Gara, cowok dengan semangat ugal-ugalan, jatuh cinta mati pada Anya. Sayangnya, cintanya bertepuk sebelah tangan. Dengan segala cara konyol, mulai dari memanjat atap hingga menabrak tiang lampu, Gara berusaha mendapatkan hati pujaannya.
Tetapi setiap upayanya selalu berakhir dengan kegagalan yang kocak. Ketika saingan cintanya semakin kuat, Gara pun semakin nekat, bahkan terlibat dalam taruhan konyol.
Bagaimana kekocakan Gara dalam mengejar cinta dan menyingkirkan saingan cintanya? Akankah Gara mendapatkan pujaan hatinya? Saksikan kisah cinta ugal-ugalan yang penuh tawa, kejutan, dan kekonyolan!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana 17 Oktober, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
24. Kejujuran dan Ketulusan Gara
Gara berdiri di depan pagar rumah Anya dengan semangat membara. Setelah meletakkan helm gas melonnya di jok motor, ia menghela napas dalam-dalam, menatap ke arah jendela kamar Anya. Berusaha terlihat sesempurna mungkin, dia pun merapikan rambutnya yang sedikit berantakan akibat helm, lalu tersenyum puas pada bayangan dirinya di kaca spion motor.
Gara berbicara pada dirinya sendiri, sambil menggenggam buket bunga. “Oke, Gara ... Hari ini bakal sempurna. Bunga ini udah yang terbaik. Bukan buat kuburan. Jus alpukat ini juga ... pasti Pak Kades bakal suka banget. Martabak manis dan telornya juga ... semua aman! Nggak bakal ada yang salah!”
Dengan penuh percaya diri, dia melangkah ke pintu rumah sambil membawa buket bunga di tangan kanan dan martabak serta jus di tangan kiri. Langkahnya mantap, senyumnya lebar. Saat dia mengetuk pintu, perasaannya campur aduk, antara gugup dan antusias. Pintu akhirnya terbuka, dan di sana berdiri Anya, terlihat cantik seperti biasa. Mata Anya membesar melihat buket bunga di tangan Gara.
Anya tersenyum. “Gara? Wah, tumben kamu datang sesore ini.”
Gara berusaha menjaga kesan cool. “Iya dong, spesial buat kamu. Kali ini nggak salah bunga kok, ini ... bunga mawar putih dan merah muda, melambangkan ketulusan dan cinta yang lembut, katanya.”
Anya tertawa kecil, menatap buketnya. “Bagus banget, Gara ... dan aman dari suasana horor, ya?” ujarnya tersenyum mencium wangi bunga dari Gara.
Gara tertawa malu. “Iya, iya, udah belajar dari pengalaman kok! Eh, ini ada titipan buat Ayah kamu juga. Jus alpukat, sesuai selera beliau 'kan? Dan martabak biar suasana makin manis.”
Ayah Anya muncul di belakang Anya, tersenyum lebar. “Wah, Gara! Kali ini kamu datang lebih beres. Bunga yang tepat, martabak, dan jus alpukat favorit saya ... kamu nggak main-main, ya?”
Gara mengangguk mantap, agak lega. “Iya, Pak! Demi Anya, pokoknya harus serius dan … aman dari bunga kuburan.”
Ayah Anya tertawa, menepuk bahu Gara. “Baguslah! Gara yang ini lebih ... meyakinkan. Ayo, masuk dulu!"
Gara masuk dengan senyum sumringah. Semua terasa lebih baik dari biasanya. Dan di dalam hatinya, ia yakin bahwa kali ini ... ia benar-benar melangkah ke arah yang tepat untuk mendapatkan hati Anya, dan calon mertuanya!
Setelah masuk ke ruang tamu, Gara mencoba bersikap serileks mungkin. Dia duduk dengan posisi "sok formal," yang malah terlihat lucu di mata keluarga Anya. Ayah Anya dan Ibu Anya ikut duduk di sofa, sementara Anya berdiri di dekatnya, tampak senyum-senyum melihat tingkah Gara yang serius tapi tetap kocak.
Gara menatap serius ke arah Ayah Anya, dengan gaya duduk tegang dan formal ia berkata, “Pak, Bu, saya datang ke sini bukan cuma buat kasih martabak dan jus. Saya ... ingin mengungkapkan betapa seriusnya saya ke Anya.”
Ayah Anya berusaha menahan tawa, menanggapi dengan tenang. “Wah, serius gimana nih, Gara?”
Gara menelan ludah, lalu bicara penuh keyakinan. “Iya, Pak ... Saya berjanji bakal jadi cowok yang ... yang bertanggung jawab. Demi Anya, saya bahkan rela nggak main PS selama sebulan penuh!”
Anya tertawa, sambil menggeleng. “Wah, pengorbanan besar tuh, Gara!”
Ibu Anya ikut tersenyum “Kamu yakin? Kalau cuma sebulan, kamu nggak sungguh-sungguh tuh.”
Gara menghela napas panjang, lalu terlihat berpikir keras. “Hmm, kalau gitu ... dua bulan deh, Bu! Demi cinta saya yang tak terbatas buat Anya!”
Suasana ruang tamu langsung pecah dengan tawa. Gara pun ikut tertawa canggung, menyadari betapa konyolnya dirinya. Tapi, ia tetap melanjutkan dengan percaya diri.
Ayah Anya berkata, “Oke, Gara ... coba tunjukkan seberapa serius kamu lagi.”
Gara berpikir cepat, lalu tiba-tiba berdiri sambil mengangkat tangan. “Saya juga akan belajar masak buat Anya! Mulai sekarang, saya akan belajar bikin makanan yang enak, dan aman dimakan!”
