NovelToon NovelToon
TRAGEDI KASTIL BERDARAH

TRAGEDI KASTIL BERDARAH

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri Kasus yang Tak Terpecahkan
Popularitas:1.2k
Nilai: 5
Nama Author: Doni arda

abella dan sembilan teman dekatnya memutuskan untuk menghabiskan liburan musim dingin di sebuah kastil tua yang terletak jauh di pegunungan. Kastil itu, meskipun indah, menyimpan sejarah kelam yang terlupakan oleh waktu. Dengan dinding batu yang dingin dan jendela-jendela besar yang hanya menyaring sedikit cahaya, suasana kastil itu terasa suram, bahkan saat siang hari.

Malam pertama mereka di kastil terasa normal, penuh tawa dan cerita di sekitar api unggun. Namun, saat tengah malam tiba, suasana berubah. Isabella merasa ada yang aneh, seolah-olah sesuatu atau seseorang mengawasi mereka dari kegelapan. Ia berusaha mengabaikannya, namun semakin malam, perasaan itu semakin kuat. Ketika mereka semua terlelap, terdengar suara-suara aneh dari lorong-lorong kastil yang kosong. Pintu-pintu yang terbuka sendiri, lampu-lampu yang padam tiba-tiba menyala, dan bayangan gelap yang melintas dengan cepat membuat mereka semakin gelisah.

Keesokan harinya, salah satu teman mereka, Elisa, ditemukan t

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 14: Bayang-Bayang Dendam

Isabella terhuyung-huyung menjauh dari reruntuhan kastil yang masih terbakar dengan cahaya merah dan bayangan hitam yang bergerak liar seperti makhluk hidup. Nafasnya terengah, tubuhnya penuh luka, dan pikirannya penuh dengan rasa kehilangan dan ketakutan. Namun, ada sesuatu yang lebih mengerikan dari api yang berkobar atau suara-suara tak manusiawi itu: kesadaran bahwa kastil itu telah mencuri semua yang ia miliki—teman-temannya, harapannya, bahkan rasa amannya.

Ia menyandarkan tubuhnya pada sebuah pohon besar di dekat hutan. Malam begitu pekat, dan udara dingin menusuk tulang. Namun, bukannya merasa lega setelah melarikan diri, ia merasa ada sesuatu yang terus mengawasinya. Hutan itu begitu sunyi, bahkan suara jangkrik pun tidak terdengar.

"Aku tidak bisa tinggal di sini," bisik Isabella pada dirinya sendiri, mencoba melawan ketakutan yang mencekam.

Ia mencoba melangkah lebih jauh ke dalam hutan, berharap menemukan jalan keluar atau setidaknya tempat berlindung. Namun, setiap langkah terasa seperti membawanya kembali ke tempat yang sama. Pohon-pohon di sekitarnya tampak tidak berubah, seperti memutar dirinya dalam lingkaran tanpa akhir.

---

Setelah berjalan selama berjam-jam, Isabella tiba di sebuah jalan setapak kecil yang tampaknya menuju ke sebuah bangunan tua. Sebuah pondok kayu kecil berdiri di tengah hutan, diterangi oleh cahaya remang dari lentera yang tergantung di depannya. Isabella merasa lega sekaligus waspada.

"Siapa yang tinggal di sini?" pikirnya.

Ia mendekati pondok itu dengan hati-hati. Pintu kayu tua itu terbuka sedikit, memperlihatkan interior gelap dan berdebu. Lentera yang tergantung di depan pintu berkedip-kedip seolah-olah tertiup angin, meskipun udara di sekitarnya sangat tenang.

"Halo?" panggil Isabella dengan suara pelan.

Tidak ada jawaban. Namun, ia merasakan hawa dingin yang tidak wajar menyelimuti tempat itu.

Perlahan, Isabella melangkah masuk. Lantai kayu di bawah kakinya berderit, dan bau apek menyengat hidungnya. Pondok itu tampak kosong, tetapi ada sesuatu yang tidak beres. Di meja kecil di tengah ruangan, ada sebuah buku yang mirip dengan yang ia temukan di kastil sebelumnya. Buku itu terbuka, dan halaman-halamannya dipenuhi dengan tulisan tangan yang berantakan, sebagian besar dalam bahasa yang tidak ia mengerti.

Ketika Isabella mendekati meja itu, sebuah suara lembut namun menyeramkan terdengar di belakangnya.

"Kau tidak seharusnya berada di sini."

Isabella berbalik dengan cepat, menemukan seorang wanita tua berdiri di sudut ruangan. Wanita itu mengenakan jubah hitam yang tampak seperti bagian dari bayangan itu sendiri. Matanya kosong, tetapi seolah-olah bisa melihat langsung ke dalam jiwa Isabella.

"Siapa... siapa kau?" tanya Isabella dengan gemetar.

Wanita itu tersenyum tipis, tetapi senyumnya lebih menyeramkan daripada menenangkan. "Aku hanyalah penjaga. Tapi kau, anak muda, kau telah membawa sesuatu yang tidak seharusnya kau bawa keluar dari kastil itu."

Isabella menggeleng, bingung. "Aku tidak membawa apa-apa. Aku hanya mencoba bertahan hidup."

Wanita tua itu mendekat, langkahnya hampir tidak bersuara. "Oh, kau membawa sesuatu. Kau mungkin tidak menyadarinya, tetapi kutukan kastil itu telah melekat padamu. Dan itu tidak akan berhenti sampai semuanya selesai."

"Apa yang kau maksud?" Isabella berusaha mundur, tetapi wanita itu sudah berada sangat dekat.

