Saat aku ingin mengejar mimpi, berdiri dalam kesendirian pada ruang kosong yang gelap,tidak hanya kegelapan, dinginpun kian lama menyelimuti kekosongan itu. Perlahan namun pasti, kegelapan itu menembus ulu hati hingga menyatu dengan jiwa liar yang haus akan kepuasan. Jangan pernah hidup sepertiku, karena rasanya pahit sekali. Hambar namun menyakitkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cevineine, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23
Sepasang mata laki laki itu kini tengah menatapku intens, aku tidak tahu mengapa dia bertingkah laku seperti ini. Sudah hampir satu jam dia menghadapku tanpa sepatah katapun. Hingga aku yang jengah memutuskan untuk memecah keheningan ini.
"Lo ngapain sih nyusulin gue kesini?" ujarku
"Emang ada larangan ya?" aku menoleh was was takut jika Ethan menangkap basah kami seperti ini.
"Ya nggak ada, tapi rencana kita diawal lo inget kan? Jangan sampe Ethan tahu yang sebenarnya" aku memincingkan mata kesal terhadap laki laki ini.
"Terus gimana dong? Gue kangen" celetuknya tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Saat ini kami berada di pusat belanjaan yang terdekat dari rumah sakit tempatku berobat, karena Ethan tidak bisa mengantarku untuk kontrol alhasil aku dengan senang hati berangkat sendiri. Ketika selesai melakukan pengecekan kesehatan ulang, tidak ada angin tidak ada hujan Raymond yang notabene sepupuku tiba tiba menelepon dan mengabari jika dirinya sedang ada di Singapura.
Aku terkaget kaget ketika mendengar penuturan darinya, sebab Ethan saat ini sangat sensitif sekali jika mendengar namanya. Terlebih ketika kejadian terakhir kali kita bertengkar. Membayangkannya saja aku sudah meringis miris. Apalagi jika tahu bawha Raymond menyeretku jalan jalan, tanpa seizinnya.
"Lo biasa juga gue tinggal deh, kenapa jadi mellow begini lo?" kemudian ia menunjukkan muka ala ala sok sedihnya itu yang semakin membuatku muak.
"Gue mau balik aja ke Amrik" sontak aku menoleh padanya.
"Dih kenapa lo? Patah hati lo? Tiba tiba amat" dia menggeleng, sedetik kemudian dia menoyor kepalaku gemas.
"Aduh, lo kenapa dah" pekikikku kesal terhadapnya
"Gue bukan pengangguran ya, monyet" kemudian aku terkekeh geli, ketika mengingat cerita Ratna jika Serly curhat kepadanya tentang perilaku Raymond sembari menangis nangis. Mungkin ini alasan dia untuk kembali ke negara tempat tinggalnya itu.
"Lo kenapa sih ketawa ketawa sendiri? Sinting lo?"
"Lo jujur deh Mond" kali ini aku menatap serius ke arahnya.
"Apaan?"
"Lo ada apa sih sama Serly?" sontak ia gelagapan mendengar pertanyaanku, aku tersenyum jahil kearahnya.
"Gue nggak kenapa kenapa sih, lo aja yang aneh"
"Serly disini tau" celetukku.
"SERIUS LO?" ia membeo kaget, lalu dengan santai aku mengangkat ponsel seolah olah akan menelepon seseorang.
"JANGAN MONYET LO MAU NGAPAIN" kemudian ia menarik narik tanganku yang mencoba menjauhkan ponsel dari dirinya.
"Lo apaan sih, gue mau telepon suami gue" lalu gerakannya terhenti dan menoleh curiga terhadapku.
"Sejak kapan lo manggil dia mesra kaya gitu? Gak biasanya banget" ujarnya menggebu gebu. Aku mengendikkan bahu acuh.
Sembari mendengar celotehan Raymond, aku memutuskan menghubungi Ethan sekali lagi, tidak biasanya dia tak mengangkat telepon karena aku tahu betul jika dia tidak bisa jauh dari ponselnya itu.
Aku mencoba berkali kali untuk menelepon dan mengirim pesan singkat ke arahnya, namun nihil. Satupun dari pesan ku tidak ada yang digubris olehnya. Aku tahu jika ia sibuk, tapi sesibuk sibuknya Ethan, ia pasti mengangkat telepon dariku. Apalagi sambungan tersebut spam.
"Lo kenapa sih Ness?"
"Ethan kenapa ya kok nggak respon panggilan gue?"
"Sibuk kali" jawab Raymond acuh
"Nggak biasanya Mond" aku mulai panik dibuatnya, perasaan ku tidak enak.
"Lo mau gue anter pulang?"
"GAK" ujarku sewot kepadanya.
Lalu aku bergegas pergi meninggalkan Raymond yang masih memanggil manggil namaku. Persetanan, kali ini apa yang Ethan lakukan dibelakangku sampai sampai ia tak mengangkat sambungan telepon maupun pesanku. Aku berjalan cepat keluar gedung mall ini, setengah berlari aku melangkah pulang. Jujur saja, aku khawatir jika terjadi sesuatu terhadapnya. Bagaimanapun juga ia telah baik kepadaku, jadi aku sedikit iba terhadapnya.
...****************...
Disana, telah berdiri seorang laki laki dengan tangan mengepal menahan amarah, pasalnya ia tengah memergoki wanitanya bersenda gurau dengan pria yang tempo lalu sempat dipukulnya hingga babak belur. Belum kapok juga ternyata. Batin Ethan.
