NovelToon NovelToon
Pangeran Sampah Yang Menyembunyikan Kemampuannya

Pangeran Sampah Yang Menyembunyikan Kemampuannya

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Akademi Sihir / Harem / Romansa / Menyembunyikan Identitas / Slice of Life / Barat / Light Novel
Popularitas:25.1k
Nilai: 5
Nama Author: Katsumi

Kalian Bisa Dukung aku di link ini :

https://saweria.co/KatsumiFerisu

Seorang pengguna roh legendaris, yang sepanjang hidupnya hanya mengenal darah dan pertempuran, akhirnya merasa jenuh dengan peperangan tanpa akhir. Dengan hati yang hancur dan jiwa yang letih, ia memutuskan mengakhiri hidupnya, berharap menemukan kedamaian abadi. Namun, takdir justru mempermainkannya—ia terlahir kembali sebagai Ferisu Von Velmoria, pangeran ketiga Kerajaan Velmoria.

Di dunia di mana setiap orang memiliki kesempatan untuk menjalin kontrak dengan roh, Ferisu justru dikenal sebagai "Pangeran Sampah." Tidak ada roh yang mau menjawab panggilannya. Dipandang sebagai aib keluarga kerajaan, ia menjalani hidup dalam kemalasan dan menerima ejekan tanpa perlawanan.

Tetapi saat ia masuk ke Akademi Astralis, tempat di mana para ahli roh belajar tentang sihir, teknik, dan cara bertarung dengan roh, sebuah tempat terbaik untuk menciptakan para ahli. Di sana Ferisu mengalami serangkaian peristiwa hingga akhirnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Katsumi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 3 : Menyelinap

Tiga tahun berlalu dengan cepat, dan Ferisu tetap dikenal dengan reputasinya sebagai "pangeran sampah"—tidak bisa melakukan kontrak roh, tidak bisa menggunakan sihir, ditambah sifat malasnya yang tak kunjung berubah. Reputasinya menyebar ke seluruh kerajaan Velmoria, menjadi bahan pembicaraan di kalangan bangsawan. Namun, di mata rakyat biasa, Ferisu adalah sosok yang berbeda.

Hari itu, suasana istana terasa aneh. Tidak ada keributan pagi seperti biasanya di kamar Ferisu. Biasanya, suara para pelayan yang berusaha membangunkannya akan menggema hingga ke lorong-lorong. Tetapi kali ini, kamar Ferisu kosong.

Di tempat lain, di tengah hiruk pikuk pasar pagi, Ferisu menguap lebar sambil berjalan santai di jalanan kota. Dia telah menyelinap keluar sejak fajar, menghindari rutinitas membosankan di istana. Jalanan sudah cukup ramai, dengan para pedagang yang bersemangat menjajakan dagangan mereka.

"Paman, aku minta sate dagingnya lima tusuk!" seru Ferisu, sambil menggaruk kepalanya yang masih terlihat kusut.

Penjual sate, seorang pria paruh baya dengan senyum lebar, tertawa kecil. "Oh, Ferisu-sama. Ternyata Anda lagi. Tunggu sebentar, saya siapkan untuk Anda."

Ferisu memang sering menyelinap keluar istana. Warga kota sudah mengenalnya, dan meskipun dia terkenal dengan reputasi buruk di kalangan bangsawan, rakyat jelata justru tidak memandangnya rendah. Ferisu dikenal ramah dan santai, tak seperti gambaran pangeran pada umumnya.

“Ah, Pangeran!” suara kecil seorang gadis memecah keheningan.

Ferisu menoleh dan melihat Melia, seorang gadis kecil yang sering ia temui di pasar. “Pagi, Melia-chan,” sapa Ferisu, mengangguk ringan.

“Apa Anda menyelinap lagi?” tanya Melia polos.

Ferisu tersenyum tipis, menempatkan jari telunjuknya di depan bibir. “Shhh! Jangan bilang siapa-siapa.”

Melia tertawa kecil, lalu mengeluarkan secarik kertas dari sakunya. “Aku sedang belanja. Ibu menyuruhku membeli ini semua.”

Ferisu membaca daftar belanjaan itu dengan santai. “Hoo~ Apa perlu aku temani?”

Mata Melia berbinar. “Boleh?”

“Tentu, aku juga butuh jalan-jalan,” jawab Ferisu.

Pesanan sate Ferisu tiba tepat saat itu. Ia membayar dengan koin perunggu dan berjalan bersama Melia, membantu gadis kecil itu berbelanja.

Sepanjang perjalanan, warga kota yang melihat Ferisu menyapa dengan ramah.

“Ara, Ferisu-sama, masih suka menyelinap ya?” tanya seorang bibi pemilik toko sayur sambil tersenyum.

“Ferisu-sama, coba roti hangat ini! Cocok untuk sarapan,” seru pedagang roti.

“Pagi, Ferisu-sama,” sambut beberapa warga lainnya dengan anggukan hormat.

