Cintanya pada almarhumah ibu membuat dendam tersendiri pada ayah kandungnya membuatnya samam sekali tidak percaya akan adanya cinta. Baginya wanita adalah sosok makhluk yang begitu merepotkan dan patut untuk di singkirkan jauh dalam kehidupannya.
Suatu ketika dirinya bertemu dengan seorang gadis namun sayangnya gadis tersebut adalah kekasih kakaknya. Kakak yang selalu serius dalam segala hal dan kesalah pahaman terjadi hingga akhirnya.........
KONFLIK, Harap SKIP jika tidak biasa dengan KONFLIK.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon NaraY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Kepanasan.
Malam ini Dilan menyiapkan makan malam sederhana. Tahu dan tempe penyet ala Dilan sudah terhidang di meja makan.
Tidak ada keluhan apapun dari seorang Dilan karena memang istri Letnan Rama adalah seorang wanita dengan pribadi yang sangat sederhana.
Bang Rama mencoba mencuri pandang ke arah Dilan. Nampaknya istrinya itu masih terbawa perasaan soal Pratu Wardoyo.
"Dek, sudah donk marahnya. Masa dari tadi Abang di diemin." Protes Bang Rama.
"Ya karena Abang juga nggak mengakui kalau kebanyakan kaum Abang suka cari perkara. Kami-kami ini yang jadi korban, Bang." Kata Dilan.
"Allahu Akbar, Allah Karim. Ini kalau suamimu nggak menguasai empat penjuru arah mata angin.. sido mubal koyo kapuk, dek..!!" Bang Rama mengelus dada. "Ajuuurr mumur musuh kowe."
Rasanya sungguh tak sanggup berdebat dengan istrinya. Mungkin benar kata orang. Segagahnya seorang pria, segarangnya seorang tentara sekalipun tidak akan sanggup berhadapan dengan makhluk bertitle istri. Apalagi ada hal fatal jika makhluk bernama istri itu sudah cemburu.
Dilan yang kesal segera meninggalkan Bang Rama. Entah kenapa memang banyak lelaki dalam yang sudah mengecewakan hatinya. Mungkin semua ini karena dirinya tidak memiliki keluarga yang jelas.
Ingin rasanya balik kesal namun dirinya tidak mampu berdebat dengan wanita yang kini telah mengisi seluruh hidupnya. Mau tidak mau Bang Rama pun menyusulnya.
"Deekk.. iyaa deh, Abang salah. Abang mewakili kaum salah untuk minta maaf..!!" Kata Bang Rama mengalah.
Dilan masih saja memalingkan wajahnya. Namun saat Bang Rama memeluknya, pertahanan rasa kesalnya pun melunak. Ia menangis di dada Bang Rama dengan kuat.
"Meskipun Dilan tidak baik, jangan selingkuh ya Bang..!!"
Bang Rama pun menggeleng tak bisa menyembunyikan rasa gelinya. "Seharusnya Abang yang bilang begitu, Abang ini lajang.. kamu sudah 'pengalaman'. Tolong beri Abang kesempatan untuk membuktikan kalau Abang mampu menjadi kepala rumah tangga yang baik. Abang janji akan membuatmu menjadi istri paling bahagia di dunia."
Dilan menatap wajah Bang Rama. Agaknya ia sungguh melihat kegundahan dalam hati suaminya. Dekapan Bang Rama semakin erat hingga rasanya Dilan sulit untuk bernafas.
"Janji?? Berapa banyak janji jika laki-laki begitu menginginkan wanita itu. Setelah laki-laki itu puas, ia akan meninggalkannya." Ucap lirih Dilan namun ia menyandarkan tubuhnya pada Bang Rama seolah pasrah jika untuk kesekian kalinya dirinya akan kembali jatuh pada lubang yang sama.
"Adakah hal yang bisa membuatmu percaya bahwa Abang bukan seperti laki-laki yang pernah menyakitimu, kamu bisa bunuh Abang kalau sampai Abang ingkar." Ucap Bang Rama tegas.
Seketika Dilan tidak berani menatap mata Bang Rama. Hatinya pun luluh meskipun masa lalunya yang masih terus membayang.
\=\=\=
Bang Rama terbangun dari tidurnya, lengannya terasa kaku karena semalaman Dilan hanya ingin tidur di lengannya.
Sejak hari itu, Bang Rama sudah menemani Dilan untuk tidur dalam satu kamar meskipun dengan konsekuensi dirinya yang harus menahan hasratnya mati-matian saat gejolak batinnya tiba-tiba muncul tanpa bisa di tolak.
'Sabar, Ram..!! Sabaaarr.. tiga bulan lagi.'