Kemudian ia bergegas meninggalkan dua manusia tersebut dengan emosi, ia cemburu melihat isterinya berjalan bersama Raymond itu.
Niat hati tadi ingin membuntuti isterinya yang sudah selesai Chek-up, namun ia dikejutkan oleh kejadian yang tidak terduga. Ethan kesal bukan main terlebih Anessa tidak mengabarinya.
Lalu ia bergegas pulang sebelum isterinya sempat memergoki jika dirinya sedang mengintai mereka.
Ketika sampai di unit apartement yang telah ia sewa, laki laki itu melempar sandal yang ia kenakan kesembarang arah, bahkan ia mengacak acak rambutnya dengan frustasi. Selimut yang tidak bersalah pun sengaja ia tarik dan lempar.
KLEKKK
Ethan menoleh pada sumber suara, disana isterinya tengah berdiri dengan muka kikuk. Terlebih melihat kondisi Ethan dan kamar yang sudah acak acakan.
"Loh kok kamar jadi berantakan seperti ini, kamu kenapa?" tanya Anessa dengan sedikit geli.
"Gak kenapa kenapa kok" jawab Ethan dengan nada sinis.
Dalam hati Anessa bahagia, karena sebelum ia melangkah keluar gedung, wanita itu mendapati punggung laki laki yang sangat familiar. Dan ia baru sadar mengapa laki laki itu tidak mengangkat telponnya dari tadi.
"Kamu dari mana tadi?" tanya Ethan ketika Anessa tak kunjung bertanya lagi kepadanya.
"Dari jalan jalan sebentar" Ethan menoleh dramatis, kemudian ia mengangkat keningnya lebar lebar dan mengangguk angguk.
"Oh oke kalau begitu" jawabnya dengan nada sedikit tidak sabaran.
"Kamu ini kenapa kok aneh sekali" sahut Anessa dengan menahan tawa.
"Terus laki laki itu kenapa kesini, kenapa kalian jalan berdua" seru Ethan tidak sabaran ketika isterinya tak kunjung terus terang.
"Oh itu, dia lagi main aja. Besok kan dia kembali ke Amerika" jawab Anessa dengan santai.
"Kan bisa nggak usah mampir kesini segala" sungut nya masih tidak terima mendengar penuturan dari isterinya tersebut.
"Orang mau berkunjung apa salahnya?"
"SALAH, SANGAT. SANGAT. SALAAH" jawab Ethan dengan dramatis.
"Lebay kamu, sudahlah aku mau masak. Kamu kalau masih tidak terima sana makan saja diluar. Aku akan memasak untuk Raymond saja"
"No no no Sweet cake, aku akan makan disini saja" kemudian dia bersidekap, menandakan jika ia tidak terima dengan pengusiran halus dari isterinya itu.
"Hari ini aku masak banyak loh"
"Terus kenapa?"
"Kamu mau makan semuanya?"
"IYA"
Lalu Anessa melengos dan mengabaikan laki laki itu yang sempat mencibir kearahnya.
Setelah semua hidangan selesai, Anessa memisahkan sedikit masakannya ke wadah susun yang telah ia beli sebelumnya. Memang benar, ia memasak banyak untuk dibagi juga dengan Raymond. Ethan yang melihat isterinya telah memindahkan sebagian masakannya ke wadah bertanya.
"Untuk siapa?"
"Raymond" Ethan melotot mendengar jawaban dari isterinya tersebut, kemudia ia merebut kotak makan itu dari tangan isterinya. Anessa yang sudah hafal dengan tingkah suaminya tersebut tidak ambil pusing, lalu ia mengambil lagi kotak bekal satu lagi.
"Sweet cake, aku bilang tidak usah biarkan saja dia makan diluar" sungut Ethan dengan gemas.
"Berbagi itu indah, kan kamu yang mengajarkannya padaku"
"Tapi tidak dengan dia"
"Apa masalahnya?"
"Karena dia rumah tangga kita berantakan"
"Bukan"
"Lalu jika bukan dia siapa lagi" jawab Ethan dengan emosi.
"Kamu lah, siapa lagi? Sudahlah ayo ikut aku mengantar makanan ini saja atau aku berangkat sendiri?"
"Terserah katamu"
"Yasudah" kemudian Anessa bersiap akan mengantar kontak bekal tersebut ke lantai atas kamarnya. Betul, Raymond menyewa unit yang sama dengan tempat tinggalnya.
Ethan melotot ketika mendapati jika isterinya memiliki kartu akses milik laki laki itu, ia meruntuk sebal. Hal ini terdengar hingga Anessa risih akan kicauan laki laki itu.
"Bahkan sampai memiliki kartu aksesnya, hebat kamu" Ethan menggeleng dan bertepuk tangan dramatis melihat keluwesan isterinya yang memencet tombol sandi pada unit tersebut.
Ketika pintu terbuka, mereka tidak melihat adanya tanda tanda sang penghuni. Mata Anessa beralih pada secarik kertas yang sengaja di selipkan diatas nakas.
'Baby, aku pergi dulu ya. Kalau ingin sesuatu segera hubungi aku"
Ethan yang ikut membaca surat tersebut tidak terima mendengar panggilan dari laki laki itu.
"Keparat" desis Ethan. Bahkan Anessa yang mendengarkan bisikan tersebut ikut merinding. Membayangkan jika Ethan bertingkah bodoh lagi kepada sepupunya itu. Raymond bego. Batin Anessa.
"aku dan teman kamarku"