Kisah seorang murid yang menjadikan gurunya sebagai inspirasi terbesar nya. Terjadi di dunia modern, yang semuanya serba ada namun serba sulit banyak kekurangan.
Murid yang selalu berusaha mencari perhatian sang guru. Dengan kemampuan aneh yang dimilikinya. Dan bagaimanakah kisah kelanjutannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Febby Sadin, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ustadzah Zulfa
"Begitulah ceritanya Per... Sejak kamu membuat ku masuk dalam grup alumni, aku yang selama ini tidak punya tempat untuk curhat, akhirnya lega bisa mencurahkan isi hati ku padamu Permata...." Rima menyudahi curhatannya.
Sedangkan Permata, meskipun dia berkali-kali telah menguap, dia merasa tak enak jika menyudahi obrolan mereka lebih dulu. Hingga akhirnya Rima pun berpamitan hendak menutup telponnya lebih dulu.
Sesi curhat pun berakhir, kini waktunya Permata untuk menenggelamkan diri dalam lautan kapuk yang nyaman.
...****************...
Hari pun berlalu, seperti biasa jam perkuliahan semuanya mengikuti, kini Bintang berjalan menuju kelas dengan wajah lusuh, karena tadi malam baru tidur jam empat pagi, tepat setelah dia melaksanakan solat subuh. Karena warung kopi tempatnya bekerja sangat ramai untuk tadi malam.
Dia sebenarnya malas untuk berangkat ke kampus, karena di hari Sabtu sebenarnya semua perkuliahan kampus manapun itu sedang off. Namun dikarenakan kemarin, di hari Jum'at ada salah satu dosen yang meminta diundur hari perkuliahan dikarenakan ada keperluan mendesak katanya dosen, maka Bintang, Permata, Bara, maupun Hasbi harus berkuliah di hari Sabtu.
"Assalamualaikum! Kenapa kusut gitu." sapa Hasbi pada Bintang, dia datang dari arah belakang dan menepuk pundaknya Bintang.
Sontak Bintang sedikit terkejut, "Waalaikumsalam ah kamu Bi! Kirain siapa ngagetin aja!" ucap Bintang.
"Iya ini, tadi malam itu Alhamdulillah banyak pelanggan datang di warkop. Padahal bukan malming. Tapi rame. Lengkap sudah, hari ini malam kita masuk kuliah yang seharusnya kemarin sudah selesai kuliah di Minggu ini." keluh Bintang.
"Woy! Tunggu!" teriak Bara dari arah parkiran motor. Dia baru saja memarkir motor gagahnya berjajar dengan motor Bara.
Dikampus yang tidak begitu padat di hari itu pun, membuat suara Bara terdengar kencang. Sontak Bintang dan Hasbi pun menoleh. Disusul tampak dari belakang Bara, Permata pun tiba dia sedang memikirkan sepeda motornya.
Setelah mereka berempat berjajar, Bintang pun mulai bertanya, "Eh Per.... gimana.... Soal Rima. Sampek lupa kita ya mau nanya." ucap Bintang. Sembari menatap ke arah Permata, dan ke arah yang lainnya.
Bara dan Hasbi mengangguk membenarkan apa yang Bintang sedang pertanyakan. Permata pun dengan santai menjawab.
"Dia dijodohkan!"
"Apa?!!" ketiga laki-laki itu terkejut bersamaan.
"Rima itu cuma butuh teman curhat. Setelah dia curhat ke aku malam itu, dia sekarang baik-baik saja... ya, walaupun di grup dia belum komen apa-apa." jelas Permata.
Dia kembali melanjutkan, " Oia, ini aku dapat nomornya Habib, kemarin aku ketemu di Deket pasar Idiom, kan rumah nya memang daerah sana. Jadi langsung aku mintain nomor hp nya buat dimasukin ke grup." ucap Permata.
"Wah good!" jawab Bintang.
"Kalian ingat Habib kan?" tanya Permata.
Kompak mereka bertiga menjawab. "Ingat dong! Siapa yang gak ingat sama Habib!"
Ya, Habib tak akan mereka lupakan. Habib teman masa kecil mereka dulu di SD, salah satu teman yang juga dibilang geng, Habib salah satu geng mereka. Habib bertubuh kecil dan pendek diantara mereka, hidungnya cukup mancung, berkulit sawo matang, dan yang paling khasnya tulisannya Habib paling jelek diantara mereka.
Mereka berempat pun mulai berjalan masuk kelas, Bintang masih sambil berkata, "Oia untuk besok planningnya keman Per?"
Permata kemudian sambil membuka hpnya, dia ternyata sudah menulis di hp list pencarian teman SDIMT.
"Besok kita ke rumah Zulfa."
