Memiliki kehidupan yang nyaris sempurna, Marsha memiliki segudang prestasi, ia juga terampil dalam seni lukis dan percintaan yang bahagia bersama Reno─sepupunya sendiri. Mereka telah membangun rencana masa depan yang apik, namun siapa yang akan menyangka takdir tidak selalu mengikuti semua rencana.
Marsha tiba-tiba harus menggantikan Maya─kakaknya yang kabur karena menolak menikahi Alan─pria pilihan orang tuanya berdasarkan perjanjian bisnis. Masa depan perusahaan orang tuanya yang diambang kebangkrutan sebagai konsekuensinya.
Bagai simalakama, terpaksa Marsha menyetujuinya. Statusnya sebagai pelajar tidak menunda pernikahan sesuai rencana diawal. Alan adalah pria dewasa dengan usia yang terpaut jauh dengannya ditambah lagi ia juga seorang guru di sekolahnya membuat kehidupannya semakin rumit.
Menjalani hari-hari penuh pertengkaran membuat Marsha lelah. Haruskah ia berhenti mengukir benci pada Alan? Atau tetap melukis cinta pada Reno yang ia sendiri tidak tahu dimana ujung kepastiannya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rieyukha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
V - SECRET ADMIRER
"Sha, kata Tiwi lo menghadap guru ya?" tanya Sarah menyambut Marsha begitu masuk kelas.
"Hm?" Marsha bingung karena bersamaan ia melihat Lily sedang memperhatikan sesuatu dikolong mejanya.
Begitu ia tersadar Marsha memperhatikan arah matanya, Lily langsung mengalihkan pandangannya dengan jengah dan terpaksa ia tersenyum kikuk pada Marsha yang Marsha sambut dengan senyuman tipis, tapi matanya cukup menyorotkan 'Ada apa di mejaku, hm?'
"Bukan masalah kok, santai aja. Tiwi bilang apa aja?" Marsha mengintip kolong mejanya, sudah ada sebuah bingkisan lagi. Marsha menghela napas berat, ini pasti dari orang yang Marsha tidak pernah tahu siapa, tapi sama seringnya seperti Davi dan Bima beberapa bulan terakhir.
"Kenapa memangnya?" Sarah tersenyum usil menantang Marsha, membuat wajah santai Marsha seketika menegang.
Informan Tiwi bukan kaleng-kaleng, Marsha khawatir ia sampai tahu lebih jauh tentangnya jika informannya melihat Marsha berjalan bersama Alan.
"Mau lo yang ngomong ap─"
"Pagi, anak-anak." sapa Ibu Deliana, guru mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas 12 sekaligus menjabat sebagai wali kelas mereka─biasa disapa 'Bu De' oleh murid-muridnya─seraya berjalan memasuki ruang kelas, "Kuis tipis-tipis mengasah otak setelah sebulan belajar ya!"
Pengumuman itu tentu membuat sebagian besar muridnya menolak, memohon jangan dilaksanakan yang tentu saja ditolak oleh Bu De.
"Simpan semua buku dan ponsel, hanya ada alat tulis tok di meja." perintah Bu De tegas.
Bu De mulai berkeliling membagikan lembaran kuis, ia melirik menggoda kearah Marsha. "Penuh lagi meja kamu, Marsha." terang saja Bu De tahu tentang sukanya Davi dan Bima karena teman-teman kelasnya yang ember dan juga Bima yang tengil terang-terangan titip salam melalui wali kelas Marsha itu.
Marsha hanya tersenyum tipis seraya mengangkat paper bag kearah Bu De, meminta Bu De mengambil beberapa untuknya.
"Terima kasih Marsha," Bu De mengambil dua buah cokelat berukuran sedang, Bu De tahu jika muridnya satu ini alergi dengan cokelat. "Yang lain di jam istirahat ya, sekarang tetap kuis! Jangan jadi alasan kisah cinta tak terbalas Marsha untuk diam-diam buka handphone diujung sana, Bowo!" tegur Bu De yang disambut gelagapan Bowo yang nyaris menjatuhkan ponselnya karena panik ketahuan. Ia hanya menyeringai malu.
~
Saat istirahat seperti biasa teman-teman kelas Marsha akan mengambil cokelat-cokelat itu, bagi yang ingin saja.
"Jahat nggak sih lo gini, Sha? Di ambil tapi buat di bagi-bagikan. Kalau tahu si Bima ngamuk dia nggak sih." Dina merasa tidak enak tapi tangannya tetap membuka bungkusan cokelat itu dan melahapnya dengan nikmat. Perkataannya barusan sangat tidak mewakili tindakannya yang jelas bertentangan membuat Sarah mencebik mengejek ke arahnya.
"Gayamu Din, weks!" ejek Sarah.
"Enggak Din, santai aja. Dia pernah maksa ambil dan bilang buat dibagi ke teman-teman juga nggak apa-apa yang penting gue ambil, serius." jawab Marsha jujur, memang begitu kejadiannya. Jawaban Marsha tentu tidak terlalu di gubris oleh Dina yang hanya berbasa-basi.
"Lil, kenapa sih nggak pernah mau cokelat dari Marsha?" Dina bertanya santai pada teman sebangkunya yang pendiam itu, ia sebangku tentu sadar akan hal itu.
"Mungkin Lily alergi cokelat juga kali kayak Marsha." celetuk Sarah.
Dina dan Lily sama-sama kaget mendengarnya, Dina yang sedang asik mengunyah dengan anggun itu tiba-tiba tersedak, sedangkan Lily hanya bergeming menatap punggung Marsha dari belakang yang sedang sibuk dengan ponselnya.
Sarah yang sedang nongkrong di meja Dina dan Lily itu dengan cepat memberikan minuman pada Dina yang hampir saja bengek karena tersedak.
