"Untukmu Haikal Mahendra, lelaki hebat yang tertawa tanpa harus merasa bahagia." - Rumah Tanpa Jendela.
"Gue nggak boleh nyerah sebelum denger kata sayang dari mama papa." - Haikal Mahendra.
Instagram : @wp.definasyafa
@haikal.mhdr
TikTok : @wp.definasyafa
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon definasyafa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
⋆˚𝜗 Go home together 𝜚˚⋆
"Anterin Ella pulang dulu, baru kunci motornya Ella kembaliin."
Haikal membalikkan badannya menatap gadis di depannya jengah, satu tangannya terangkat memijat pangkal hidungnya sementara tangan satunya dia tumpukan pada jok motornya. Hal itu mampu membuat kedua mata bulat Ella berbinar, demi apapun kakak baiknya terlihat begitu tampan sekarang. Memang benar dia tidak salah pilih, selain baik dia juga tampan dan keren type Ella banget pokoknya.
Sementara Cakra, Rey, Nando, Eza Sarga dan Arkan hanya diam menatap keberanian gadis kecil itu. Cakra Rey dan Nando bahkan menahan tawa saat melihat wajah kesal Haikal. Mulut mereka sangat gatak ingin menyoraki Haikal, tapi Sarga melarangnya.
"Lo nggak bisa pulang sendiri? Apartemen gue sama rumah lo nggak searah."
Ella mengerjap menatap Haikal memelas, kedua tangannya dia takupkan membentuk permohonan. "plis kak Ella mohon, uang Ella habis ilang di colong tuyul. Masak iya Ella harus pulang jalan kaki, kan jauh kak."
Haikal berdecak menatap sinis Ella, "lo tuyul nya." ujarnya tajam kemudian Haikal menaiki motornya memakai helm full face-nya setelah itu dia menoleh ke belakang menatap gadis itu tajam. "naik sebelum gue tinggal lo."
Ella tersenyum malu-malu, "kan kunci motornya ada di Ella, gimana caranya kakak baik ninggalin Ella." tangannya merogoh saku seragam depannya mengambil kunci motor milik Haikal kemudian menyerahkan kunci motor itu di tangan kanan Haikal, tak lupa Ella juga sempat mengelus sebentar punggung tangan Haikal genit barulah setelahnya dia menaiki jok motor Haikal melingkarkan tangannya di perut Haikal tanpa rasa malu.
"Nggak usah peluk-peluk nyet, genit banget lo."
Bukannya takut Ella justru menyenderkan kepalanya di punggung Haikal dengan nyaman.
Haikal menghembuskan nafas beratnya, tak ingin memperdulikan tingkah aneh gadis di belakangnya ini lebih lama beralih menatap sahabatnya yang justru tengah terbahak pelan.
"Nggak usah ketawa lo semua, gue duluan, bisa gila gue kalo di tempelin lama-lama sama nih tuyul." ujarnya sebelum melajukan motornya keluar gerbang.
"Kayaknya bentar lagi kita bakal dapet traktiran deh." kekeh Nando menatap kepergian motor Haikal.
Rey mengangguk setuju, "cowok stres kayak dia ternyata punya cegil juga, mana cegilnya sama-sama stres lagi."
Cakra terkekeh pelan, sahabatnya yang tidak pernah berurusan dengan perempuan sekarang malah di kejar secara ugal-ugalan seperti itu. Cakra liat gadis itu adalah gadis baik-baik dan semoga saja gadis itu dapat memberi warna baru dalam hidup Haikal.
"Kalau emang tuh cewek bakal bikin lo lebih bahagia, gue ikut seneng kal, seenggaknya lo nggak terlalu sedih mikirin orang tua br3n9s3k itu." gumam Cakra dalam hatinya.
Di perjalanan pulang sedari tadi Haikal hanya diam begitupun dengan Ella. Sebenarnya dia ingin mengenal Haikal lebih dalam, tapi dia bingung harus memulai pembicaraan dari mana itu sebabnya dia lebih memilih diam daripada nanti salah bicara dan akan membuat Haikal ilfil padanya. Kedua mata Ella selalu menatap spion motor Haikal, menikmati wajah lelaki itu yang tertutup helm full face-nya Haikal terlihat begitu tampan dan juga keren. Sepertinya dia memang tidak salah memilih Haikal untuk menjadi miliknya.
Haikal terus melajukan motornya dengan kecepatan sedang, hingga kini motor itu memasuki komplek perumahan elit dan berhenti tepat di depan gerbang rumah berlantai dua. Ella berusaha turun dari atas motor itu, sementara Haikal masih tetap diam tak bergeming di atas motornya.
"Makasih kak." gadis dengan balutan sweater pink nya itu tersenyum menatap Haikal binar.
Haikal berdehem singkat, dia hendak kemabli menjalankan motornya namun suara klakson mobil dari belakang membuat Haikal mengurungkan niatnya. Haikal melirik spion motor, ada mobil putih yang berhenti tepat di belakang motornya kemudian seorang pria dengan stelan kantornya keluar dari mobil itu berjalan mendekat ke arah dirinya dan juga Ella.
