu, tidak perlu takut seperti itu. Ibu tidak akan menginterogasi kamu seperti calon ibu mertua lainnya,” ucap Sasmita sambil tertawa kecil, mencairkan suasana. Tawa hangatnya membawa kelegaan, mengurangi ketegangan yang melingkupi ruangan.

Maha mendongakkan wajah, matanya bertemu dengan tatapan penuh kasih Sasmita. Ia mencoba tersenyum kecil, meski rasa canggung masih melingkupinya.

“I-iya…” Maha tergagap, ragu untuk melanjutkan dan bingung harus memanggil Ibu Sadewa dengan sebutan apa.

“Ibu, panggil saja saya Ibu seperti Sadewa memanggil saya, Cah Ayu,” ujar Sasmita dengan senyum lembut, mencoba menenangkan gadis di depannya.

“Iya, Ibu,” jawab Maha dengan suara bergetar, mencoba menyesuaikan diri dengan suasana hangat yang tiba-tiba menyelimuti.

Sasmita tersenyum lebar. “Sadewa itu, banyak bercerita tentang kamu, Cah Ayu. Tentang pendidikanmu, bagaimana teliti nya kamu mengatur jadwal-jadwal di kantor, hingga bagaimana kamu selalu ada disaat-saat penting. Bahkan, tentang kedua orang tua mu, semuanya ibu tahu. Jadi, kamu tidak perlu repot-repot menceritakan latar belakang keluarga mu lagi,” ucapnya dengan lembut, lalu menambahkan dengan tawa kecil, “Lagipula, Ibu ini sedang mencari menantu, bukan seorang karyawan. Jadi, tidak perlu interview, ‘kan?” 

Apa yang sebenarnya diceritakan Sadewa pada ibunya? Kenapa setiap kata yang keluar dari mulut ibunya terasa begitu akrab dan hangat? Batin Maha berkecamuk, mencoba menafsirkan cerita-cerita Sadewa yang mungkin telah membuka sebagian dari hidupnya kepada wanita yang kini duduk di hadapannya. 

Maha tersenyum lembut tatkala mendengar ucapan Sasmita. Benar apa yang Sadewa katakan, ibunya adalah sosok yang santai dan hangat. Setiap kata yang dilontarkan terasa seperti pelukan yang menenangkan.

Dalam kehangatan yang baru, Maha merasakan sesuatu yang jarang didapatkan, yaitu sebuah penerimaan yang tulus dan murni. Hatinya mulai luluh saat merasakan kehangatan kasih sayang seorang Ibu yang selama ini hanya bisa ia bayangkan. 

“Apalagi kamu itu wanita mandiri. Ibu sangat mengagumi wanita yang bisa berdiri diatas kakinya sendiri, yang tidak bergantung pada orang lain. Tapi, apakah putra ibu ini sering membuatmu repot, Cah Ayu?” Sasmita bertanya dengan nada serius.

Sejenak, Maha menoleh ke arah Sadewa. Tatapan pun mereka bertemu.

"Jawab saja, Maha," ujar Sadewa dengan nada lembut namun tegas.

“Tidak, Bu. Mas Sadewa adalah pria yang sangat baik, selalu mendukung dan melindungi saya. Justru, saya yang sering membuatnya kesulitan.” Jawab Maha dengan senyum kecil.

Mendengar jawaban Maha, membuat Sadewa merasakan gelombang malu yang tiba-tiba menyergap dirinya. Ia hampir kehilangan kewarasan dan tubuhnya terasa kaku sejenak. Namun, ia berusaha tetap tenang, menenangkan dirinya dengan nafas yang perlahan.

Sadewa tidak menyangka jika Maha akan berbicara seperti itu, terlebih dengan nada yang begitu tenang namun penuh arti. Maha benar-benar pandai berakting, pikirnya.

