Runa seorang gadis cantik yang sudah lelah menjalin hubungan dengan kekasihnya yang posesif memilih mengakhiri sepihak. namun apakah Abi akan membiarkan gadis yang sudah di claim sebagai miliknya lolos dari genggamannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wattped Love, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Weekend
Berhubung hari ini weekend jadi runa masih bergelayut dalam hangatnya selimut. Anak mager sepertinya tidak cocok bangun pagi jika tidak ada urusan yang penting. Terkadang runa heran dengan orang-orang yang memilih menghabiskan waktu liburan singkatnya untuk bepergian jauh. Bukannya lebih baik untuk menghemat tenaga sebelum menghadapi hari sibuk berikutnya.
Runa saja yang libur dua hari dalam satu minggu terkadang masih terasa kurang. Ia semakin memeluk erat gulingnya mencari kehangatan. Runa tanpa bantal guling sudah di pastikan tidurnya tidak akan tenang. Keduanya seperti pohon dan daun tidak akan terpisah.
Tapi sepertinya pagi ini orang- orang tidak membiarkannya tidur dengan tenang saat mendengar ponselnya tidak berhenti berbunyi.
" Siapa sih!" guman runa sebal. Tangannya meraba-raba kasur mencari asal suara. Matanya masih enggan terbuka.
Dengan malas runa mendekatan ponselnya di telinga tanpa melihat siapa yang menghubunginya pagi-pagi.
[ Hemm. ] guman runa pelan.
[ pagi sayang. ]
[ Sayang-sayang! siapa lo berani-beraninya panggil gue sayang! ] sewot runa sedikit membentak.
[ Pacar kamu lah. ]
[ Pacar gue yang mana nih? pacar gua banyak soalnya. ] balas runa ngawur.
[ Ohh berani ya kamu selingkuh dari aku! Mau aku sebar hah! ]
[ Aku kerumah kamu sekarang! ]
Tut
Tut
Belum sempat runa menjawab sambungannya sudah terputus. Runa mengedipkan matanya lucu. Apa ia salah bicara. Dengan segera runa beranjak dari tidurnya memeriksa kembali ponselnya. Matanya membulat sempurna saat melihat nama yang tertera di layar ponselnya.
Mampus Lo run batin runa.
" Bundaa!" jerit runa melompat dari tempat tidurnya berlari ke kamar mandi.
Cepat-cepat runa mandi sebelum pacar psikopatnya sampai di rumahnya. Runa sangat yakin pasti Abi sudah dalam perjalanan. Abi tidak pernah main-main dengan ucapannya.
Selesai mandi runa mengambil baju santainya untuk menyambut Abi datang. Lebih tepatnya mencegah cowok itu masuk ke rumahnya dan bertemu dengan kedua orang tuanya. Setelah menyisir rambutnya runa berlari cepat keluar dari kamarnya. Langkanya yang cepat menimbulkan suara yang cukup keras di atas tangga.
Hendra dan Laras yang tengah bersantai di ruang keluarga sembari menikmati cemilan pagi dan teh terheran-heran melihat putrinya berlari melewati keduanya. Laras memang sengaja tidak membangunkan runa pagi ini karena tau ke kebiasaan putrinya yang bangun lebih siang saat weekend. Saking paniknya runa sampai tidak melihat keberadaan Hendra dan Laras.
" Anakmu kenapa mas?" tanya Laras menyenggol kecil bahu Hendra yang memeluknya.
" Mana mas tau." balas Hendra mengangkat bahunya. Matanya mengikuti putrinya yang sudah menghilangkan di telan tembok.
" Sana susulin takut ada yang penting!" suruh Laras.
" Biarin aja lah sayang, palingan juga mau ke rumahnya Roy." tolak Hendra yang malah semakin membawa tubuh istrinya ke dalam pelukannya. Weekend emang enaknya menikmati waktu bersama istrinya sembari menonton film romantis.