V: [Hai, semoga kamu suka hadiah dari aku yaa.]
V: [Oh ya, tadi pagi kamu bareng guru baru ya? Apa kamu ada hubungan sama guru itu, maaf kalau aku lancang, penasaran aja.]
Mereka yang dari tadi bercerita dan Marsha hanya sesekali menyahut obrolan dari tempatnya, kini ia diam tidak menyahut teman-temannya yang salah satunya hampir pingsan karena tersedak cokelat darinya ia malah termangu menatap ponselnya khawatir.
'Siapa sih si V ini? tadi? berarti hari ini dia datang pagi juga, tapi kok kayaknya tadi pagi malah pak Cakra baru buka gerbang. Duhhh, mumet banget sih, apa teman sekelas kali ya.'
Marsha mengedarkan pandangan menelisik ruangan kelasnya, ia mengernyit begitu melihat Dina yang sedang terbatuk-batuk melambai kearahnya.
"Kenapa?" tanya Marsha dengan suara yang cukup tinggi untuk bisa didengar mereka yang berada disudut ruangan lainnya.
"Sorry Sha, uhuk! Uhuk!"
"Dibilangin minum dulu, nih!" Sarah menyodorkan air mineral botolan kepada Dina. Akhirnya Dina kembali minum untuk melegakan tenggorokannya, lalu ia menarik napasnya dengan perlahan.
"Kesedak cokelat, Sha." Sarah memberi tahu. "Kamu baca doa nggak sih pas makan, untung nggak bengek, sampe merah marun muka mu Din, Din." celetuk Sarah.
"Sialan." umpat Dina kesal.
Marsha hanya tersenyum tipis melihat pertengkaran kecil Dina dan Sarah, namun matanya tidak lepas dari Lily yang sibuk dengan ponselnya, ia terlihat serius mengetik sesuatu. Sama sekali tidak menghiraukan Dina dan Sarah yang didekatnya.
Ponsel Marsha kembali menyala,
V: [Marsha, maaf kan aku yang selama ini nggak tahu kalau ternyata kamu alergi cokelat. Why don't you say something about it.]
Marsha mengernyit, kenapa V tiba-tiba membahas tentang alergi cokelat. Marsha menoleh kearah meja Dina dan Lily, Lily juga sedang melihat kearahnya dan tersenyum seraya melambaikan cokelat ditangannya
"Thanks, Sha." Marsha hanya membalas dengan anggukan kepala.
Lily sudah tidak dengan ponselnya ia sudah sibuk berbaur dengan Sarah, Dina dan juga Tiwi yang baru kembali ke kelas membawa informasi tentang Alan yang ternyata mengajar hanya di kelas sebelas. Samar-samar Marsha mendengarnya.
Marsha bergeming, ia ragu ingin membalas pesan dari V atau membiarkannya kali ini. Ia melirik Lily, jika Marsha membalas dan Lily langsung membuka ponselnya untuk mengecek, Marsha berasumsi lima puluh persen mungkin Lily si V.
Marsha: [Hai V, udah gue bilang sama lo nggak perlu repot-repot kasih apapun ke gue. Please, this is the last one. Gue nggak tahu siapa lo.]
Send. Marsha menoleh kearah kerumunan Sarah dan yang lainnya, tentu disana ada Lily. Ia akan melihat sampai chat-nya terbalas dan memastikan Lily tidak memegang ponselnya.
V: [Kamu akan segera tahu aku.]
Marsha bergeming, Lily sama-sama sekali tidak memegang ponselnya tapi pesan V terbalas. 'Jadi siapa?' batin Marsha, ia mulai panik jika si V mencari tahu tentang dirinya lebih lanjut dan tahu tentang pernikahannya akan berdampak pada sekolahnya nanti.
Marsha: [Gue nggak punya waktu untuk hal kayak gini V, jujur cara lo buat gue nggak nyaman.]
Tidak ada lagi balasan dari V, beberapa detik kemudian Lily beranjak dari kursinya dan berjalan keluar kelas seraya menerima panggilan melalui ponselnya, kini ia menatap serius Marsha sesaat dan menghilang di balik pintu kelas.
~
Marsha membuka pintu penumpang, ia melihat Alan dibalik kemudi hanya diam tanpa ekspresi seperti biasanya. Ketika Marsha meletakkan tas beserta semua hadiah yang ia dapat hari ini, membuat Alan mengernyit begitu ada yang ia tidak lihat saat di ruangannya tadi.
"Ada lagi?" Alan melirik ke belakang, bermaksud memberi tahu bahwa ia tahu ada yang lain yang diterima Marsha.
Marsha yang baru saja selesai mengenakan seat belt-nya menghela napas lelah, hari ini ia benar-benar merasa pikirannya terkuras.
"Nggak tahu itu dari siapa, tadi dikelas udah ada di meja." Marsha berkata jujur.
"Oh dari secret admirer, mau dua tahun juga?" Alan mulai menjalankan mobilnya, ia berkata tanpa melihat ke arah Marsha.
"Enggak, sekitar empat bulan." jawab Marsha lirih, ia masih menatap Alan berharap tidak kena marah atau ceramah seperti tadi pagi.
"Dia ada hubungi kamu kan."
Marsha mengalihkan pandangannya menoleh ke depan menatap lurus jalanan didepannya, kini Alan yang meliriknya sesaat karena tidak mendapat jawaban dari Marsha. Ia pun hanya diam kembali fokus mengendarai tidak menuntut jawaban. Itu berarti iya, dia menghubungi Marsha.
Marsha merasa tidak enak, ia bahkan sudah mencari tahu tentang kontak V yang iya sendiri tidak mendapatkan apa-apa selain itu adalah nomor yang tidak bisa di deteksi.
***