"Tidak apa-apa, Cah Ayu. Itulah wanita, memang seharusnya sesekali merepotkan pria. Semandiri-mandirinya seorang wanita, dia tetap membutuhkan perhatian dan kasih sayang dari pria yang dicintainya,” ucap Sasmita sambil tersenyum.

Tak lama kemudian, seorang maid datang dengan langkah tenang dan sopan santun.

"Monggo, Nyonya... makan malamnya sudah siap," ucapnya sembari menunduk hormat.

“Iya, terimakasih ya, Lasmini,” jawab Sasmita dengan senyum hangat. Ia kemudian berdiri dari tempat duduknya dan melangkah kearah Maha. “Ayo, Cah Ayu, kita makan malam,” ajaknya seraya mengulurkan tangannya.

Bagaimana bisa Ibu Sadewa begitu ramah dan bersikap hangat seperti ini? Batin Maha bergemuruh, ia menatap wajah Sasmita, bercampur dengan rasa bingung dan haru.

Tanpa ragu, Maha menyambut uluran tangan itu. Sentuhan lembut Sasmita memberikan rasa nyaman yang baru dirasakannya. Akhirnya, mereka berjalan bergandengan menuju ruang makan di ruangan sebelah. Ruang makan itu luas dan meja panjang telah tertata rapi dengan hidangan yang menggugah selera.

Sementara itu, Sadewa tersenyum tipis seraya berdiri dari tempat duduknya. Hatinya dipenuhi rasa lega melihat sang ibu menerima Maha dengan penuh kehangatan. “Semoga ini awal yang baik... untuk saya, untuk Ibu, dan untuk Embun,” gumamnya pelan.

Namun, jauh di lubuk hati Sadewa, ada ketakutan yang sulit diungkapkan. Ia terlalu takut untuk mengatakan kebenaran yang tersembunyi dalam hidupnya. Apa jadinya jika Maha mengetahui segalanya? Meskipun ada kontrak yang mengikat mereka, rasa takut itu tetap menghantui, membuatnya tidak siap menghadapi kemungkinan Maha pergi meninggalkannya.

Sadewa sadar, betapa naif dirinya ketika memutuskan untuk menerima tantangan itu. Taruhan yang seharusnya menjadi permainan sederhana, kini berubah menjadi sesuatu yang jauh lebih rumit. Mengikat Maha dengan kontrak sebagai ‘kekasih pura-pura’ hanyalah alasan.

Di balik semua itu, ada keinginan yang lebih dalam, sebuah keinginan egois untuk membahagiakan dirinya sendiri dan menciptakan ilusi kebahagiaan bagi orang-orang di sekitarnya yang berharap melihatnya berdampingan dengan sosok 'istri' dalam hidupnya. Sadewa tahu, jalan yang dipilihnya tidak mudah. Namun, melihat senyum Maha dan penerimaan ibunya memberinya harapan kecil bahwa semuanya akan baik-baik saja.

...****************...

Di ruang makan, dengan meja panjang penuh hidangan lezat, seorang maid dengan sopan menarik kursi untuk para tuannya. Aroma makanan yang menggoda memenuhi ruangan, menciptakan suasana nyaman dan hangat. Namun, keheningan yang menyelimuti ruangan itu seketika pecah oleh suara nyaring seorang anak kecil.

"Ayah!" pekiknya dengan penuh antusias.

Maha yang hendak duduk, terhenti di tengah gerakannya. Tubuhnya membungkuk, pandangannya tertuju pada sosok gadis kecil yang berlari ke arah Sadewa, pun jantungnya berdegup kencang dan matanya membesar penuh keterkejutan.

Ayah? Apa maksud dari panggilan itu? Kenapa Sadewa disebut 'Ayah' oleh anak kecil itu? Batin Maha, kebingungan melanda hatinya. 