Laras menepuk dada Hendra pelan saat tubuhnya di tarik semakin merapat. Tapi tak urung ia mendusel kan kepalanya di dada suaminya yang selalu membuatnya nyaman. Tenang saja tidak akan ada pelayanan yang melihat keduanya. Karena peraturan di rumah Mahendra saat hari libur para pelayan di larang ke rumah utama. Mereka akan tetap di rumah belakang setelah memasak makanan. Peraturan itu hendra buat agar ia bisa leluasa bermesraan dengan istri tercintanya yang pemalu.
Di depan pagar rumahnya runa sedikit berjongkok dengan napas yang memburu. Berlari dari lantai dua ke halaman rumahnya ternyata lelah juga. Runa melihat ke arah jalan satu-satunya di mana kendaraan bisa masuk yang ternyata masih sepi. Untung saja Abi belum datang. Jadi ia bisa berjaga-jaga di depan pagar.
" Pagi-pagi udah bikin jantungan aja tuh orang." guman runa.
Tidak lama sebuah mobil berwarna hitam dari jauh terlihat mengarah ke arah runa berdiri. Melihat bentuk mobilnya yang asing runa sudah bisa menebak jika itu milik pacarnya. Tidak salah lagi saat mobil itu berhenti tepat di depannya.
Runa berdecak pinggang melihat Abi yang keluar dari pintu pengemudi menggunakan kaos putih yang di padukan dengan celana jins sobek di bagian lututnya. Rambutnya di biarkan acak-acakan. Runa segera menutup mulutnya yang sedikit terbuka saat melihat Abi menghampirinya dengan wajah datarnya. Ia merutuki kebodohannya yang hampir saja terpesona dengan penampilan Abi yang terlihat sangat cool meski menggunakan baju santai yang harganya selangit. Tapi runa tidak bisa bohong jika pacarnya itu sangat tampan pagi ini.
Cup
" Ihh apaan sih datang-datang langsung nyosor." bentak runa mengusap pipinya bekas ciuman bibir nakal Abi.
" Hukuman buat kamu." balas Abi santai.
Ia berdiri di depan runa yang hanya sebatas dagunya saja.
" Ngapain Lo pagi-pagi ke sini, ganggu orang tidur aja." sewot runa sedikit mengangkat kepalanya agar lebih tinggi.
Cup
Abi mencium bibir runa singkat.
" Aku-kamu sayang." tegur Abi. Sudah di kasih tau berulang kali tapi kekasihnya itu sering melupakan peraturannya. Bagi Abi lo-gue sangat tidak sopan mengingat keduanya memiliki status hubungan.
" Jangan cium-cium!" larang runa galak.
Belum apa-apa pipi dan bibirnya sudah ternodai. Runa heran kenapa sekarang Abi jadi mesum. Padahal dulu pegangan tangan saja jika bukan runa yang memaksa tidak pernah Abi lakukan. Sekarang saja di mana saja bawaannya seperti om-om kurang belaian yang suka nyosor-nyosor.
" Eh eh mau kemana?" tanya runa melihat Abi hendak membuka gerbang.
" Mau minta ijin culik anaknya." bisik Abi di telinga runa lalu beranjak pergi. Tubuh runa membeku saat dengan sengaja Abi meniup wajahnya.
" APAA!" runa tersadar saat tiba-tiba sebuah daun yang menempel di pipinya terbawa angin. dengan cepetan ia menyusul langkah panjang Abi yang sudah sedikit jauh.
Belum sempat runa menarik tubuh Abi, kedua orang tuanya sudah lebih dulu menyadari kedatangan mereka. Abi tersenyum tipis menghampiri Hendra dan Laras yang tengah duduk santai.
" Pagi om, tante." sapa Abi menyalami tangan Hendra dan Laras bergantian.
" Eh nak abi, silahkan duduk-duduk." dengan ramah Laras menyambut kedatangan tamunya.