Anya: tertawa terbahak-bahak, teringat pengalaman dan aksi kocak Gara saat taruhan memasak dengan Dion.
Ayah Anya mengangkat alis, sambil mencoba menahan tawa. “Bagus, bagus. Tunjukkan keseriusanmu, Gara. Tapi ingat, Anya itu anak perempuan saya satu-satunya, jadi kamu harus siap diuji, ya.”
Gara kembali tegang, menegakkan badan seperti tentara. “Siap, Pak! Saya akan melewati ujian apa pun ... walaupun saya cuma bisa push-up tiga kali!”
Ibu Anya: tertawa sambil melirik suaminya. “Wah, kalau gitu ... kita bakal ngadain ujian push-up dulu buat kamu, Gara.”
Gara terdiam, baru menyadari kesalahan ucapannya. “Eh … eeh, tiga kali itu … maksudnya ... dalam sehari! Tapi kalo malam, biasanya lima kali!” Ia mencoba memperbaiki dengan gugup.
Ayah dan Ibu Anya tertawa puas, menikmati kekonyolan Gara yang mencoba menjadi cowok ideal di mata mereka. Anya, yang melihat semua ini, tertawa sampai menutup mulutnya karena Gara yang berusaha terlihat serius justru membuat suasana jadi lebih lucu. Dan di antara tawa itu, Gara merasa hatinya semakin mantap, karena meskipun ia konyol, ia berhasil membawa senyuman bagi keluarga Anya, termasuk calon mertuanya.
Setelah berbincang sebentar dengan Gara. Kedua orang tua Anya memberikan ruang bagi Anya dan Gara mengobrol santai di teras rumah.
Di teras rumah, Gara dan Anya duduk berhadapan dengan santai. Suasana malam itu terasa hangat, ditemani lampu-lampu temaram yang membuat momen jadi lebih romantis, meski Gara masih saja melakukan hal-hal kocak. Anya tampak tertawa kecil, menutup mulutnya setiap kali Gara membuat lelucon.
Gara: berbisik pura-pura rahasia sambil melihat sekeliling. “Tapi, jangan bilang siapa-siapa ya, Anya ... aku itu sebetulnya pangeran dari planet lain, lagi nyamar buat misi penting di bumi. Cuma kamu yang tahu, jadi tolong jaga rahasia ini.”
Anya tertawa sambil menggeleng. “Oh ya? Pangeran dari planet mana, Tuan Gara?”
Gara: mengusap dagunya berpikir. “Planet Gas Melon! Di sana, aku ini pangeran helm sakti.” Ia tertawa kecil, menunjukkan helm gas melon yang ia letakkan di jok motor.
Di dalam rumah, Ayah dan Ibu Anya ikut mendengar sebagian obrolan mereka, dan terdengar suara tawa dari dalam, menandakan mereka menikmati kekonyolan Gara.
Ibu Anya tersenyum ke arah suaminya. “Anya kelihatan bahagia sekali ya, Pak. Gara ini memang anak yang apa adanya, tulus.”
Ayah Anya mengangguk setuju. “Iya, dan dia berhasil bikin suasana jadi ringan. Belum pernah lihat Anya tertawa selepas ini di depan orang lain.”
Kembali di teras, Gara melanjutkan aksinya dengan mencoba gaya puisi, sambil menatap Anya serius. “Rembulan bersinar terang, bintang berkedip riang. Di hadapanku, Anya bagaikan pelangi di malam hari ...” Ia terdiam sejenak, sadar puisinya terdengar aneh
Anya tertawa lepas “Pelangi malam hari? Gara, itu pelanginya ngelawan alam, ya?”
Gara ikut tertawa.“Iya, biar beda sama yang lain. Pokoknya kamu itu spesial banget sampai pelangi aja rela muncul di malam hari!”
Mereka terus tertawa dan bercanda di teras, sementara dari balik jendela, Ayah dan Ibu Anya saling memandang penuh senyum.
Ibu Anya berkata, “Dia memang konyol, tapi entah kenapa semua itu malah jadi nilai tambah, ya, Pak?”
Ayah Anya mengangguk. “Iya, kadang konyol itu perlu. Yang penting dia serius dan tulus pada Anya.”
Obrolan dan tawa di antara Anya dan Gara terus berlangsung, sementara kedua orang tua Anya merasa semakin yakin bahwa Gara, dengan segala kekonyolannya, adalah sosok yang mungkin cocok untuk membahagiakan anak mereka.
...🌟🌟🌟...
Pesan moral yang dapat disampaikan dari bab ini tentang Gara adalah pentingnya menjadi diri sendiri dalam setiap situasi. Gara menunjukkan bahwa kejujuran dan ketulusan adalah hal yang paling berharga dalam menjalin hubungan, bahkan lebih dari sekadar penampilan atau kata-kata manis. Dengan kepribadiannya yang apa adanya, Gara berhasil membuat Anya bahagia dan orang tua Anya menyukainya, karena ia tidak berpura-pura dan berani menunjukkan sisi kocak serta tulusnya.
Ini juga menunjukkan bahwa sering kali kebahagiaan datang dari hal-hal sederhana dan sikap ringan, serta bahwa tidak perlu menjadi sempurna untuk membuat orang lain merasa nyaman dan dicintai. Keterbukaan dan ketulusan, meskipun disampaikan dengan cara yang unik atau konyol, tetap bisa menciptakan hubungan yang erat dan membahagiakan.
...🌸❤️🌸...
.
To be continued