Maha menegakkan tubuhnya perlahan, nafasnya tiba-tiba terasa sesak. Tatapannya pun tertuju pada pemandangan di depannya, ia mencermati setiap gerakan Sadewa dan anak kecil itu dengan perasaan campur aduk. Kejutan, kebingungan, dan sedikit rasa sakit merayap ke dalam hatinya.

Sementara itu, dengan gerakan yang lembut namun penuh kasih, Sadewa berjongkok untuk mensejajarkan tubuhnya dengan gadis kecil itu. Wajahnya bersinar penuh kebahagiaan saat ia merentangkan kedua tangannya guna memeluk gadis kecil itu erat.

Sadewa membelai rambut gadis kecil itu dengan lembut, senyumnya tidak pernah pudar. Momen itu penuh kehangatan, seolah dunia di sekitarnya menghilang, menyisakan hanya mereka berdua dalam pelukan.

“Embun kangen Ayah…” suara lembut gadis kecil itu terdengar lirih di pelukan Sadewa.

“Ayah juga kangen sama putri Ayah ini,” balas Sadewa dengan penuh kehangatan.

Maha tetap diam, tapi tubuhnya kaku. Pandangannya tidak lepas dari interaksi penuh keakraban antara Sadewa dan gadis kecil itu. Sementara benaknya dipenuhi pertanyaan yang belum terjawab.

Sasmita, yang berdiri di samping Maha, memperhatikan calon menantunya dengan seksama. Menyadari kebingungan yang menyelimuti Maha. Sehingga ia meraih tangan Maha, memberikan sentuhan lembut yang membuat gadis itu tersentak kecil.

“Namanya Embun. Usianya sepuluh tahun. Dia adalah cucu ibu, putri semata wayangnya Sadewa.” ungkap Sasmita.

Deg!

Pernyataan itu menghantam Maha seperti petir di siang bolong yang membuat matanya membesar dan nafasnya tertahan. Maha seperti kehilangan keseimbangannya, tangannya dengan cepat meraih sandaran kursi untuk menstabilkan tubuhnya yang terasa limbung.

Anak? Sadewa sudah punya anak? Batin Maha bergetar hebat. Fakta itu menyeruak dengan tajam di benaknya, membawa gelombang pertanyaan baru. Berarti Sadewa seorang duda? Batinnya lagi, perasaan tidak karuan mulai menguasai hatinya.

Tekanan kuat menghantam dadanya, seakan ada beban berat yang semakin menekan. Fakta tentang Sadewa yang selama ini tidak pernah ia ketahui, terasa seperti tamparan keras yang meninggalkan sayatan halus di hatinya. Ia merasa tertipu oleh kebisuan pria itu, meski ia sendiri sadar bahwa ia hanya bagian dari kontrak yang telah mereka sepakati.

“Ibu yakin, Sadewa pasti sudah menceritakan tentang hidupnya padamu, ‘kan, Cah Ayu?” suara Sasmita memecah keheningan, membawa beban yang tidak ringan bagi Maha.

Maha memaksa seulas senyum tipis menghiasi wajahnya, meski hatinya sedang kacau. Ia berusaha sekuat tenaga untuk mengendalikan emosi, menenangkan kegelisahan yang mendera. “Iya, Bu…” jawabnya pelan, suaranya bergetar. Namun, matanya tidak bisa lepas dari pemandangan Sadewa yang masih asyik bercengkrama dengan Embun.

Sementara itu, Sadewa tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Wajahnya berseri-seri setelah bertemu dan memeluk putri kecilnya. Rindu yang ia pendam selama enam bulan akhirnya terlampiaskan dalam pelukan hangat penuh kasih.

“Sayang, itu Tante Maharani… yang pernah Ayah ceritakan lewat telepon waktu itu,” ucap Sadewa lembut, sambil menunjuk ke arah Maha.

“Cantik sekali, Ayah,” bisiknya dengan polos. Embun menatap Maha dengan mata berbinar dan senyum ceria.

