Bella gadis berusia 17 tahun, terpaksa harus menikah dengan majikan tempat ibunya (Rosma) bekerja, demi untuk membuat ikatan antara keluarganya dan si majikan. Ibunya sudah bekerja selama 8 tahun menjadi pembantu rumah tangga di tempat sang majikan, sejak ayahnya meninggal.
Barata Wirayudha, pemilik BW Group, seorang duda cerai tanpa anak, 35 tahun. Perceraiannya 8 tahun silam mengguncang kehidupannya, sehingga dia memilih meninggalkan Jakarta dan merintis kantor cabang BW Group di Surabaya.
Di kota Surabaya dia dipertemukan dengan Bu Rosma yang dipekerjakannya sebagai pembantu rumah tangga. Bu Rosma banyak berjasa untuknya. Karena itu. akhirnya Bara meminta Bu Rosma dan kedua putrinya untuk tinggal bersamanya sekaligus membiayai sekolah putri-putrinya.
8 tahun tinggal di Surabaya, Bara harus kembali ke Jakarta untuk mengurus perusahaannya yang mengalami masalah. Untuk tetap menjaga hubungan dengan Bu Rosma, akhirnya Bara memutuskan menikahi salah satu putrinya.
Setelah menikah Bella ditelantarkan Bara selama 2 tahun, tidak diperlakukan selayaknya istri. Bahkan Bara seolah menghilang begitu saja. Ikuti perjalanan rumah tangga keduanya ya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Casanova, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Mengenalkan Issabell
Issabell terlihat bahagia dan menikmati penerbangannya. Selama di dalam pesawat, gadis lucu itu terlihat menikmati penerbangan pertamanya.
“Mami ... Mami,” celotehnya dengan riang di pangkuan Bella. Tak lama, ia sudah berpindah ke pangkuan Bara yang duduk di sebelah Bella.
“Daddy, itu apa?” tunjuk Issabell pada layar ponsel Bara.
“Hmm, ini pekerjaan Daddy,” sahut Bara. Pria itu sedang melihat foto perkembangan pembangunan apartemen yang dikirim Kevin, asistennya.
“Bell, tolong ambilkan air mineral,” pinta Bara pada Bella. Ia sedang kesulitan bergerak, Issabell masih bergelayut manja padanya.
Tampak Bella mengeluarkan sebotol air mineral dan membukanya untuk Bara.
“Issabell sama Mommy, kasihan Daddy mau minum,” tawar Bella, langsung meraih tubuh mungil itu supaya pindah ke pangkuannya.
“Bell, apa Ibu sudah dikabari?” tanya Bara, setelah menghabiskan sebotol air mineral.
“Tadi sempat menghubungi Ibu, tetapi aku tidak cerita kalau Tuan dan Issabell ikut bersamaku,” jawab Bella ragu.
“Sampai kapan kamu terus-terusan memanggilku Tuan,” protes Bara, tersenyum melihat Bella yang cemberut di sampingnya.
Bara mengalihkan pandangannya pada putri kesayangannya. Issabell hampir terlelap di pelukan Bella.
“Bell, Issabell pindahkan ke pangkuanku saja,” pinta Bara setelah mempertimbangkan penerbangan mereka masih lumayan lama.
“Tidak apa-apa, Tuan. Nanti Issabell terbangun,” tolak Bella, memilih tetap mengusap lembut punggung Issabell supaya gadis kecil itu semakin terlelap.
“Kalau merasa tanganmu pegal, kamu bisa memindahkannya kepadaku, Bell,” tawar Bara.
“Ya, Tuan,” sahut Bella, menatap Bara sekilas.
Sepanjang perjalanan Bella teringat dengan kakaknya Rissa. Ia masih mengingat jelas, saat berpamitan dengan Rissa tadi.
***
Flashback On.
Tampak Bella keluar dari kamarnya dengan menggendong Issabell. Bara mengekor di belakang sambil menyeret koper mereka. Ketiganya sudah bersiap hendak berangkat menuju bandara. Mereka hanya berangkat bertiga saja, Bella menolak saat Bara akan membawa serta pengasuh Issabell ikut bersama mereka.
Sambil menggendong Issabell, Bella mengetuk pintu kamar kakaknya. Tepat pada ketukan ketiga, Rissa muncul dari balik pintu.
“Kak Rissa, aku pamit,” ucap Bella saat melihat kakaknya sudah berdiri di hadapannya.
“Ya.” Rissa hanya menjawab singkat, tanpa tersenyum sama sekali. Malah lebih terkesan ketus.
“Issabell, pamit sama Onty Icca,” pinta Bella.
Issabell yang takut ditinggal, malah mendekap erat leher Bella. Menyandarkan kepalanya di pundak sang mommy dengan manja.
“Mami ... ayuk,” ajak Issabell.
“Issabell sama Daddy, ya,” pinta Bella saat melihat Bara menghampiri mereka.
“Daddy, tolong gendong Issabell sebentar,” ucap Bella menyodorkan Issabell pada daddy-nya.
“Kak Rissa, aku minta maaf,” ucap Bella setelah tertinggal mereka berdua.
Rissa hanya diam, tidak menjawab sama sekali.
“Aku tidak bermaksud mengambil posisi Kak Rissa di mata Issabell,” ucap Bella sedikit menyesal.
