Asyifa rela jadi adik madu dari Naura, wanita cantik yang bersosialita tinggi demi pendidikan yang layak untuk kedua adiknya. Hanya saja, Adrian menolak ide gila dari Naura. Jangankan menyentuh Asyifa, Adrian malah tidak mau menemui Asyifa selama enam bulan setelah menikahinya secara siri menjadi istri kedua. Lantas, mampukah Asyifa menyadarkan Adrian bahwa keduanya adalah korban dari perjanjian egois Naura, sang istri pertama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hany Honey, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Enam Belas - Salahkah Bilaku Jatuh Cinta Lagi?
“Ya Salat dong Asyifa?”
“Oh kirain bikin anak lagi?” ucapnya lega.
“Kita Salat di kamar sebelah saja, ini kamar kotor semalam sudah diberantakin kita, Salat di kamar sebelah yang bersih,” ajak Adrian
Asyifa mengangguk, ia berjalan di belakang suaminya untuk ke kamar sebelah. Adrian kedua kalinya menjadi Imam. Setelah puluhan tahun ia meninggalkan kewajibannya, sekarang Adrian melaksanakan kewajibannya lagi sebagai seorang muslim. Menikah dengan Naura hanya dunia dan nafsu saja yang ia pikirkan. Jangankan salat, ada adzan saja dia tidak mengindahkannya, yang penting kekuasaan dan kekayaan yang Adrian pikirkan, dan itu untuk membahagiakan Naura.
**
Sudah satu bulan lamanya Naura di Paris. Ia semakin gelisah, karena suaminya sama sekali tidak menanyakan kabarnya, jangankan tanya kabar lebih dulu, membalas pesan dari Naura saja sangat singkat, tidak ada romantisnya lagi. Tidak ada kata rindu dan kata cinta lagi.
Dengan tatapan pilu, Naura memandangi layar gawainya, berharap malam ini suaminya menanyakan kabar dirinya, Namun, sama sekali suaminya tidak memberi kabar pada Naura. Naura padahal sengaja tidak mau memberi kabar lebih dulu pada Adrian, supaya Adrian memberi kabar lebih dulu, tapi ternyata itu membuatnya gelisah seharian. Sampai dia tidak ada semangat untuk pergi jalan-jalan dengan geng nya untuk membeli perintilan barang mewah di Paris.
“Ra ... kok kusut gitu wajahnya? Kenapa?” tanya Nina yang baru pulang dari jalan-jalan bersama lainnya.
“Adrian, Nin. Seharian dia gak menghubungiku. Tumben sekali, aku pergi dia sama sekali gak tanya kabar aku. Sebulan lho aku di sini, dia sama sekali gak tanya kabar duluan ke aku, kalau aku gak ngasih kabar duluan ke dia. Apa dia sedang sama Asyifa? Masa betah banget? Lihat kan Asyifa jeleknya minta ampun?” ucap Naura dengan perasaan campur aduk tidak keruan.
“Ya gak mungkin dia kesengsem sama madumu yang jelek itu, Ra! Orang sama Linda madunya Desti saja masih cantik Madunya Desti?” timpal Lena
“Dia udah dipoles Rudi ya cantik, Len! Sudahlah biar saja mereka bahagia, aku juga bahagia begini. Aku gak mau ambil pusing. Benar kata mama dan papa, mereka ada anak, jadi Rudi berhak memberikan untuk anaknya. Aku punya mama dan papa, aku punya rumah sendiri yang gak ada sangkut pautnya dengan Rudi, dan aku punya kalian,” ucap Desti, meski hatinya sakit, ia mencoba sadar diri. Semua itu juga dirinya yang memulai. Desti yang menyulutkan api, dirinya pula yang harus memadamkan perlahan api yang mulai bergejolak menjadi kobaran besar.
“Des, gak gitu juga kali? Kamu mikir dong perasaanmu, Rudi juga gak boleh begitu?” ujar Dini.
“Ya aku juga mikir perasaanku. Aku juga sakit hati, sangat sakit! Tapi, kalau aku semakin terbawa perasaan, yang ada aku yang rugi, Din? Aku gak mau perasaanku semakin kalut, dan membuat aku jadi kepikiran lalu sakit? Rugi dong? Aku juga bisa cari uang dan kebahagiaan sendiri tanpa Rudi!” ucapnya membanggakan diri, supaya ia bisa menghilangkan rasa sakit hatinya sendiri.
Ketiga sahabat Desti memeluknya, memberikan kekuatan pada Desti yang hatinya sedang rapuh, tapi ia sembunyikan sendiri. Tidak dengan Naura. Naura masih terdiam dengan duduk di sofa dan sesekali memandang gawainya, berharap Adrian menghubunginya.