Sadewa tersenyum saat mendengar pujian putrinya. Lantas, ia pun mengajak Embun untuk menghampiri Maha. 

“Maha, ini putri saya, Btari Embun Anandayu,” kata Sadewa, memperkenalkan putrinya. Senyum tulus terpatri di bibirnya, penuh harap bahwa Maha bisa menerima kehadiran putrinya dengan lapang dada.

Maha menatap Sadewa dengan tatapan yang sulit untuk diungkapkan, perasaan di dadanya begitu kacau. Ia pun menelan ludahnya, berusaha mengendalikan gejolak emosi yang mendalam. Rasanya seperti ada hal yang tidak terucapkan di sana, dan pikirannya berputar-putar, merasakan seolah-olah ia telah dibohongi oleh pria itu selama ini.

Jadi, aku benar-benar seperti boneka di tangannya. Apakah belum cukup Sadewa mengendalikan setiap langkahku dan membatasi interaksi ku dengan Danu? Dan sekarang, sebuah kejutan yang seolah menamparku, mengingatkan betapa tidak berartinya diriku di hadapannya. Sialan! Batin Maha dengan hati yang berat.

Ia memutuskan untuk tidak menatap Sadewa lagi, mencoba mengalihkan perasaannya yang mulai memuncak. Lalu, Maha beralih untuk menatap gadis kecil di depannya yang kini diketahui bernama Embun. Tanpa banyak kata, Maha menundukkan tubuhnya, berjongkok untuk mensejajarkan posisinya dengan Embun guna memberikan ruang untuk berinteraksi tanpa ada jarak yang memisahkan.

“Nama yang sangat cantik, secantik orangnya,” puji Maha seraya menatap Embun dengan penuh perhatian. "Perkenalkan, nama Tante Senja Maharani, tapi Embun bisa panggil Maha, ya?" lanjutnya, sambil mengulurkan tangan dengan ramah.

Embun tersenyum lebar, wajahnya berseri-seri. Dengan lincah, ia segera menggenggam tangan Maha dengan erat, seperti sudah kenal lama. “Embun,” jawabnya singkat, matanya berbinar. "Sekarang kita teman, ya, Tante?" katanya dengan semangat, membuat suasana seakan lebih ringan dan ceria.

Maha tersenyum hangat, kemudian mengangguk pelan sebagai tanda menyetujui ajakan gadis kecil itu, meskipun di dalam hatinya masih ada perasaan yang tidak bisa disembunyikan sepenuhnya. Reaksi spontan itu, tentu saja, sedikit menyembunyikan kegelisahan yang tengah berkecamuk dalam dirinya.

Sadewa yang menyaksikan interaksi itu merasakan ada sesuatu yang berbeda. Tatapan Maha saat ia berjongkok dan menyapa Embun begitu lembut dan penuh makna, membuatnya merasa sedikit cemas, meskipun ia tak sepenuhnya bisa memahami apa yang dirasakan Maha. Namun, ia berusaha untuk tidak terlalu menghiraukannya, menganggap reaksi itu hanya sekedar angin lalu. Yang terpenting baginya adalah kebahagiaan dirinya dan keluarga kecilnya, sesuatu yang sudah ia tunggu-tunggu selama ini.

Suasana makan malam berlangsung hening, semua orang duduk dengan khidmat. Maha duduk berhadapan dengan Embun, matanya tertuju pada gadis kecil itu tanpa bisa berpaling, seakan ada awan gelap yang menyelimutinya. Emosinya seperti ingin meledak, tapi ia berusaha menahan semuanya, berusaha sekuat mungkin untuk menjaga ketenangan di hadapan dunia, terutama di hadapan Sadewa.

