Bagaimana jadinya jika seorang CEO arogan yang paling berpengaruh se-Asia namun keadaan berbalik setelah ia kecelakaan menyebabkan dirinya lumpuh permanen. Keadaan tersebut membuatnya mengurungkan diri di tempat yang begitu jauh dari kota. Dan belum lagi kesendiriannya terusik oleh Bella, kakak iparnya yang menumpang hidup dengannya. Lantas bagaimana cara Bella menaklukkan adik ipar yang dilansir sebagai Tuan Muda arogan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cemaraseribu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pembelaan Tuan Muda
Tuan Muda menatap tajam ke arah Tuan Besar, ayahnya itu. Tatapannya lekat dan tidak pernah terputus oleh kedipan mata Tuan Muda. "Cukup, Yah. Berhenti hina Bella. Dia masih menantu Ayah, istri almarhum Agash," katanya dengan suara yang tegas namun lembut, berusaha menenangkan suasana.
Bella, yang mendengar pertukaran kata-kata tersebut, hanya bisa menundukkan kepala. Hatinya bergetar, mencoba keras untuk tidak menunjukkan rasa sakit yang dia rasakan. Dia berusaha menguatkan diri demi Tuan Muda, menunjukkan ketegarannya meski dalam hati terasa hancur.
"Tapi dia membawa pengaruh buruk bagi kamu, Sei! Dia hanya dari kalangan bawahan," ucap Tuan Besar marah kepada putra dan menantunya.
"Terserah Ayah mau bilang apa. Yang jelas Bella tidak seburuk itu. Ayo, kita pergi," ucap Tuan Muda, memberikan instruksi kepada Bella untuk mendorong kursi rodanya. Bella mengangguk pelan, "Baik, Tuan Muda," jawabnya, suaranya hampir tidak terdengar.
Saat mereka berdua meninggalkan kantor besar itu, Tuan Besar hanya bisa menatap dengan campuran perasaan marah dan kehilangan. Dia tidak mengerti mengapa anaknya selalu membela Bella, dan dalam diam, sebuah rasa penyesalan mulai menyelinap ke dalam hatinya.
Tuan Besar menghembuskan napas berat, matanya menyala-nyala dengan rasa kecewa yang mendalam saat melihat Bella mendorong kursi roda Tuan Muda. "Dasar batu sekali kamu, Sei!" serunya dengan nada tinggi, menunjukkan rasa frustrasinya yang memuncak. "Semenjak ada Bella, kamu seperti ini!"
Tapi Tuan Muda sudah bergegas naik ke mobil dibantu oleh Bella, dan Bella juga bergegas naik mobil itu. "Jalan Pak," ucap Tuan Muda dingin. Ia menatap ke arah depan dengan tatapannya yang dingin.
Bella yang berada di sampingnya, ia merasa bersalah. "Maafkan saya Tuan Muda." Bella tidak tahu harus bagaimana. Jika ia tidak menumpang hidup di kehidupan Tuan Muda, mau tinggal dimana dia?
Tuan Muda, dengan tatapan tajam dan wajah yang tidak menunjukkan emosi, ia duduk berdampingan dengan Bella di mobil mewahnya menuju mansion di tepi pantai. Kedua tangannya erat, seolah-olah mencoba mengendalikan kekacauan yang sedang terjadi dalam benaknya. "Ini bukan salah kamu," ucap Tuan dengan suara baritonnya, mencoba meredam ketegangan.
"Tapi hubungan antara Tuan Muda dan Tauke Besar jadi seperti ini gara-gara saya."
"Bukan, Bella. Ayah memang seperti itu, terlalu ambisius. Biarkan saja," jawab Tuan Muda, suaranya dingin, memotong udara yang sudah cukup dingin dengan AC mobil yang berhembus kencang.
**********
Perjalanan mereka terasa begitu lama hingga langit mulai berubah warna menjadi keemasan sore. Bella, yang duduk di samping Tuan Muda, perlahan-lahan terlelap, kelelahan dari beban pikiran dan perjalanan yang panjang. Kepalanya yang bersandar pada jendela mobil, sesekali mengangguk kecil dalam tidurnya.
Sesampainya di mansion yang megah dan terpencil, Tuan Muda mematikan mesin mobil dan menoleh untuk memeriksa Bella. Melihat dia masih terlelap, dengan noda iler di sudut mulutnya, membuat Tuan Muda merasa bingung. Dengan suara datar yang penuh autoritas, ia berkata, "Bangun."
Bellal terkejut dan membuka matanya, "Eh, udah sampai ya?"
Tuan Muda, masih dengan wajah datar dan mata yang tidak berkedip, menunjuk ke bercak iler di jok mobilnya, "Iler kamu netes di mobil saya," ucapnya dengan nada sarkastik, mencoba menyembunyikan kegelisahan yang menderanya dari dalam.