" Pagi-pagi udah gas aja ya bi." canda Hendra terkekeh kecil melirik putrinya yang cemberut.
Abi menanggapinya dengan senyuman kecil.
Laras pergi ke belakang membuatkan minum untuk Abi. Sedangkan runa terpaksa ikut duduk di samping Hendra. Ia memantau apa yang akan Abi lakukan di sini. Khawatir pacarnya itu akan berbuat sesuatu yang akan merugikan dirinya.
" Papah dan mamah kamu gimana kabarnya? Sehat?" tanya Hendra basa-basi.
" Alhamdulillah sehat om."
" Nih di minum nak Abi." Laras meletakkan secangkir teh di atas meja depan Abi.
" Makasih Tante." Laras membalas dengan senyuman. Ia kembali ikut duduk di samping runa. Jadi runa berada di tengah-tengah antara Hendra dan Laras. Sedangkan Abi duduk sendiri di sofa samping.
Ketiga orang itu kompak menatap Abi seolah menunggu apa yang akan cowok itu katakan.
Abi berdehem sebentar saat sadar dirinya tengah jadi pusat perhatian.
" Jadi kedatangan saya ke sini ingin meminta ijin untuk mengajak ana pergi sebentar om." Walaupun Abi mengatakan dengan suara lembut. Tetap saja raut datarnya tidak bisa hilang dari wajahnya.
Hendra tidak heran dengan itu. Karena buah jatuh tidak jauh dari pohonnya." Kemana?" tanya Hendra.
Meskipun ia percaya Abi tidak akan macam-macam dengan putrinya. Tapi tetap saja ia harus tau kemana runa pergi. Sebagai seorang ayah pasti tidak ingin kejadian yang tidak di inginkan menimpa putri satu-satunya.
" Hanya sekitaran sini saja om." balas Abi.
Hendra mengangguk-angguk kepalanya paham. Ia berganti menatap putrinya.
" Sana siap-siap." suruh Hendra pada runa.
" Runa ngga mau, cepek mau tidur aja." tolak runa mengalihkan pandangannya ke arah tv yang menyala.
" Kamu ngga kasihan sama Abi udah jauh-jauh ke sini." ucap Hendra.
" Ngga ada yang nyuruh kok." guman runa pelan yang masih bisa di dengar.
Hendra membulatkan matanya mendengar ucapan runa. Haduh menurun dari siapa sih tingkahnya. Perasaan dirinya dulu tidak semenyebalkan putrinya itu.
" Pergi atau uang jajan kamu ayah potong!" ancam Hendra galak.
Runa mendengus pelan mendengar ancaman ayahnya. Ia berjalan sembari menghentak-hentakan kakinya di lantai. Di kamar runa hanya mengganti pakaiannya dengan rok pendek di atas lutut dan baju crop top yang menampilkan bagian perutnya. Rambut panjangnya sengaja ia gerai. Jepitan berbetuk bunga sakura tidak lupa ia selipkan di antara rambut-rambutnya.
Runa mengambil tas kecilnya untuk menaruh ponsel, parfum, lipstik dan dompet yang berisi kartu-kartu penting. Karena tidak tau akan pergi kemana runa dengan acak mengambil sendal bahan kaca berhak cukup tinggi berwarna silver.
" Ayok cepet." ajak runa menghampiri ketiga orang yang tengah berbincang santai.
" Runa pergi dulu Bun." sengaja runa hanya berpamitan dengan Laras. Ia masih kesal dengan ayahnya. Runa melewati Hendra lalu pergi lebih dulu.
" Hati-hati sayang." balas Laras.
Abi beranjak dari duduknya.
" Kami pergi dulu om, tante." pamit Abi.
" Iya hati-hati nak Abi."
Hendra menggelengkan kepalanya melihat tingkah putrinya yang ngambek. Sepertinya ia akan keluar uang lagi untuk membujuk tuan putri agar berhenti merajuk.