Alice Alison adalah salah satu anak panti asuhan yang berada di bawah naungan keluarga Anderson.
Lucas Anderson merupakan ahli waris utama keluarga Anderson, namun sayang dia mengalami kecelakaan dan membutuhkan donor darah. Alice yang memiliki golongan darah yang sama dengan Lucas pun akhirnya mendonorkannya.
Sebagai balas budi, kakek Anderson menjodohkan Lucas dengan Alice.
Menikah dengan Lucas merupakan impian semua perempuan, tapi tidak dengan Alice. Gadis itu merasa tersiksa menjalani pernikahannya dengan pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kikoaiko, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 21
"Begitukah sikap seorang istri yang baik, pergi keluar rumah tanpa berpamitan kepada suami. Dan juga asik mengobrol dengan lawan jenis" sindir Lucas ketika melihat kedatangan sang Alice.
Alice terkejut mendengar suara suaminya yang tiba-tiba. Dia menghela nafas pelan dan menutup pintu rumahnya kembali, setelah itu dia menjawab ucapan suaminya.
"Aku sudah mengirim pesan kepadamu, Lucas. Tapi kamu tidak membalasnya" ucap Alice.
"Itu artinya aku tidak mengizinkanmu. seharusnya kamu tidak pergi jika aku tidak membalas" balas Lucas dengan nada suara tinggi, menyiratkan rasa kekesalan yang mendalam.
Alice merasakan denyut jantungnya mempercepat, berusaha keras untuk tetap tenang di tengah badai emosi yang menerjang. "Lucas, aku hanya pergi ke acara pameran seni lukis, dengan temanku, karena galeriku mendapatkan undangan untuk menghadiri acara tersebut. Aku tidak berpikir itu akan menjadi masalah besar."
Namun, raut wajah Lucas semakin keras, matanya menyala dengan api cemburu dan ketidakpercayaan. "Oh, jadi seperti itu. sekalian kamu biar bisa caper dengan Regantara itu"
Alice merasa air matanya mulai menumpuk, namun dia berusaha mengendalikannya. "Tidak ada yang caper Lucas. Aku mengirimimu pesan, itu artinya aku tidak menyembunyikan apapun darimu." Lucas mendengus, berjalan mendekati Alice dan menatapnya dengan tatapan yang tajam.
"Aku tidak suka ini, Alice. Aku tidak suka kamu berteman dengan orang lain tanpa sepengetahuanku, terlebih lagi laki-laki." Alice mengambil nafas dalam-dalam, merasa kecewa dengan sikap posesif suaminya itu.
"Lucas, aku mengenalnya hanya sebagai kolega, tidak lebih. Tolong jangan salah paham."
Mata Alice berkilat, menahan rasa kecewa yang mendalam saat mendengar suara Lucas yang terdengar lelah tapi tetap tegas.
"Baiklah, tapi lain kali, pastikan aku mengetahui segalanya sebelum kamu pergi," ucap Lucas sambil menatap Alice dengan pandangan yang sulit dibaca.
Alice mengangguk lemah, bibirnya bergetar sedikit. Rasa lega bercampur dengan kesedihan menyelimuti hatinya, mengetahui bahwa masih ada ruang untuk perbaikan di dalam pernikahan mereka, tapi juga menyadari betapa rapuhnya kepercayaan yang kini terjalin antara mereka.
Namun, bayangan Lucas yang ditemani oleh perempuan lain di pameran seni lukis itu kembali menghantui pikirannya. Seorang perempuan yang dengan yakinnya Alice percaya bukan sekadar teman atau sahabat. Rasa sakit menggumpal di dadanya, menciptakan benang kusut kekecewaan yang semakin menegangkan.
Lucas yang menangkap perubahan emosi pada wajah Alice, menghela napas berat. Dia mengerti bahwa jalan mereka masih panjang dan berliku, dan bahwa setiap langkah yang mereka ambil harus dipikirkan dengan hati-hati untuk menghindari lebih banyak rasa sakit.
Alice menatap ke arah jendela, mencari ketenangan dalam sorotan rembulan yang menyinari bumi. Meskipun dia tahu bahwa perjalanan mereka untuk memulihkan kepercayaan tidak akan mudah, dia juga tahu bahwa tidak ada yang tidak mungkin selama mereka berdua bersedia untuk berusaha.
Alice melangkahkan kakinya menuju ke kamarnya menyusul Lucas, kebetulan kakek Anderson sudah tidur sehingga tidak mengetahui perdebatan mereka berdua.
Ceklek.....
Air mengalir dengan lembut dari shower di kamar mandi, memecah kesunyian malam yang telah larut. Alice, dengan langkah lembut, menyiapkan baju tidur berwarna pastel di atas tempat tidur, menandakan akhir dari hari yang panjang. Dia memandang cermin meja rias, menghapus setiap jejak makeup dari wajahnya dengan gerakan yang terampil dan perlahan, mencoba mengusir kelelahan yang mengendap.