"Eh masa sih?" tanya Bella sambil mengelap ilernya itu. Tapi tidak sampai menetes di mobil.
"Bantu saya turun, cepat."
"Baik, Tuan Muda."
Bella baru saja membuka pintu mobilnya ketika Lauren, putrinya yang berusia dua tahun delapan bulan itu berlari ke arahnya dengan keceriaan yang tak terbendung. "Ibu!!! Akhilnya ibu puyang!!" seru Lauren sambil melompat ke dalam pelukan Bella.
Bella membalas pelukan anaknya dengan penuh kehangatan. "Maafin ibu ya, Nak," ucapnya dengan suara yang bergetar, menahan emosi yang bercampur aduk.
Lauren, dengan mata berbinar, mengangguk penuh pengertian. "Iya Bu," jawabnya singkat. Kemudian, wajahnya berubah menjadi semringah saat mendengar kabar berikutnya. "Oh iya, ibu dapat izin buat bawa kamu ke tempat kerja ibu."
"Acik!!" teriak Lauren, menggunakan slang anak-anak yang berarti 'asyik'. Bella tersenyum melihat kegembiraan yang tulus dari anaknya itu.
"Tapi ingat, kata Om Sei gak boleh berisik," peringat Bella sambil menatap mata Lauren yang berbinar.
"Ciap ibuu. Lolen gak bakayan belicik kok."
"Bilang apa sama Om Sei?" tanya Bella.
"Acih Om Cei, Om Cei baik deh," sahut Lauren dengan nada manja, dan melambai ke arah Tuan Muda yang berdiri beberapa langkah di belakang Bella.
Tuan Muda, dengan ekspresi wajah yang datar, hanya mengangguk perlahan. Dia memandang interaksi antara ibu dan anak itu dengan rasa puas namun tetap menjaga jarak emosional.
"Mari Tuan, saya antar," ucap Bella, mengalihkan perhatiannya kembali kepada Tuan Muda dan memimpin langkah menuju ke dalam rumah untuk beristirahat, sementara Lauren masih berpegangan erat pada tangan ibunya, tak ingin melepaskan lagi.
"Urus aja anak kamu, saya bisa sendiri."
"Baik Tuan Muda."
*********
Setelah semua beres, Bella pun bergegas ke kamar Tuan Muda. "Mumpung Lauren lagi tidur aku ke kamar Tuan Muda, pasti dia belum mandi."
Bella mempercepat langkahnya menuju kamar Tuan Muda, namun ranjangnya kosong tanpa ada tanda-tanda kehadirannya. "Tuan Muda! Tuan!" teriaknya dengan suara yang meningkat kekhawatiran. Ia mengintip ke kamar mandi, namun juga tidak menemukan sosok Tauke Muda di sana.
Di luar dugaannya, suara Tuan Muda terdengar dari arah balkon. "Ngapain kamu teriak-teriak?" tanya Tauke dengan nada datar, sambil tetap menatap layar tablet yang terbuka di pangkuannya.
Bella mendekat, nafasnya sedikit terengah-engah, "Ya ampun, saya cari tadi kemana-mana, taunya Anda di sini. Tuan, ayo saya bantu mandi," katanya dengan nada yang lembut namun tetap bersikap profesional.
Tuan Muda hanya mengangkat tangannya, memberi isyarat untuk menunda kegiatan mandi tersebut. "Kenapa Tuan Muda?" tanya Bella, kebingungan.
Dengan pandangan yang masih terpaku pada layar tablet, Tuan Muda menghela nafas panjang. "Saya mendapat undangan dari Tuan Charlie untuk hadir di acara launching produk baru minggu depan," ujarnya tanpa melihat Bella.
Bellal mengangguk, memahami betapa pentingnya acara tersebut bagi Tauke Muda. "Baiklah, Tuan Muda." Bella akan pergi terlebih dahulu tapi dicegah oleh Tauke Muda.
"Bella! Siapa yang suruh kamu keluar?! Hmm?"
"Ya terus saya ngapain disitu? Jadi patung pancoran?" tanya Bella polos.
"Saya butuh bantuan kamu terkait acara minggu depan itu."
"Acara apa?"
"Acara launching produk."
"Apakah ada yang bisa saya bantu terkait acara tersebut, Tuan Muda?" tanyanya, siap memberikan dukungan lebih dari sekadar pengasuh Tuan Muda.
"Saya butuh datang bersama kamu," ucap Sei lirih.
"Ha? Bersama saya? Beneran?" tanya Bella heran.
"Hmmm iya sama siapa lagi? Genderuwo?" tanya Tuan Muda sarkas.
*********