Shin adalah siswa jenius di Akademi Sihir, tapi ada satu masalah besar: dia nggak bisa pakai sihir! Sejak lahir, energi sihirnya tersegel akibat orang tuanya yang iseng belajar sihir terlarang waktu dia masih di dalam kandungan. Alhasil, Shin jadi satu-satunya siswa di Akademi yang malah sering dijadikan bahan ejekan.
Tapi, apakah Shin akan menyerah? Tentu tidak! Dengan tekad kuat (dan sedikit kekonyolan), dia mencoba segala cara untuk membuka segel sihirnya. Mulai dari tarian aneh yang katanya bisa membuka segel, sampai mantra yang nggak pernah benar. Bahkan, dia pernah mencoba minum ramuan yang ternyata cuma bikin dia bersin tanpa henti. Gagal? Sudah pasti!
Tapi siapa sangka, dalam kemarahannya yang memuncak, Shin malah menemukan sesuatu yang sangat "berharga". Sihir memang brengsek, tapi ternyata dunia ini jauh lebih kacau dari yang dia bayangkan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arifu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Didalam kegelapan naga hutan
Langkah kaki mereka menggema di sepanjang jalan setapak yang gelap dan lembap. Di sekelilingnya, pohon-pohon raksasa dengan cabang-cabang yang terjalin erat seakan-akan membentuk langit-langit alami yang menutup cahaya matahari, menciptakan suasana yang suram dan penuh misteri. Suara burung hantu yang sesekali terdengar semakin menambah ketegangan, sementara udara dingin menggigit kulit mereka.
Shin berjalan di depan, tetap dengan ekspresi datarnya, meskipun jelas terlihat dia agak cemas. Alaric berjalan di belakangnya, dengan sikap tenang dan hati-hati, matanya terfokus pada setiap gerakan di sekitar mereka. Leo, yang berjalan di sisi kanan Shin, tampak lebih hati-hati dari biasanya, mengamati setiap langkah dengan penuh kewaspadaan.
"Jadi, ini Hutan Naga Kegelapan, ya?" Shin berseru, suaranya menggema di tengah kesunyian hutan. "Tempat yang katanya bisa bikin orang gila, huh? Kelihatan biasa aja buat gue."
"Jangan terlalu yakin dulu, Shin," jawab Leo, matanya masih waspada. "Tempat ini memang penuh dengan ilusi dan jebakan. Jangan sampai kita terpancing untuk masuk ke dalam perangkapnya."
Shin mengangkat bahu, tidak terlalu peduli. "Ya udah, yang penting gue nggak keburu mati di sini, deh."
Alaric mengerutkan dahi, kemudian memalingkan pandangannya ke arah Shin. "Kamu harus berhati-hati, Shin. Hutan ini bukan tempat yang bisa diremehkan. Setiap langkah bisa membawa kita ke bahaya yang tak terduga. Di sini, semuanya bisa berubah dalam sekejap."
Shin melirik Alaric dengan tatapan bingung. "Lo ngomong kayak gue nggak tau aja. Gue kan udah sering jalan di tempat berbahaya."
"Tapi ini bukan sembarang tempat berbahaya, Shin," jawab Alaric dengan nada serius. "Kau akan segera tahu sendiri."
Shin hanya mendengus dan kembali melangkah. Di antara pohon-pohon tinggi itu, setiap langkah terasa lebih berat. Bahkan tanah di bawah kaki mereka terasa berbeda—berpasir dan lembek, seakan-akan menahan setiap langkah mereka. Waktu berlalu, dan ketegangan semakin terasa.
Setelah beberapa saat berjalan, suasana tiba-tiba berubah. Langit yang sebelumnya gelap mulai dipenuhi awan gelap yang bergerak cepat. Suara angin yang berhembus dari pohon-pohon yang bergetar menjadi lebih keras, dan tiba-tiba, semua suara di sekitar mereka menghilang. Shin berhenti sejenak, matanya melotot, merasa ada yang tidak beres.
"Kenapa mendadak sunyi begini?" Shin bertanya, suara kebingungannya terasa jelas.
"Itu berarti kita telah memasuki area berbahaya," jawab Alaric, ekspresinya serius. "Di sini, ilusi dan jebakan bisa terjadi kapan saja. Tetap waspada."