Bang Rama mengecup kening Dilan kemudian memindahkan kepala Dilan dengan hati-hati pada bantalnya. Ia berdecak gemas saat melihat spasi di tempat tidurnya masih sangat luas tapi Dilan malah memilih tidur memepetnya di sisi tempat tidur dan bahkan jika ia salah bergerak maka dirinya akan jatuh ke lantai.
"Astaga manusia kutub satu ini."
Desah nafas Bang Rama masih berhembus kasar tatkala melihat pendingin ruangan terus menyala padahal daerah mereka adalah daerah yang sangat dingin dan mungkin hanya Danton bagian Intel satu-satunya anggota yang menggunakan pendingin ruangan di saat musim udara sedingin ini karena istrinya benar-benar tidak bisa 'berkeringat'.
"Anggota lain mana ada yang menyalakan pendingin ruangan di udara sedingin ini." Gumam Bang Rama heran sendiri. "Kalau begini caranya, setiap hari aroma parfum Abang bisa tercampur minyak ka*ak."
ttttt...
Bang Rama mematikan pendingin ruangan tersebut karena dirinya sudah menggigil kedinginan.
"Jangan di matikaaann..!!" Pinta Dilan.
"Abang bisa mati hipotermia, dek." Jawab Bang Rama.
"Kalau dimatikan, Dilan sama si Abang nggak bisa nafas." Kata Dilan kemudian bangkit dari posisi tidurnya.
Begitulah setiap kali pendingin ruangan itu di matikan.
"Kita jalan pagi yuk..!! Biar si Abang sehat..!! Pelan saja, putar satu gang..!!" Ajak Bang Rama karena melihat Dilan mulai kepayahan dalam setiap geraknya.
Dilan menggeleng. Bawaan bumil memang luar biasa. Selain manja, sekarang Dilan pun doyan ngambek.
"Ayo, dek..!! Sebentar saja..!! Masa satu gang saja tidak kuat?"
Lirikan Dilan sudah mengarah pada Bang Rama dan pria itu hanya bisa menelan ludah dengan kasar.
"Kalau Dilan benar nggak kuat, siapa yang tanggung jawab???" Tanya Dilan.
"Abang lah, masa si Decky." Jawab Bang Rama enteng.
...
Pandangan dilan mulai kabur padahal belum ada seperempat perjalanan mereka memutari satu gang dengan total lima belas rumah satu gangnya.
Bang Rama sudah berlari sebanyak lima kali tapi langkah kaki Dilan rasanya sulit untuk di gerakkan.
Senyum geli Bang Rama pun mengembang. Agaknya lucu sekali melihat bumil berjalan sembari menyangga punggungnya. Dengan jahilnya Bang Rama meledek dan mengikuti gaya Dilan berjalan.
"Hahaha.. ada pinguin timur." Ledek Bang Rama sepanjang jalan meniru Dilan.
"Jangan suka mengejek atau Abang kualat." Kata Dilan menahan kesalnya karena banyak om-om remaja tengah berlari pagi.
Seakan tak menggubris Dilan, Bang Rama terus meledek hingga lubang besar di tengah jalan tidak terlihat olehnya.
Kkllkk..
"Aaawwhh.." Bang Rama tersungkur karena kakinya terkilir.
Para anggota remaja sigap membantu Dantonnya dan di sana Dilan hanya melipat kedua tangan di depan dada.
"Itulah yang namanya kualat..!!" Kata Dilan kemudian meninggalkan Bang Rama yang sedang di papah anggotanya.
Dengan santainya Dilan pun menirukan gaya berjalan Bang Rama.
"Aaawwhh.. sakiitnyaaaa.." ejek Dilan.
"Oooo.. cemplon. Beraninya kau ya.." ucap gemas Bang Rama.
Dilan tak menggubris dan berjalan pelan kesana kemari.
Tak lama Prada Decky yang sedang patroli pagi menawari Dilan tumpangannya. "Ijin ibu, kami antar pulang?"
"Waahh.. terima kasih, Om..!!"
Rasanya ubun-ubun Bang Rama memanas karena kesal. Dirinya yang sakit kaki tapi Dilan yang mendapatkan tumpangan. Hanya saja menyadari istrinya lebih butuh bantuan, ia pun ikhlas saja demi istri tercinta.
"Nggak usah pegang-pegang kenapa sih, dek." Gerutu Bang Rama melihat Dilan susah payah mengatur posisi duduknya.
Ia mencoba melangkah tapi kakinya terasa nyeri.
"Gimana?? Boleh atau tidak pegang Om Decky." Tanya Dilan.
"Cckk.. ya sudah lah." Jawab Bang Rama meskipun hatinya merasa kesal. "Decky.. Kau maju sampai ujung jok..!!" Perintah Bang Rama pada 'ajudannya'.
.
.
.
.