Malam itu petir mengaum keras di langit, suara gemuruhnya bergema. Angin mengamuk, langit menangis, meneteskan air dengan deras. Alam seolah memberi pertanda, akan datang suatu bencana yang mengancam sebuah keluarga.
Clara seorang ibu beranak satu menjadi korban ghibah dan fitnah. Sampai mati pun Clara akan ingat pelaku yang sudah melecehkannya.
Akankah kebenaran akan terungkap?
Siapa dalang di balik tragedi berdarah ini?
Ikuti ceritanya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yenny Een, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 Akhir Indra
Siluman macan keluar dari kamar persembahan. Siluman macan melihat Mbah dukun yang baru saja terbangun dari pingsannya. Tanpa menunggu lagi, siluman macan langsung menyerang mbah dukun. Mbah dukun kembali terjengkang.
"Hei, siluman! Kurang ajar!"
Mbah dukun berdiri tegak. Dari kelopak matanya tajam menatap siluman macan. Mulut mbah dukun komat kamit membaca mantra. Dari tubuhnya memancar energi dashyat yang sudah merasuki. Mbah dukun mengarahkan kerisnya ke arah siluman macan.
Keris Mbah dukun melayang dengan sendirinya menyerang siluman macan. Keris itu berhasil mengenai dada siluman macan. Percikan darahnya bertebaran di udara.
Dari tangan siluman macan keluar tombak bermata tajam. Siluman macan kembali beradu kekuatan dengan keris yang dikendalikan mbah dukun. Senjata mereka saling bergesekan dan memunculkan suara dan aura magis.
Pertarungan terus berlanjut, berbagai ilmu kesaktian mereka adu. Setelah beberapa lama pertarungan, akhirnya siluman macan berhasil menghujamkan keris mbah dukun ke dadanya dengan cepat.
BRUUK!
Mbah dukun jatuh tersungkur di lantai kayu rumahnya. Rembesan darah mulai mengalir mengeluarkan bau amis yang menyengat. Indra terganggu dengan aroma yang sangat menusuk-nusuk hidungnya. Indra gemetaran melihat siluman ular yang menatap tajam ke arahnya. Indra lari terbirit-birit meninggalkan rumah mbah dukun.
Indra terus melaju di jalan raya. Indra mencium aroma busuk di dalam mobil. Indra membuka semua kaca mobilnya. Dan Indra melihat seseorang duduk di kursi tengah dari spionnya. Seorang wanita berambut panjang yang duduk menunduk. Indra melemparkan garam yang sebelumnya di dapat dari mbah dukun ke arah belakang. Dalam sekejap sosok itu menghilang.
Indra membuang napas. Perasaanya lega saat hantu wanita itu menghilang.
Pandangan Indra lurus ke depan. Nyala terang lampu kendaraan dari arah yang berlawanan menerpa wajahnya. Kelopak mata Indra mulai menggantung. Kantuk mulai menyerangnya. Dengung mesin mobil semakin terdengar samar.
TIIIIIIIITTT!
Tanpa sadar kepala Indra terantuk setir. Indra tersentak tanpa sengaja kakinya memperdalam pedal gas menerobos lampu merah.
BRAAAKKKK!
Dari arah samping kiri, mobil Indra diseruduk keras oleh mobil Pajero. Mobil Indra berguling-guling salto di perempatan jalan dan membentur lampu merah. Entah bagaimana caranya, tubuh Indra terpental ke jalan raya dalam posisi tengkurap.
Sebuah truk pengangkut sampah melewati lampu merah. Clara menarik tali yang terjuntai di bagian belakang truk. Tali itu terlilit kuat di kaki kanan Indra. Dan Clara juga menutupi tubuh Indra agar tidak terlihat. Truk pun dengan santainya melaju di jalan.
Indra terseret aspal, dadanya panas, bajunya terkoyak, rasa perih mulai menjalar ke seluruh tubuh. Indra sekuat tenaga mengangkat tangan meminta pertolongan. Tapi tidak ada satu pun yang mendengar. Bahkan orang yang berada di depannya sama sekali tidak menyadari ke hadiran Indra.
Perut Indra terhantam benda keras dan panas. Pelipisnya mengeluarkan cairan dengan derasnya tanpa bisa ditahan. Indra juga muntah darah. Tubuh bagian depan Indra juga terluka parah akibat bergesekan dengan aspal. Pengendara jalan yang lain melihat darah berceceran di aspal tapi mereka sama sekali tidak tahu penyebabnya.
"Tolong, tolong," Indra terus memohon meminta pertolongan. Indra juga berdoa di dalam hati. Dalam keadaan seperti ini Indra tampak religi.