Shin memutar matanya. "Aduh, ini yang gue benci. Dibilang aja langsung kita diserang atau dikuras energinya. Jangan bikin dramatis begini, Alaric."
Tiba-tiba, sebuah suara aneh terdengar, seperti bisikan lembut yang datang dari segala arah. Sepertinya suara itu berasal dari dalam hutan, namun tidak jelas siapa yang mengucapkannya.
"Shin... Leo... Kalian sudah datang." Suara itu terdengar memanggil-manggil nama mereka. Suara yang tidak terlihat sumbernya, seolah berasal dari dalam pikiran mereka sendiri.
Shin menyeringai. "Oh, jadi ini kayak suara-suara yang bikin orang kebingungan, ya? Lalu kita mau ikut ikut aja?"
Leo tetap diam, matanya tertuju ke sekeliling, tampaknya mendengar apa yang Shin dengar, namun dia tidak mengatakan apa-apa. Dia sudah belajar untuk tidak terlalu menganggap remeh hal-hal seperti ini.
"Jangan dengarkan suara itu, Shin," kata Alaric dengan tegas. "Itu adalah salah satu ilusi dari hutan ini. Kalau kamu tidak hati-hati, suara itu bisa membawamu ke tempat yang jauh lebih berbahaya."
Shin tertawa, suara itu jelas-jelas mengganggunya, namun dia berusaha untuk tetap tenang. "Ilusi? Wah, kalau itu cuma ilusi, berarti gue bisa ngelawan dong, ya?"
Tiba-tiba, mereka mendengar suara langkah kaki yang berat. Alaric segera menarik pedangnya dan berdiri siap siaga. Shin menatap Leo dengan cemas.
"Lo yakin kita nggak salah jalan?" tanya Shin, menyadari ada sesuatu yang aneh.
Namun sebelum Leo bisa menjawab, sosok besar muncul dari balik pohon besar. Seekor monster raksasa dengan kulit bersisik hitam, mata menyala merah, dan mulut penuh dengan gigi tajam. Naga itu menggeliat keluar, mengeluarkan raungan keras yang mengguncang tanah di sekitar mereka.
"Sepertinya... kita benar-benar nggak sendirian di sini," Shin berkata dengan nada datar, meskipun matanya terlihat sedikit terkejut.
Alaric segera maju, menyiapkan pedangnya. "Shin, Leo, jangan turun ke pertarungan langsung. Monster ini bukan sembarangan."
Shin menggelengkan kepalanya. "Gue sih lebih senang kalau langsung bertarung. Ngapain takut-takut, ya kan?"
Leo melangkah maju, berusaha tenang. "Shin, jangan gegabah. Ini monster yang berbahaya."
Namun Shin sudah tidak sabar. "Udah, Leo. Ini kesempatan gue buat nyoba sihir kacau gue," katanya sambil memutar tangannya. Sebuah energi sihir yang sangat kacau meletus dari tangannya, menciptakan kilatan yang tak terduga.
"YAHHH!!!" Shin berteriak, menggunakan sihir yang masih sangat kacau. Tiba-tiba energi itu mengeluarkan ledakan besar yang mengarah langsung ke naga itu, namun ledakan tersebut meleset dan malah menghancurkan beberapa pohon di sekitarnya.
Naga itu mengamuk, terbang tinggi dan mengeluarkan semburan api yang besar, menyelimuti area sekitar mereka dengan panas yang luar biasa.
"Shin! Hati-hati!" teriak Leo, berlari ke arah Shin.
Namun sebelum mereka bisa bereaksi lebih lanjut, sosok naga itu menghilang dalam bayang-bayang kabut hitam, hanya meninggalkan rasa teror yang menggelayuti udara.
"Kalian benar-benar berani," suara itu tiba-tiba terdengar di tengah hutan. "Tapi keberanian kalian akan menjadi kebodohan. Tidak ada yang bisa mengalahkan Dewa Naga Kegelapan."
Sebuah suara yang begitu dalam dan menakutkan, seakan berasal dari alam itu sendiri. Shin menatap ke sekelilingnya, cemas. "Tunggu, itu kan..."
Tapi tiba-tiba, kabut hitam semakin tebal, dan mereka tidak tahu lagi apa yang akan terjadi.