"Siapa anda berani mengantar gadis ini pulang?" pria setengah baya itu menatap Haikal tajam.
Sementara Haikal dengan santainya melepas helm full face nya, masih dengan posisi duduk di atas jok motor. Dia jelas tahu bahwa pria setengah baya di depannya saat ini adalah Papa gadis tidak jelas itu. Haikal menatap Ella sekilas, gadis itu tengah menundukkan kepalanya sambil meremas kedua sisi rok yang dia kenakan. Sepertinya gadis itu tengah ketakutan sekarang, pandangan Haikal beralih menatap pria setengah baya di depannya seulas senyuman tipis terbit di bibirnya.
"Siang om." ujar Haikal sopan, kepalanya mengangguk pelan berusaha bersikap sopan dnegan pria yang lebih tua darinya.
Beda halnya dengan Haikal yang terlihat santai, Tama justru menatap Haikal begitu tajam seakan lelaki itu melakukan kesalahan besar padanya. Tatapan Tama beralih menetap gadis yang menunduk ketakutan di belakangnya, satu tangannya dengan cepat menarik pergelangan tangan Ella menyeret gadis itu masuk ke dalam rumah tanpa memperdulikan Haikal yang berteriak berusaha menghentikan aksinya.
Haikal segera turun dari motornya hendak menolong gadis itu, tapi pergerakannya kalah cepat dengan pria licik itu. Dia menyeret badan mungil Ella hingga masuk ke dalam rumah dan segera menutup pintu itu kasar, sebelum benar-benar masuk Tama lebih dulu menatap tajam wanita paruh baya yang sedang menyapu di halaman rumahnya.
"Usir lelaki itu dari sini!"
Wanita paruh baya itu hanya mampu mengangguk pelan, menetap kasihan gadis yang merintih dengan langkah terseok-seok sebab tarikan kasar Tama.
"Om jangan kasar om, anak om kasihan itu." Haikal berteriak sambil menggedor-gedor pintu rumah yang sudah pria itu tutup rapat.
Bi Inah, wanita paruh baya utu menghampiri Haikal memegang pundak Haikal lembut agar lelaki itu menghentikan aksinya. "udah den, kalau aden kayak gini yang ada non Ella bakal disiksa sama tuan."
Haikal menghembuskan nafas beratnya, dia menghentikan gerakan tangannya untuk menggedor pintu rumah itu. Haikal membalikan badan menatap wanita paruh baya di belakangnya.
"Terus saya harus diem aja saat tau ada seorang anak yang disiksa sama orang tuanya sendiri?"
Bi Inah tersenyum tipis, dia menunduk meraih pergelangan tangan Haikal membawanya menuju halaman dekat gerbang, kemudian wanita paruh baya itu kembali melepas tangan Haikal.
"Bibi tau niat aden baik, tapi den, tuan tidaka akn semudah itu melepaskan non Ella apalagi kalo ada yang ikut campur. Tuan akan semakin menyiksa non Ella nanti."
Haikal menggeleng pelan, heran dengan pola pikir orang yang ada di rumah ini. Bagaimana bisa mereka diam saja saat tahu ada seseorang yang mental dan fisiknya sedang terancam seperti ini.
"Terus saya harus diem aja bu, bukan fisiknya saja yang terluka tapi mentalnya juga."
Bi Inah mengangguk paham, "iya den, bibi juga pengen banget bantuin non Ella. Tapi bibi nggak bisa, tuan selalu ngancem akan nyiksa keluarga bibi yang di kampung kalo bibi ikut campur.
Haikal sedikit tercengang dengan ucapan wanita paruh baya di depannya, ternyata selicik itu orang tua Ella.
"Yaudah bibi diem aja di sini, biar saya yang nolongin Ella." untuk pertama kalinya Haikal menyebut nama Ella.
"Bukan begitu caranya den, mungkin kalo sekarang aden bantuin non Ella dan berhasil. Tapi nanti, kalo aden pulang tuan bakal nyiksa non Ella lebih kejam dari lada sekarang." jelas bi Inah berharap agar Haikal memahami maksudnya.
Haikal terdiam sebentar mencerna ucapan bi Inah yang benar adanya, "terus gimana cara nolongin dia, bi?"
Bukannya menjawab pertanyaan Haikal, wanita paruh baya itu justru menatap Haikal memohon. "aden janji ya sama bibi, selalu lindungi non Ella. Bibi yakin aden bisa jagain non Ella biar mentalnya nggak semakin terguncang."
***
Setelah pulang dari rumah gadis yang dengan kurang ajarnya selalu mengganggu ketenangan Haikal, kini dia malah terus memikirkan bagaimana cara agar dia dapat menyelamatkan mental gadis itu hingga deringan ponsel menyadarkan lamunannya.
"Hallo."
"Cepet kesini nyet, Mommy masak banyak buat lo." ujar Cakra di sebrang sana.
Haikal dengan cepat melempar handuk yang baru dia gunakan untuk menggosok rambut basahnya dan berlari menuju kamarnya berada.
"Mantap, gue kesana sekarang."