NovelToon NovelToon
Tempus Amoris

Tempus Amoris

Status: sedang berlangsung
Genre:Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Cinta pada Pandangan Pertama / Cinta Seiring Waktu / Keluarga / KDRT (Kekerasan dalam rumah tangga)
Popularitas:4.8k
Nilai: 5
Nama Author: Uppa24

realita kehidupan seorang gadis yang dari kecil cacat akan kasih sayang yang sebenarnya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

apa ini,!!

Sementara itu, Aluna di sisi lain juga merasa bingung dengan dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya, ia menyadari bahwa ada sisi dari Elvanzo yang hangat. Tapi tetap saja, ia merasa makan siang ini telah menjadi jauh lebih aneh dari yang ia harapkan.

Saat mereka akhirnya selesai makan dan bersiap untuk kembali ke klinik, keduanya berjalan berdampingan dalam diam kekuar dari restoran menuju parkiran. Namun, di dalam hati masing-masing, mereka tahu bahwa meskipun makan siang itu sedikit kacau, pengalaman itu menambah warna baru dalam hubungan mereka.

...~||~...

Di dalam mobil, perjalanan kembali ke klinik berjalan dalam keheningan yang dipenuhi ketidaknyamanan tipis. Aluna memandang ke luar jendela, menikmati pemandangan jalanan yang bergerak perlahan. Di sisi lain, Elvanzo memegang kemudi dengan sesekali melirik ke arahnya, berusaha memecah kecanggungan yang membayang sejak makan siang tadi.

“Kau sering ke restoran itu sebelumnya?” tanya Elvanzo tiba-tiba, mencoba memulai percakapan.

Aluna menoleh perlahan dan menjawab singkat, "baru dua kali, dan itu kau yang mengajak."

"Oh, benarkah ?" Elvanzo tersenyum kecil, mencoba mencairkan suasana.

“Iya” balas Aluna sambil tersenyum tipis. Tetapi tatapannya segera kembali terfokus pada jendela, meninggalkan Elvanzo yang merasa usahanya setengah gagal.

Setelah beberapa detik hening lagi, Elvanzo mencoba taktik lain. "Aku tadi berpikir, soal waktu kuliahmu. Kau kan lumayan lama kuliah online, ya? Empat semester, bukan?" katanya tanpa sadar membuka topik sensitif.

Aluna mendadak menegang. Tangannya yang sedari tadi memainkan tali tas di pangkuannya berhenti bergerak. Tatapannya tetap ke luar jendela, tapi ekspresinya berubah.

“Ya,” jawabnya pelan.

Elvanzo merasakan perubahan atmosfer, namun ia tak segera menyadari apa yang salah. Dengan nada yang lebih santai, ia melanjutkan, “Mungkin itu seru ya, bisa belajar dari rumah sambil ngatur waktu sendiri? Apa yang bikin kau akhirnya pilih offline lagi?”

Pertanyaan itu, meski terkesan ringan bagi Elvanzo, seolah mengetuk pintu hati Aluna yang enggan dibuka. Gadis itu terdiam sejenak sebelum menghela napas panjang.

“Vanzo, kurasa ini bukan sesuatu yang ingin aku bicarakan,” jawabnya lirih, suaranya sarat dengan ketegangan yang mencoba ditekan dan panggilan 'kak' yang lagi tak terucap.

Elvanzo langsung menyadari bahwa ia telah menyentuh topik yang salah. Ia menoleh sejenak, menangkap kilatan emosi di mata Aluna melalui cermin samping. “Ah, maaf, aku tidak bermaksud…”

Aluna memotong, suaranya lebih tegas. "Sudah, nggak apa-apa. Lupakan saja."

Setelah itu, keheningan yang lebih berat meliputi mereka. Elvanzo merasa bersalah karena telah menyinggung sesuatu yang jelas-jelas sensitif bagi Aluna. Di sisi lain, Aluna berusaha sekuat tenaga untuk menenangkan pikirannya yang mulai terusik oleh kenangan lama.

Ketika mobil berhenti di depan klinik, Aluna langsung membuka pintu dan keluar tanpa menunggu Elvanzo berkata apa-apa. “Terima kasih untuk makan siangnya,” katanya singkat tanpa menoleh, lalu melangkah cepat menuju pintu masuk klinik.

Elvanzo hanya duduk diam di dalam mobil, menatap punggung Aluna yang semakin menjauh. Perasaan campur aduk menguasainya—penyesalan, rasa ingin tahu, sekaligus keinginan untuk memperbaiki situasi. Namun, ia tahu bahwa saat ini, gadis itu membutuhkan ruang.

Saat keluar dari mobil dan berjalan menuju klinik, Elvanzo berbisik pada dirinya sendiri, "Aku harus lebih hati-hati... Dia lebih rapuh dari yang terlihat."