"Kastil itu tidak hanya tempat terkutuk," kata wanita itu dengan suara pelan. "Ia adalah makhluk hidup, dan ia telah memilihmu sebagai persembahan terakhirnya. Kau akan terus dikejar, terus diteror, sampai kau kembali dan menyelesaikan apa yang telah kau mulai."

Isabella menggigil mendengar kata-kata itu. Ia ingin menyangkal, tetapi sesuatu dalam dirinya tahu bahwa wanita itu mengatakan yang sebenarnya.

---

Ketika Isabella keluar dari pondok, malam telah berubah. Udara terasa lebih berat, dan kabut tebal melingkupi hutan. Ia mencoba menemukan jalan kembali, tetapi kabut itu begitu pekat sehingga ia hampir tidak bisa melihat tangannya sendiri.

Tiba-tiba, suara langkah berat terdengar dari arah kabut. Isabella berhenti, menahan napas.

"Siapa itu?" serunya, tetapi hanya keheningan yang menjawab.

Langkah itu semakin mendekat. Bayangan tinggi muncul di antara kabut, mengenakan jubah hitam dan topeng menyeramkan seperti pria yang sebelumnya mengejar mereka di kastil. Namun, kali ini, pria itu tidak sendiri. Beberapa sosok lain dengan topeng serupa muncul di belakangnya, membawa senjata tajam.

Isabella berlari, meskipun kakinya sudah lemah. Napasnya memburu saat ia berusaha menjauh dari sosok-sosok itu. Namun, mereka bergerak lebih cepat, seolah-olah kabut itu membantu mereka.

Ketika Isabella tersandung dan jatuh, salah satu sosok itu berhasil mengejarnya. Ia mengangkat senjatanya, siap menyerang. Isabella menutup matanya, yakin bahwa ini adalah akhir baginya.

Namun, serangan itu tidak pernah datang. Ketika ia membuka matanya, sosok itu berdiri terpaku, tubuhnya perlahan-lahan menghilang seperti asap. Di belakangnya, sebuah cahaya terang muncul, memancar dari lentera yang dibawa oleh seorang pria tua.

Pria itu mendekati Isabella, mengusir bayangan-bayangan dengan cahayanya. "Kau harus pergi dari sini, sekarang juga," katanya dengan suara tegas.

"Siapa kau?" tanya Isabella, masih gemetar.

"Aku hanya seorang penjaga. Tapi kau, anak muda, punya takdir yang lebih besar. Jika kau ingin mengakhiri semua ini, kau harus kembali ke kastil itu. Hanya di sana kau bisa menemukan jawaban dan membebaskan dirimu."

Isabella menatap pria itu dengan bingung, tetapi tidak ada waktu untuk bertanya lebih lanjut. Pria itu menghilang bersama cahayanya, meninggalkan Isabella sendirian di tengah hutan.

---

Isabella akhirnya menemukan jalan keluar dari hutan saat fajar menyingsing. Ia tiba di sebuah desa kecil yang tampak seperti telah ditinggalkan selama bertahun-tahun. Bangunan-bangunan tua itu hancur, tetapi ada tanda-tanda kehidupan: jejak kaki, api yang masih membara di perapian, dan suara samar tangisan dari salah satu rumah.

Ia memasuki desa itu dengan hati-hati, merasa bahwa tempat ini tidak lebih aman daripada kastil yang baru saja ia tinggalkan.

Saat ia mendekati salah satu rumah, pintunya terbuka dengan sendirinya. Suara tangisan semakin keras, tetapi tidak ada siapa pun di dalam. Di tengah ruangan, ada sebuah meja dengan peta kastil yang digambar dengan detail luar biasa.

Peta itu menunjukkan ruangan-ruangan yang belum pernah ia lihat sebelumnya, termasuk sebuah ruangan besar di bawah tanah yang disebut "Ruang Persembahan Terakhir."

Isabella menyadari bahwa ini adalah petunjuk yang ditinggalkan untuknya. Jika ia ingin menghentikan teror ini, ia harus kembali ke kastil dan menemukan ruangan itu.

Namun, sebelum ia bisa mengambil peta itu, suara langkah berat terdengar di luar. Isabella bersembunyi di balik meja, berharap sosok-sosok bertopeng itu tidak menemukannya.

Pintu rumah terbuka, dan dua sosok bertopeng masuk, membawa kapak besar. Isabella menahan napas, tangannya menggenggam erat belati yang ia temukan di salah satu kamar kastil sebelumnya.

Ketika salah satu dari mereka mendekat, Isabella melompat keluar dari persembunyiannya dan menusukkan belati itu ke lehernya. Darah hitam menyembur, dan sosok itu jatuh dengan jeritan mengerikan. Namun, sosok lainnya segera menyerang, mengayunkan kapaknya dengan ganas.

Isabella berhasil menghindar, tetapi serangan itu menghancurkan meja dan peta di atasnya. Dengan sisa keberanian yang ia miliki, Isabella berlari keluar dari rumah, meninggalkan desa itu tanpa peta, tetapi dengan tekad yang lebih kuat dari sebelumnya.

---

Ketika malam tiba, Isabella berdiri di depan kastil lagi, kini lebih menyeramkan dengan bayangan-bayangan yang tampak hidup di sekelilingnya. Dengan tangan gemetar, ia membuka pintu besar itu dan melangkah masuk, siap menghadapi apa pun yang menunggunya di dalam.

Namun, di dalam kastil, kegelapan bukan hanya musuhnya. Kastil itu telah menjadi labirin hidup yang terus berubah, mencoba menjebaknya. Dan di dalam labirin itu, sesuatu yang lebih gelap dan lebih kuat dari apa pun sedang menunggunya.

Kali ini, Isabella tahu bahwa ia tidak akan keluar tanpa kehilangan lebih banyak... atau mungkin kehilangan segalanya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!