Seenggaknya, Sadewa jujur sama aku, ‘kan, walaupun ini hanya kontrak? Aku tahu, itu bukan hak dia untuk menceritakan tentang kehidupan pribadinya, tapi kenapa rasanya aku seperti terjebak dalam batasan yang ia tentukan? Kalau itu batasannya, kenapa dia seolah nggak punya batasan buat aku? Kenapa dia harus ikut campur dalam urusan pribadiku seperti ini? Kenapa dunia terasa begitu nggak adil? Batinnya bergemuruh, perasaan bingung dan kesal bercampur menjadi satu.

Maha ingin satu hal saja—kejujuran. Tanpa topeng dan tanpa batasan yang membuatnya merasa dipermainkan. Kontrak yang dijalaninya seolah menjadi permainan jungkat-jungkit, di mana satu pihak selalu menang dan pihak lainnya terus berada di posisi yang lebih rendah yang merugikan dirinya sendiri.

Maha menundukkan kepala sejenak, berusaha untuk tetap tenang. Ia kembali memandang Embun, tapi kali ini pandangannya sedikit lebih lembut. Meskipun ada luka di hatinya, ia mencoba untuk tetap berada di sini, menikmati malam ini, meskipun sejatinya ia sedang berperang dengan perasaan sendiri.

1
winda
keren thor
Lucky ᯓ★: Terimakasih baby /Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
winda
maha kamu harus tetap kuat💪
Lucky ᯓ★: harus kak /Kiss/
total 1 replies
Lilis Yuanita
lnjut
Bunda Mimi
Apakah Maha hamil???
Lucky ᯓ★: waduhhhh/Gosh/
total 1 replies
Rian Moontero
lanjuuutt👍🤩🤸🤸
Lilis Yuanita
ngapain ngarepin maha klo maha d acuhin
Lucky ᯓ★: pria tsunder kan begitu kak /Chuckle//Chuckle//Chuckle/
Lucky ᯓ★: pria tsunder kan begitu kak /Chuckle//Chuckle//Chuckle/
total 2 replies
Bunda Mimi
makasih thor, hari ini update nya 2x,,, trus byk lagi dialog antar tokoh😍😍😍
Bunda Mimi
pokoknya tetap Tim Dewa dan Maha y thor, Danu sama Niken aza😅
Lucky ᯓ★: waduh, plot twist sekali ini bunda /Facepalm/
total 1 replies
Bunda Mimi
terima kasih update nya thor
Lucky ᯓ★: sama-sama bunda /Rose/
total 1 replies
Bunda Mimi
gedeg liat Sadewa🤬
Lucky ᯓ★: aaa aku baru tahu /Cry/ terimakasih bunda /Kiss//Kiss//Kiss/
Bunda Mimi: pasti bisa🤣
total 9 replies
Bunda Mimi
udah panjang bab nya,,,, tapi selalu merasa kurang thor😅
Bunda Mimi: di tunggu crazy up nya thor🤣
Lucky ᯓ★: eiiii sabar dong /Proud/
total 2 replies
Bunda Mimi
Baguss,,,,,, Suka Alur nya
Lucky ᯓ★: ahhh aku melting, terimakasih bebi /Kiss//Kiss//Kiss/
total 1 replies
Bunda Mimi
Tq thor update nya,,,,,
Lucky ᯓ★: iya bebi, sama-sama. Terimakasih juga sudah setia membaca /Kiss/
total 1 replies
Bunda Mimi
thor bab 21 dan 22 nya kok sudah tidak ada ya
Bunda Mimi: ok siap thor
Lucky ᯓ★: terimakasih atas dukungannya kak, dan mohon maaf jika nanti update ulang dengan isi yang sama. aku revisi karena biar lebih nyaman untuk dibaca, juga ini saran dari editor saya
total 4 replies
Wayan Sucani
Luar biasa
Wayan Sucani
Rasanya berat bgt
catalina trujillo
Bikin ketawa sampe perut sakit.
Lửa
Ngakak sampai sakit perut 😂
Kiyo Takamine and Zatch Bell
Asiknya baca cerita ini bisa buat aku lupa waktu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!