Walaupun Bella tahu, sebenarnya bukan salahnya kalau Issabell tidak mengakui Rissa sebagai ibunya. Sejak Bara mengambil tanggung jawab atas Issabell, memang Rissa hanya dikenalkan sebagai tantenya Issabell.
“Aku sudah melupakannya. Suatu saat kamu akan menjadi seorang ibu. Kamu akan tahu apa yang aku rasakan nanti,” sahut Rissa, tidak mau menatap adiknya.
“Aku harus bagaimana, Kak Rissa? Aku sendiri tidak tahu harus berbuat apa,” ucap Bella, menunduk.
“Sudahlah, aku mohon jangan katakan apapun pada Ibu. Aku belum siap menerima kekecewaan Ibu,” lanjut Rissa.
“Kamu akan kembali ke sini?” tanya Rissa, sedikit ketus.
“Ya, Kak Rissa. Tuan Bara eh ... maksudku daddy-nya Issabell memintaku untuk kuliah di Jakarta,” sahut bella, menjelaskan.
“Aku pamit, Kak Rissa,” ucap Bella. Baru saja ia akan memeluk sang kakak, tetapi Rissa sudah masuk kembali ke dalam kamar dan menutup pintu.
“Maafkan aku, Kak. Aku tidak bermaksud sama sekali merebut putrimu,” ucap Bella pelan. Terlihat ia berbalik sambil menghapus air matanya yang sempat tumpah karena perlakuan tidak menyenangkan dari sang kakak.
Selama ia tinggal di sini, tidak sekali pun Rissa mengajaknya bicara. Ia hanya akan bertemu dengan kakaknya saat di meja makan saja. Selebihnya Rissa lebih memilih mengurung diri di dalam kamar setiap pulang kerja.
Bella menyadari perubahan sikap Rissa padanya. Tidak jarang Rissa menjawabnya ketus, tetapi Bella berusaha memahami situasinya. Bella juga memahami alasan perubahan sikap Rissa padanya karena secara tidak langsung ia telah merebut putri kakaknya sendiri.
Selama ini, mereka memang tidak terlalu akrab. Perbedaan umur yang lumayan jauh, membuat Rissa menganggap Bella seperti anak kecil. Belum lagi, sejak kuliah Rissa memilih untuk tinggal di Jakarta.
Flashback Off.
***
Saat mobil yang membawa Bara, Bella dan Issabell masuk ke dalam halamaan rumah, tampak Bu Rosma sudah duduk menunggu mereka di depan teras. Senyumnya terkembang saat melihat Bella turun. Namun, tak lama senyum itu hilang dari wajah keriput Bu Rosma, berganti kerutan di dahi, yang menandakan kebingungan dan keheranan saat melihat Bella menggendong turun Issabell.
“Bu," sapa Bella, menghampiri Bu Rosma. Di belakang mereka tampak Bara mengekor sambil menyeret koper.
“Ini siapa, Bell?” tanya Bu Rosma pada, heran.
“Ini ... ini ....” Bella menatap ke arah Bara yang sedang berjalan mendekati. Ia tidak tahu dan tidak bisa menjawab pertanyaan ibunya. Bagaimana pun, Bara yang lebih berhak menjelaskan semuanya pada Ibu.
“Ini Issabell Bu, putri kami,” ucap Bara mengejutkan Bu Rosma seketika.
“Kita bisa bicara di dalam Bu,” ucap Bara lagi.
Bu Rosma mengangguk. Ia juga ingin tahu duduk permasalahannya. Selama dua tahun, menantunya tidak pernah datang mengunjunginya ataupun Bella, Sekali mengunjunginya, malah membawa serta seorang anak kecil yang diakui sebagai putrinya.
“Bell, bawa Issabell ke kamar. Aku tidak mau dia mendengar hal-hal yang belum pantas didengarnya. Akan ada waktunya untuk Issabell mendengar, tetapi bukan sekarang,” jelas Bara.
“Baik, Tuan," sahut Bella singkat, berjalan menuntun Issabell ke kamarnya.
***
Bara terlihat membantu Bu Rosma berjalan menuju ke ruang tamu. Setelah memastikan Bu Rosma nyaman, ia baru membuka pembicaraan.
“Ibu, bagaimana keadaanmu?” tanya Bara, menggengam tangan mertuanya.
Bara mengingat, bagaimana dulu Bu Rosma menggengam tangannya untuk menguatkan seorang Bara yang lemah dan hampir mati hanya karena perceraian dan menangisi wanita tidak pantas ditangisi.
“Ibu baik-baik saja, Nak,” sahut Bu Rosma.
“Rissa, bagaimana kabarnya?” tanya Bu Rosma.
“Rissa baik-baik saja, Bu,” sahut Bara, tersenyum.
“Gadis kecil itu siapa? Bagaimana bisa ikut dengan kalian ke sini?” tanya Bu Rosma penasaran.
Bara menghela napas, sebelum menjawab. Sudah sejak lama ia berpikir, untuk memperkenalkan Issabell kepada mertuanya. Namun, ia belum memiliki keberanian untuk berbohong, tetapi hari ini Bara terpaksa melakukannya.
“Dia putri karyawanku,” jelas Bara, memulai cerita.
“Kedua orang tuanya berpisah. Sejak lahir tidak ada yang mengurusnya. Sedangkan ibunya harus bekerja. Jadi, aku memilih untuk mengadopsi dan memberinya keluarga yang lengkap, seperti anak-anak lainnya,” lanjut Bara.
***
Terima kasih.
Love You All
Mohon Like dan komennya.