##Di dalam klinik

Di klinik, suasana tetap ramai dengan para pasien yang keluar masuk. Yuri, yang sedang menata beberapa perlengkapan di meja resepsionis, melirik ke arah Aluna dan Elvanzo yang baru saja tiba. Dari cara mereka berjalan beriringan dengan jarak yang amat jauh dan saling diam, Yuri langsung menyadari ada sesuatu yang tidak beres.

“Sepertinya ada yang aneh,” gumam Yuri pada Alendrox yang sedang duduk sambil memeriksa catatan di ponselnya.

Alendrox menatap istrinya sejenak sebelum melihat ke arah yang dimaksud. Ia mendapati Elvanzo dan Aluna yang bergerak menuju ruangan masing-masing tanpa saling bicara. “Hmm, kau benar. Biasanya mereka tidak sekaku itu ,” ujar Alendrox sambil menyipitkan mata. “Kau pikir mereka bertengkar?”

Yuri menggeleng kecil, lalu tersenyum jahil. "Entahlah. Tapi kita tidak bisa membiarkan suasana seperti ini di klinik, bukan? Aku punya ide."

Beberapa jam kemudian, ketika jam operasional klinik hampir selesai, Yuri mendatangi Elvanzo yang sedang menyusun jadwal pasien untuk esok hari. “Vanzo, ada urusan kecil di ruang istirahat. Bisakah kau membantuku sebentar?” katanya dengan nada lembut namun mendesak.

Elvanzo, meskipun merasa sedikit curiga, tetap mengangguk. "Baik, apa yang harus aku lakukan?"

Di sisi lain, Yuri mendekati Aluna yang sedang mengatur berkas. “aluna, aku butuh bantuanmu sebentar di ruang istirahat. Ada yang perlu dibereskan.” Aluna mengangguk tanpa curiga.

Setibanya di ruang istirahat, mereka berdua terkejut mendapati diri mereka sendirian di ruangan itu. Di meja, ada satu set minuman dan makanan ringan yang sudah ditata rapi, sementara Yuri dan Alendrox menghilang begitu saja.

“Kenapa mereka pergi?” tanya Aluna, lebih kepada dirinya sendiri.

“Aku juga tidak tahu,” sahut Elvanzo sambil menyentuh belakang lehernya. Kecanggungan kembali melingkupi mereka.

“Ini pasti ulah Kak Yuri,” gumam Aluna, menyipitkan mata. "Dia benar-benar terlalu banyak akal."

Elvanzo terkekeh kecil, lalu berkata dengan suara ringan, “Yah, mungkin dia mencoba membuat suasana lebih nyaman setelah… makan siang tadi.”

Aluna terdiam. Keningnya sedikit berkerut, tapi dia tidak menjawab apa-apa. Sementara itu, Elvanzo mulai merasa semakin kaku. Ia melirik makanan di atas meja, mencoba mencari topik untuk mencairkan suasana. “Sepertinya ini roti favoritmu. Kau mau mencoba?” tanyanya sambil mendorong sepiring roti kecil ke arah Aluna.

Namun, sebelum Aluna sempat menjawab, pintu tiba-tiba terbuka, dan Yuri masuk dengan ekspresi ceria yang terlalu dibuat-buat. "Oh, maaf, aku lupa membawa teh tambahan. Eh, tunggu, kalian belum mulai makan?"

“Yuri!” seru Aluna, menatap kakaknya dengan tatapan kesal.

Alendrox muncul dari belakang Yuri sambil menahan senyum. “Ayolah, jangan tegang begitu. Ini hanya camilan. Pasti enak kalau kalian menikmatinya bersama, bukan?” katanya, jelas-jelas menggodai.

Namun, bukannya menjadi lebih santai, suasana malah semakin aneh. Elvanzo tersenyum kaku sementara Aluna memalingkan wajah, berusaha mengabaikan tatapan Yuri yang penuh arti. Dalam hati, Elvanzo memikirkan betapa sulitnya menyelami gadis di depannya itu.

Saat perjalanan pulang di malam hari, Elvanzo tak bisa menghentikan pikirannya dari melayang pada Aluna. Ia teringat bagaimana gadis itu tampak begitu tegar di hadapan pasien-pasien tadi siang, tetapi kemudian berubah menjadi penuh rahasia saat mereka bersama.

“Ada sesuatu yang membuatnya begitu… berbeda,” gumam Elvanzo sambil menghela napas, matanya memandang jalanan yang kosong.

Ia menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi, membiarkan bayangan Aluna memenuhi pikirannya. "Bagaimana caraku mendekatinya tanpa membuat semuanya salah lagi?" pikirnya dalam hati, merasakan perasaan aneh yang perlahan tumbuh setiap kali ia berada di dekat gadis itu.

1
Lilovely
Mangat thor/Applaud/
Anonymous
semangat
Anonymous
aku suka banget ceritanya
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!