Virginia menjual keperawanan yang berharga pada Vincent demi menyelamatkan nyawa adiknya yang saat ini sedang koma. Namun, Vincent yang sedang mengalami prahara dalam hubungannya dengan sang mantan istri, menggunakan Virginia untuk membalas dendam pada sang mantan istri.
Vincent dengan licik terus menambah hutang Virginia padanya sehingga anak itu patuh padanya. Namun Vincent punya alasan lain kenapa dia tetap mengungkung Virginia dalam pelukannya. Kehidupan keras Virginia dan rasa iba Vincent membuatnya melakukan itu.
Bahkan tanpa Vincent sadari, dia begitu terobsesi dengan Virginia padahal dia bertekat akan melepaskan Virginia begitu kehidupan Virgi membaik.
Melihat bagaimana Vincent bersikap begitu baik pada Virgi, Lana si mantan istri meradang, membuatnya melakukan apa saja agar keduanya berpisah. Vincent hanya milik Lana seorang. Dia bahkan rela melakukan apa saja demi Vincent.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon misshel, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan Vincent
"Dokter, kembalikan keperawanan saya yang sudah anda renggut!"
Egi usai memuntahkan semua makanan yang masuk ke perutnya, bergegas meminta Pak Wahyu untuk mengantarnya ke rumah sakit. Tubuhnya gemetar sampai ia tak sanggup mengambil ponsel. Langkahnya ke ruangan Vincent juga goyah. Bahkan ia menyela antrian yang terjadi di depan tempat Vincent bekerja.
Vincent memang fokus saat bekerja. Dia memakai kaca mata dan sungguh berwibawa. Ketika mendengar ucapan Egi, dengan tenang ia menyuruh 3 asistennya yang syok keluar.
Mereka bertiga kabur setelah saling pandang dan ternganga.
"Dokter ternyata yang selama ini sudah—pantas Dokter menyarankan pada saya untuk membiarkan El mati! Jadi ini semua—kecelakaan itu Dokter yang melakukan!" Geram, marah, kesal, bercampur jadi satu. Egi begitu emosional sampai kata-kata berantakan. Semua berjubel di ujung lidah saking berebut untuk keluar lebih dulu.
Vincent bingung juga marah dimaki-maki, tapi dia tetap memberi Egi perhatian penuh.
"Dokter harus bertanggungjawab! Karena dokter hidup saya dan adik saya kacau! Bahkan adik saya tidak bisa hidup normal karena sikap tidak bertanggungjawab dokter!" Api di mata Egi berkobar, sampai rasanya ada air mata yang jatuh dan terasa panas.
"Dokter pasti ingin menutupi jejak kejahatan Dokter! Dokter pasti ingin nama baik dokter tetap utuh, sampai Dokter lupa kalau suatu saat kejahatan anda terbongkar sebaik apapun anda menutupinya!" Egi menuding wajah Vincent. Kasar, keras, dan kurang ajar memang sikap Egi yang ini, tapi Egi tidak peduli. Dia merasa dipermainkan, seakan nyawa dan hidup mereka layak dipakai sebagai bahan candaan.
Ponsel Vincent berdering sekali, sebuah pesan yang langsung bisa terlihat oleh Vincent apa isinya itu membuat Vincent mengerutkan kening.
"Pacarmu hamil! Kurasa dia menyusulmu ke rumah sakit! Selamat, ya!"
Merasa tidak diperhatikan, Egi menyodorkan ponsel ke muka Vincent begitu kasar, gemetar tangannya belum juga reda dan itu membuat Vincent kaget.
"Lihat baik-baik video itu, Dokter! Lalu pikirkan bagaimana cara anda menjelaskan dan bertanggung jawab pada kami!" Egi membiarkan ponselnya dikuasai Vincent ketika mundur dan berlari meninggalkan ruangan ini. Lagipula, itu ponsel pemberian Vincent, sudah sepantasnya kembali ke pemiliknya.
Egi berlari dengan air mata berderai menuju ruangan PACU dimana El terbaring lemah. Egi lupa berapa kali El harus menjalani operasi biar bisa sadar sepenuhnya. Tapi jika bukan karena pria sialan itu, El tidak perlu kesakitan sejauh ini.
Egi memakai pakaian steril yang disediakan saat masuk dan memegang tangan El erat. Tangisnya pecah disana. Ia menyalahkan takdir dan Tuhan. Penderitaannya selama ini, apa tidak bisa dibagi dengan orang lain? Kenapa harus dia yang merasakan semua kesakitan ini?
"Tuhan, ambil saja nyawa kami jika disana kami bisa hidup lebih baik! Kami lelah menderita seperti ini! Kami lelah dipermainkan karena kemiskinan kami!"
El tidak seharusnya merasakan ini semua. Sepenuhnya ini adalah salah Vincent! Mobil itu pasti dikendarai oleh Vincent, lalu setelah menabrak El yang akan menjemputnya meminjam motor milik teman, Vincent melarikan diri. Pasti Vincent tahu bagaimana hasil karyanya setelah begitu ugal-ugalan saat mengemudi.