Lucas muncul dari kamar mandi, hanya berbalut handuk di pinggangnya, uap air masih mengepul dari kulitnya yang basah. Dia menggosok rambutnya dengan handuk, tidak menyadari Alice yang telah memasuki kamar mandi untuk gilirannya membersihkan diri. Kedua pasangan itu, seperti dua kapal yang melaju di malam hari, hanya berselisih tanpa bertemu, masing-masing tenggelam dalam rutinitas mereka sendiri, menciptakan jarak meski berada dalam ruang yang sama.
Tiga puluh menit kemudian Alice keluar dari dalam kamar mandi dengan mengenakan bathrobe yang menutupi tubuh telanj*ngnya.
Sementara itu Lucas terlihat sudah berbaring di atas ranjang dengan selimut yang menutupi tubuhnya.
"Malam ini kita tidur satu ranjang, aku takut kakek mengintip lagi seperti kemarin" ucap Lucas.
Alice mengangguk pelan, dan melangkahkan kakinya menuju ke ruang ganti. Setelah selesai berpakaian, barulah dia keluar dan melangkahkan kakinya naik ke atas ranjang. Dia merebahkan tubuhnya di samping Lucas.
Alice berusaha menenangkan pikirannya setelah hari yang melelahkan, menutup matanya dan mengatur napas dalam-dalam.
Ruangan yang semula hening itu perlahan terisi dengan desah napas Lucas yang terdengar frustasi. "Hais, kenapa susah sekali," gumamnya keras-keras, mengganggu ketenangan Alice.
Lucas berpindah posisi berkali-kali di sisi lain tempat tidur, mencari kenyamanan yang seolah-olah menghindar darinya. Saat matanya tertuju pada leher Alice yang terbuka tanpa sengaja, sesuatu dalam dirinya tergerak.
Dengan nafas yang tertahan, ia merangkak mendekat ke arah Alice, kehangatan tubuhnya mulai terasa di punggung Alice yang dingin. Dengan gerakan yang hampir tanpa suara, Lucas melingkarkan tangannya di pinggang Alice yang langsing, menariknya agar lebih dekat.
Alice, yang merasakan sentuhan lembut itu, membiarkan dirinya ditarik tanpa membuka mata, merasa aman dalam pelukan suaminya.
Kelelahan yang semula menyiksa, kini perlahan tergantikan oleh rasa nyaman dan hangat. Lucas, dengan hati yang lebih tenang, akhirnya menemukan posisi yang dia cari-cari. Kedua insan itu, dalam diam dan kedekatan, terlelap bersama, mengakhiri hari yang panjang dengan damai dalam pelukan satu sama lain.
Keesokan harinya Alice membuka matanya terlebih dahulu, dia merasakan berat di bagian perutnya. Dengan perlahan dia pun melirik ke bawah melihat tangan suaminya yang melingkar di atas perutnya.
"Pria ini selalu mencari kesempatan. Dia seenaknya melakukan apa saja, tapi tidak dengan ku. Dia selalu mencari kesalahan dari setiap apa yang aku lakukan" gerutu Alice dalam hati.
Dengan hati-hati Alice mulai menyingkirkan tangan suaminya yang memeluknya. Namun Lucas yang merasakan pergerakan istrinya pun, justru mengeratkan pelukannya.
Tangan Luca yang semula di atas perut, perlahan merangkak naik ke atas dan berhenti di dada Alice. dengan lembut pria itu meremas dada istrinya, membuat Alice melenguh.
"Akh.... " Alice yang tersadar langsung menutupi mulutnya, dia menoleh melihat Lucas yang masih memejamkan matanya, namun tangannya tetap melakukan aktivitasnya.
"Dia ini sebenarnya tidur tidak sih? kenapa seperti ini" gumam Alice bingung.
Alice yang kesal dengan ulah suaminya, mencoba membangunkannya.
"Lucas bangun" ucapnya kesal.
Namun Lucas tetap tidak bangun, Pria itu masih setia memejamkan mantanya. Dan kini bibirnya mulia menyusuri leher jenjang istrinya dan menghisapnya, hingga meninggalkan jejak merah di kulitnya.
"LUCAS" Teriak Alice kesal dan menepis tangan suaminya.
"Apa sih, kenapa kamu berisik sekali" ucap Lucas dengan suara serak khas bangun tidur.
"Dasar mes*m" kesal Alice dan memutuskan beranjak dari atas ranjangnya, dan berjalan menuju ke kamar mandi
Brak.....
Lucas tertawa terbahak bahak, mendengar suara pintu yang di banting oleh istrinya.
aihhh bikin lah Alice strong woman Thor jangan terlalu myek menyek
hadirkan juga laki² bertanggung jawab, mapan pokoknya impian para wanitalah untuk melindungi Alice