...****************...
Keesokan harinya.
Di tempat yang lain, kini seorang perempuan sedang berjalan menuju masjid dari arah tempat dia selama ini tinggal, yaitu pondok pesantren. Dia masih betah berada di pondok pesantren tercintanya itu. Meski sudah 6 tahun lebih dia menimba ilmu disana. Itu semua dikarenakan dia kini bukan lagi menimba ilmu saja.
"Assalamualaikum ustadzah...." sapa beberapa santriwati lain yang sedang berapapan di depannya, dan mencium tangannya.
"Waalaikumsalam...." dengan kalem dia menjawabnya.
Dia anggun, berkulit putih, hidungnya mancung, memiliki lesung pipi di kedua pipinya. Tubuhnya tinggi, langsing, dan cara dia berkudung menutup sampai dada, lipatan kerudungnya begitu rapi.
Sesampainya dia di masjid, para santriwati telah berjajaran membentuk huruf U, mereka. Telah siap untuk menyetorkan hafalan Al-Qur'an mereka pada perempuan yang mereka panggil Ustadzah.
Setoran mengaji Al-Qur'an pun sedang berlangsung, dengan disimak langsung oleh ustadzah favorit santriwati. Tak lama kemudian, ditengah-tengah menyimak hafalan Al-Qur'an,
"Assalamualaikum ustadzah, mohon maaf...." satu santriwati mendekat hendak mengatakan sesuatu pada sang ustadzah.
"Iya ada apa?" tanya ustadzah itu.
"Di luar ada tamu untuk ustadzah, enam orang ustadzah." ucap santriwati itu.
"Wah banyak juga siapa kira-kira." gumam sang ustadzah dalam hati. Dia pun mengangguk mengiyakan ucapan santriwati yang membantu menyampaikan pesan itu, kemudian dia pun mulai berkata pada seluruh santriwati yang sedang setoran padanya.
"Setoran dilanjut besok ya.... Hari ini kalian tetap disini sampai jam setoran usai. Dimuroja'ah biar lancar besok setorannya." nasehat sang ustadzah.
"Na'am ustadzah....." jawab santriwati semuanya.
Tak lama kemudian, dia bagaikan sedang memainkan kedua kakinya, dia berjalan begitu anggun menuju keenam tamu yang sedang menunggu. Dan sesampainya di depan keenam tamu tersebut,
"Assalamualaikum...." ucapnya pada keenam tamunya.
Sontak keenam tamu menoleh bersamaan, karena dia datang dari arah belakang para tamu yang sedang menunggu.
"Masyaallah ustadzah Zulfa .... " ucap Permata, Nur dan Roro secara bersamaan.
Seketika Zulfa, yang dipanggil oleh mereka ustadzah itu pun sembari mengingat ingat siapa tamu mereka, "Kalian ini.... Permata....ya? Dan ini Roro, dan.... Ini Nur.... Kamu.... Hasbi pasti ya..... Kamu Bintang! Dan.... Kamu ....." yang terakhir Zulfa tak dapat memastikan dia siapa.
Namun yang lainnya tak ada yang membantu menyebutkan siapa dia. "Apakah kamu Bara?!" ucap Zulfa kemudian setelah mengingat garis wajahnya mirip Bara semasa kecil.
"Iyalah aku Bara. Akhirnya kamu ingat juga Zul." ucap Bara kemudian. Dia tak henti tersenyum dari tadi, karena hanya dia yang tak di ingat oleh Zulfa.
"Ya Allah .... Kalian repot repot datang kesini ini ada apa... Aku jadi terharu." ucap Zulfa.
"Gak nyangka loh aku Zul... Kamu sekarang udah jadi ustadzah disini.... Hebat kamu." puji Nur pada Zulfa.
"Apa sih ... Ini kan biasa aja... Karena aku disini udah lama jadi ya aku otomatis jadi ustadzah gitu teman-teman... Nggak kok gak wow...." ucap Zulfa begitu merendah. Tidak ada kesombongan sedikitpun dari sorot matanya.
"Nggak gitu Zul, kamu keliatan cantik." ucap Roro, yang masih dengan menatapi Zulfa.
"Iya iya... Betul. Kamu sekarang berkulit putih. Apa rahasianya... Cantik kamu Zul." ucap Permata.
Zulfa pun hanya tersenyum malu, kemudian mereka pun dipersilahkan oleh Zulfa untuk masuk ke ruang tamu pondok pesantren. Mereka berbincang-bincang disana tentang apa rencana mereka bertamu, apa rencana mereka mengumpulkan teman yang berjumlah 29 orang itu pada Zulfa.
...****************...
.
.
.
Lanjutannya secepatnya guys 😘