Iya, benar! Vincent yang ugal-ugalan, tapi menuduh El yang kurang ajar.
Upaya Vincent melemahkan dirinya cukup berhasil sebab Egi merasa dirinya begitu kecil dan tidak berguna. Celah ini dimanfaatkan dengan baik oleh Vincent.
Kurang ajar sekali pria itu!
...
"... jelaskan semua ini, Lana!"
"Aku sudah menjelaskan dulu! Aku tidak sengaja! Dan aku sudah bertanggung jawab penuh atas kesalahan yang aku buat! Lalu kamu minta apa lagi, Vincent, semua sudah jelas! Jangan terus mengungkit kesalahan yang sudah kupertangungjawabkan! Itu kelihatan sekali bahwa kamu hanya mencari-cari kesalahanku!"
Plak!
"Arghh!"
Malam harinya, Egi pulang berniat mengambil barang-barang miliknya yang tak seberapa. Batinnya bergolak sampai dia memutuskan; persetan dengan semua yang ia nikmati dari Vincent. Ia harus pergi dan menjauhi pria pembunuh itu.
Samar Egi mendengar keributan di dalam, membuatnya berhenti dan menghela napas. Sekarang ia tahu neraka jenis apa di dalam sana. Perlahan Egi menatap ke dalam, pandangan matanya mendadak penuh dendam.
Dari posisinya ia bisa melihat Vincent sedang menekan Lana ke dinding. Posisi Vincent begitu ambigu. Seperti Vincent dengan mencium Lana dengan sebuah paksaan. Ya, memang Vincent itu pemaksa.
Egi memutar badan untuk kembali ke rumah sakit. Dia sudah meminta kepada pihak rumah sakit untuk membawa El pergi, meski belum ada jawaban yang pasti. Mereka beralasan akan berkonsultasi lebih dulu dengan dokter yang menangani El. Bahkan tidak sedikit yang menyarankan agar El tetap dirawat mengingat El mengalami perkembangan yang sangat bagus.
...
"Lana, percuma kamu bohong padaku, sebab aku sudah mengetahui semuanya!" Vincent mendesis, menatap Lana yang ia kungkung di depannya.
Pipi wanita itu merah setelah ia tampar begitu keras.
Lana merasakan tangan yang dicengekeram Vincent mati rasa. Cukup sebelah tangan saja, Vincent sudah mampu membuat tubuhnya remuk redam.
"Vincent, lepaskan! Brie pingsan!" rengek Lana panik saat melihat Brie jatuh setelah tadi coba ia lindungi dari amarah Vincent.
Akan tetapi saat amarahnya tak terbendung, Vincent memang menulikan pendengarannya. Di matanya hanya ada sang mangsa.
"Bawa pria itu ke hadapanku secepatnya! Waktumu hanya satu hari, atau kau yang akan menanggung akibatnya!" Vincent perlahan melepas Lana yang ia tahu sudah gemetar ketakutan.
Begitu terlepas, Lana langsung menghambur ke posisi dimana Brie pingsan. "Vincent, tolong Brie!"
Vincent melirik ke arah Brie. Ia tahu persis kalau Lana yang menjatuhkan Brie begitu Lana melihatnya tadi. Ya, Vincent memang menunggu Lana pulang. Setelah Egi menunjukkan video itu, ia segera memeriksa lagi hasil rekaman kamera mobilnya.
Mobil itu dipakai Lana untuk menjemput Brie, tanpa ia tahu kejadian yang sebenarnya. Ketika kecelakaan terjadi, Lana mengatakan semuanya tapi menutupi bagian kalau dia sudah menabrak seseorang. Vincent tidak ambil pusing selama Brie tidak kenapa-napa dan membiarkan Lana ketika berkata sudah bertanggungjawab dengan mengurus seluruh perbaikan mobil.
Vincent dilarang ikut campur. Dan sekarang dia baru tahu kenapa Lana melakukan itu. Menyesal ia terlalu percaya pada wanita ini.
"Vincent, bantu aku bawa Brie ke rumah sakit!" tangis Lana pecah, tetapi Vincent justru pergi dari hadapan Lana begitu saja.
"Vincent—Vincent!" Lana panik melihat itu. "Ini Brie, Vincent! Kumohon—"
Lana jatuh dalam kesakitan melihat Brie tidak bergerak sama sekali dan bibirnya biru. Dengan kepanikan luar biasa, Lana menggendong anaknya menuju rumah sakit diantarkan oleh sopir.
Vincent melihat itu dari balik vitrase jendela kamar. Cara dia memandang keluar sedikit aneh dan dingin. Hati pria itu mengeras jika ingat seluruh rangkaian jalan hidupnya sejak bersama Lana. Wanita yang dulu ia cintai sampai mirip orang gila. Ya, Vincent tergila-gila pada Lana.
Vincent menyesali itu semua. Sangat menyesal sampai ia frustrasi.
Lana adalah bagian terburuk hidupnya.