Ferisu membalas sapaan mereka dengan lambaian tangan dan senyuman kecil, meskipun kantuk masih jelas terlihat di wajahnya. Dia mengikuti Melia berkeliling pasar hingga semua barang di daftar belanjaan gadis itu terpenuhi.

“Terima kasih sudah menemani saya, Ferisu-sama,” kata Melia dengan tulus, membungkuk sopan.

“Tidak masalah. Hati-hati di jalan pulang,” balas Ferisu santai.

Setelah Melia menghilang di keramaian, Ferisu mendongak, merasakan teriknya matahari siang. “Ah, matahari sudah tinggi. Sepertinya aku harus pulang,” gumamnya sambil meregangkan tubuh.

Ferisu berjalan santai melewati lorong-lorong pasar, menikmati kebebasan singkatnya sebelum kembali ke kehidupan istana yang penuh tuntutan dan rutinitas yang ia benci.

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

...----------------...

...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...

Setelah melewati gerbang istana, Ferisu berjalan dengan santai, sama sekali tidak memperhatikan para penjaga yang sudah terbiasa melihat pangeran termuda itu menyelinap keluar. Mereka hanya saling pandang tanpa berkata apa-apa, seolah sudah menyerah untuk menegur.

Namun, ketenangan itu langsung sirna ketika suara lantang menggema di halaman depan.

"Akhirnya kau pulang juga... Ferisu!"

Verina berdiri dengan tangan terlipat, wajahnya memancarkan amarah yang jelas. Sorot matanya tajam, menatap Ferisu yang hanya menguap kecil sambil menggaruk kepalanya.

"Dari mana saja kau?" tanyanya tegas.

Ferisu hanya mengangkat bahu. "Hanya jalan-jalan pagi dan mencari sarapan. Itu saja," jawabnya santai, tanpa menunjukkan rasa bersalah sedikit pun, lalu melangkah melewati Verina.

Namun, Verina dengan sigap mencengkeram bahunya. Cengkeraman itu cukup kuat untuk menghentikan langkah Ferisu.

"Tunggu sebentar!"

Ferisu menoleh dengan enggan, wajahnya menampilkan ekspresi kesal. "Ada apa, Kak?"

Verina memicingkan mata dan menunjukkan senyum yang menyeramkan. "Kau tidak lupa soal latihan, bukan?" tanyanya dengan nada penuh ancaman.

Seketika, ekspresi malas Ferisu berubah. Matanya melebar panik, dan tanpa pikir panjang, ia melepaskan cengkeraman tangan Verina lalu melarikan diri secepat mungkin.

"Hei! Berhenti! Jangan lari, Ferisu!" Verina berteriak sambil mengejarnya. Gaun yang ia kenakan berkibar-kibar, namun itu tak mengurangi kecepatannya.

...----------------...

Dari balik jendela istana, Carmia dan Uegio menyaksikan kejar-kejaran itu dengan ekspresi beragam.

"Ayunda Verina benar-benar keras kepala. Kenapa dia tidak mengabaikan saja Adik yang pemalas itu?" gumam Carmia sambil mendesah jengkel.

Uegio, yang berdiri di sampingnya, tersenyum kecil. "Yah, abaikan saja. Kau tahu bagaimana Ayunda Verina. Dia memang keras, tetapi sebenarnya dia sangat menyayangi Ferisu. Lagi pula, dia adik kita yang paling kecil."

Carmia memutar bola matanya. "Apa mungkin kau juga berpikir seperti Ayunda Verina?" tanyanya, kali ini dengan tatapan tajam ke arah kakaknya.

Uegio mengangkat bahu. "Kau salah paham. Aku juga tidak suka dengan sifat Ferisu yang seenaknya sendiri dan malas. Tapi... beberapa waktu lalu, aku melihat sesuatu yang membuatku berpikir ulang."

Carmia mengernyit. "Apa yang kau lihat?" tanyanya, penasaran.

Uegio menatap ke luar jendela, matanya menerawang. "Saat aku berjalan-jalan di kota, aku melihat Ferisu di pasar. Para warga... mereka tidak memandangnya seperti kita. Mereka menghormatinya."

Carmia menatap Uegio dengan skeptis, sulit mempercayai cerita itu. Namun, ia menyadari ada senyum kecil yang tulus di wajah kakaknya.

"Hmph... tetap saja, dia malas," gumam Carmia akhirnya, meskipun ada keraguan dalam suaranya.

...----------------...

Di luar sana, Verina masih mengejar Ferisu, yang berlari tanpa tujuan, hanya menghindari tangkapan kakaknya. Meskipun terkenal malas, Ferisu tampaknya memiliki bakat luar biasa dalam menghindari masalah—setidaknya untuk sementara.

Meskipun Ferisu berlari dengan segala daya, nasibnya tetap tak bisa dihindari. Pada akhirnya, Verina berhasil menangkapnya. Dengan senyum puas yang penuh kemenangan, Verina menyeret Ferisu ke halaman belakang istana untuk memulai latihan ilmu pedang.