Naura mencoba menelefon asisten suaminya. Ia menelefon Yoga, dan jawaban yang diberikan Yoga, membuat dirinya shock.
“Sejak kapan suamiku Salat, Yoga?” tanya Naura shocked.
“Sudah sebulan ini sih, Nyonya. Tadi habis meeting Tuan langsung minta ke Masjid depan kantor, karena sudah jam lima sore, katanya mau kejar waktu Asar,” jawab Yohq.
“Apa dia sering bertemu Asyifa?” tanya Naura.
“Ya, Tuan sering bersama Nyonya Asyifa,” jawabnya.
“Oh ya sudah, Ga!” ucapnya kesal.
Naura memijit keningnya. Ia semakin pusing memikirkan suaminya. Apalagi ditambah jawaban dari Yoga tadi kalau suaminya itu Salat.
“Salat? Masa sih seorang Adrian melakuan Salat? Suamiku dipelet Asyifa atau gimana? Masa tadi aku telefon Hasan katanya sedang Salat di Masjid depan kantor?” adu Naura pada temannya?
“What! Tadi kamu bilang apa? Suamimu Salat? Bagus dong? Kan dia muslim?” ucap Lena. “Kalau aku Salat baru kamu bisa heran!” imbuhnya.
“Ya aku tahu kamu non muslin, Len? Tapi kan Adrian gak pernah begitu, Len?” ucap Naura gelisah.
Benar-benar diluar dugaan. Satu bulan Naura liburan di Paris, senang-senang di Paris, suaminya cuek, giliran tanya asistennya, Naura mendapat jawaban yang mengagetkan.
**
Adrian sudah tidak sabar ingin bertemu Istri mudanya. Setiap hari saat akan pulang kerja menjadi hal terindah bagi Adrian, karena ia akan disambut dengan hangat oleh Asyifa saat pulang dari kantor. Tidak pernah ia disambut dengan hangat dan dihargai sebagai suami selama ini. Ia pulang dan pergi ke kantor, kadang tanpa Naura. Berangkat ia siap-siap sendiri. Naura sibuk dengan gawainya, bahkan sama sekali tidak mengantarkan Adrian ke depan saat akan ke kantor. Pun saat pulang, tidak ada sambutan hangat dari Naura, malahan Naura kadang belum pulang dari kumpul bersama teman-temannya.
“Aku sudah masak kesukaan Bapak, semoga bapak cepat menyelesaikan pekerjaannya, dan bisa makan masakan yang sudah aku siapkan ini,”
Adrian tersenyum membaca pesan dari Asyifa. Bagaimana tidak kangen dengan Asyifa, setiap pulang disambut dengan hangat, dan langsung disuguhkan segelas kopi atau teh, juga sudah dihidangkan masakan yang menggoda lidah dan perutnya.
“Aku akan segera pulang, baru dari Masjid, baru Salat Asar, tadi meeting cukup lama. Tunggu aku pulang, Istriku Manis,” balas Adrian.
Tambah mesra sekali Adrian pada Asyifa. Bahkan ia sudah membuka sedikit hatinya untuk Asyifa. Entah di belahan mana akan Adrian letakkan Asyifa di hatinya, karena sudah ada Naura yang memenuhi ruang hatinya.
Sejenak Adrian ingat dengan Naura. Ia tetap saja mengingat Naura, karena cinta pada Naura juga masih ada. Namun, ia masih kecewa dengan sikap Naura yang seolah membiarkan dirinya membagi hati.
“Aku minta maaf, Ra. Aku sudah jatuh hati dengan Asyifa. Aku tidak tahu secepat ini aku bisa terpesona dan jatuh hati pada wanita yang kamu pilihkan untuk jadi istri keduaku. Aku laki-laki normal, dan aku juga butuh memenuhi kebutuhan batinku, yang sudah kamu lupakan hampir delapan bulan ini. Kau saja sama sekali tidak peduli, malah pergi selama ini untuk senang-senang. Jadi jangan salahkan aku bila aku jatuh cinta lagi,” batin Adrian.
Seketika matanya mengembun, merasa bersalah terhadap istri pertamanya itu. Tapi, bagaimana lagi, dirinya juga sudah sangat kecewa.
**
“Jangan begini, bapak belum mandi. Ayo bersihkan badan bapak. Saya sudah siapkan air hangat, lalu baju ganti bapak.” Asyifa menjauhkan tubuh Adrian yang sudah ingin mencumbunya. Rasa rindunya sudah menggebu, padahal dia baru sehari pergi, tapi sudah sangat rindu dengan Asyifa.
“Ayo temani aku mandi!” Adrian langsung menggendong tubuh Asyifa ke kamar mandi.
“Aku sudah mandi, Pak! Lepaskan!” pekik Asyifa.
“Jangan membantah, kau sudah menggodaku!” ucap Adrian