"Baiklah, Ferisu. Hari ini kita fokus pada kekuatan dan ketepatan. Ayunkan pedangmu sepuluh kali, dengan posisi yang benar," perintah Verina tegas, tangannya bersedekap sambil mengawasi.

Ferisu berdiri dengan malas, pedang kayu di tangannya terasa lebih berat dari biasanya—atau mungkin itu hanya alasan di kepalanya. Ia mengayunkan pedang itu perlahan, tampak tanpa semangat.

"Satu... dua... tiga..." suaranya terdengar lemah, seperti mencoba menghitung hanya untuk menghabiskan waktu.

Verina memutar matanya, mendekat dengan ekspresi tak sabar. "Ferisu! Kalau kau hanya akan setengah hati, jangan buang waktuku. Ayunkan dengan benar, atau aku akan menambah lima puluh ayunan lagi!"

Ferisu mendesah panjang. "Haaah, Kakak terlalu serius. Ini hanya latihan..." gumamnya, namun ia mulai meningkatkan sedikit kekuatannya, cukup untuk menghindari tambahan hukuman.

Setelah satu jam penuh dengan keluhan dan ayunan yang setengah hati, Verina akhirnya menghentikan latihan. Matahari siang bersinar terik, membuat keringat mengalir di wajah Ferisu.

"Baiklah, cukup untuk hari ini," kata Verina akhirnya. Meskipun nada suaranya tegas, ada sedikit rasa kasihan melihat adiknya yang terlihat seperti akan roboh kapan saja. "Tapi besok kau harus berlatih lebih serius. Kau tidak bisa terus seperti ini, Ferisu."

Ferisu menjatuhkan pedangnya ke tanah dan langsung merebahkan tubuhnya di rerumputan, menghadap langit biru. "Haaaah... akhirnya selesai. Latihan ini selalu menyebalkan," gumamnya, matanya mulai terpejam.

Verina mendekat, duduk di sampingnya. "Kau tahu, Ferisu, aku tidak melakukan ini untuk diriku sendiri. Aku hanya ingin kau punya sesuatu yang bisa kau andalkan di masa depan."

Ferisu membuka sebelah matanya, melirik Verina. "Tapi, Kak... aku tidak peduli soal itu. Aku hanya ingin menjalani hidup dengan santai."

Verina menghela napas panjang. "Kau mungkin bisa santai sekarang, tapi dunia ini tidak akan selamanya membiarkanmu begitu. Suatu hari nanti, kau akan memahami apa yang kumaksud."

Ferisu tidak menjawab. Ia hanya menutup matanya lagi, menikmati angin siang yang sejuk. Dalam hatinya, ia tahu apa yang Verina katakan mungkin benar.

Sementara itu, Verina hanya bisa menatap adiknya dengan perasaan campur aduk. Ia tahu ada sesuatu yang lebih dalam di balik sikap apatis Ferisu, sesuatu yang ia sendiri tidak bisa pahami sepenuhnya.

1
Nani Kurniasih
rindu sama Laura tanpa sadar memperlakukan noa seperti ketemu Laura.
Nani Kurniasih
namanya apa ya.. putus asa kah viana karena kalah terus
Mizuki
Sekumtum bunga untuk Author
Mizuki
berapa kata bjir kok gak kerasa
Noa Estonia: 1-1,5k
total 1 replies
Mizuki
tiba-tiba udah ilang lagi aja masalah kontrak sucinya, padahal w pingin lihat penyelesaian masalahnya🗿
Noa Estonia: nda ada, sekali lewat aja itu kontrak
total 1 replies
Nani Kurniasih
keren banget sih MCnya
Nani Kurniasih
😄😄😄😄 alasan yg gazebo banget
Z Uli
calon heroine
Nani Kurniasih
latihan fisik dikitlah biar kakaknya anteng 😁
Nani Kurniasih
tetaplah kekuatannya jadi rahasia agar musuh jadi lengah
Nani Kurniasih
sebenernya gak mau repot sama hal yg remeh temeh. tapi klo ada masalah yg terlampau pelik baru dech MC yg maju
Nani Kurniasih
deg degan khan. emang sekece itu MC klo udah beraksi gak ada lawan 👍🏻
Nani Kurniasih
segitu gak pake kekuatan sihir ataupun roh. gimana klo pake ya.
Nani Kurniasih
tunjukan keahlianmu ferisu . ganbatte
Nani Kurniasih
kangen Laura ya
Nani Kurniasih
apa sih makna kemenangan itu?
R AN L
yah habis,
Nani Kurniasih
ya, diam diam membaca situasi. meski cuek tapi untuk bisa santai harus pinter biar gak banyak waktu terbuang
Nani Kurniasih
Luar biasa
Nani Kurniasih
keinginannya cuma 1, bersantai 🏖️
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!