Mobil truk akhirnya berhenti. Indra dengan sekuat tenaga mencoba membalikkan badannya. Seluruh tubuhnya terasa remuk dan mati rasa. Clara tersenyum menampakkan dirinya. Clara melepaskan tali yang mengikat kaki Indra. Clara juga membalik badan Indra.
"Katakan, apa kalian diperintahkan untuk melecehkan ku!" dengan suara yang berat Clara berteriak.
"A ... aku hanya tidak tahan melihat tubuhmu," jawab Indra.
"Siapa yang menyuruh kalian?"
"Nenek tua," lirih Indra.
"Katakan di mana dia?"
"Tidak tau," Indra mulai kehilangan kesadaran.
Dari arah belakang nampak iringan bis berjejer dengan spanduk di depannya bertuliskan 'Study Tour' sebuah sekolah. Bis itu lewat menembus tubuh Clara. Tapi sayang untuk Indra, bis itu tidak menembus tubuhnya malah melindas tangan kanan Indra.
Indra refleks mengangkat tangannya dan merubah posisinya yang masih terbaring di aspal. Bis yang kedua juga melewati Indra, kali ini Indra berhasil berada di bawah tengah bis. Anggota badannya yang lain aman.
Indra menghela napas, jantungnya terus saja berdetak dengan cepat.
"AAAAGGGGHHHHHH!" jeritan pilu menyayat hati dari Indra. Kedua kakinya terlindas bis ketiga. Terdengar suara remukan tulang yang patah. Darah kembali membasahi aspal.
"Clara, ampun, tolong selamatkan aku," mohon Indra.
"Katakan! Siapa pria yang bersama kalian!"
"Dia bernama Alex," ringis Indra.
"Di mana dia?"
"Tanyakan Ellie, tolong Clara, selamatkan aku. Aku sudah tidak kuat," Indra kembali memuntahkan darah segar.
"Baiklah, aku akan menghilangkan sakitmu."
Clara mengangkat tubuh Indra dan melemparkannya sekuat tenaga ke arah hutan.
"AAAAGGGGHHHHHH! Semua setan tidak dapat dipercaya!" Indra mengelilingkan pandangannya.
Indra saat ini berada di dalam hutan, gelap, kelam, mencekam. Suasana malam yang hening membuat bulu kuduk berdiri. Indra melihat sosok merangkak, pupil matanya mengencang. Mereka datang berombongan dan mereka memamerkan gigi mereka yang tajam. Air liur menetes dari moncong mereka.
ROAAAR!
ROAAAR!
Serigala-serigala itu mengelilingi Indra. Mereka tergoda dengan aroma darahnya. Indra semakin ketakutan, tubuhnya bergetar hebat. Indra tidak berdaya, tubuhnya penuh dengan luka, tenaganya terkuras habis. Yang tersisa dari dirinya saat ini adalah rasa penyesalan yang terdalam.
Menyesal tak pernah di awal, hadirnya belakangan. Andai saja saat itu Indra mendengarkan Bobby, pasti nasibnya dan kedua temannya tidak semengerikan ini. Indra mengingat kembali saat dia, Roy, Tony dan Alex yang begitu buas dan sadisnya menyiksa Clara dan mencicipinya.
Indra hanya bisa pasrah. Inilah hukuman yang harus dia terima. Clara, maafkan segala kesalahanku, batin Indra.
Dan serigala-serigala yang lapar itu meloncat menyerang tubuh Indra. Mereka mencakar, menggigit, memakan dengan rakusnya setiap inci tubuh Indra. Jeritan kesakitan Indra sama kerasnya dengan lolongan serigala. Dan Indra pun menutup mata untuk selamanya.
...----------------...
"Ma, mama," Dilara bangkit dari duduknya dan memeluk seseorang dari belakang.
"Ma, mama, Dila tau ini Mama. Dila kangen Ma," isak Dila.
"Ma, terima kasih sudah menjaga Dila. Mama selalu ada buat Dila. Dila juga melihat semua rekaman kejadian saat itu. Dila tau mengapa Mama begini. Mereka memang pantas mendapatkan semua itu. Mereka memang pantas!"
"Ma, Mama, Mama,"
"Dilara, Dilara," Tante Elma mengusap lembut punggung Dilara.
Dilara membuka lebar kedua matanya. Ternyata tadi hanya mimpi. Mimpi yang indah bagi Dilara karena bertemu dengan Clara. Walaupun Clara hanya memberikan punggung kepadanya.
"Tante, bagaimana Dila bisa sampai di sini?" Dilara mengedarkan pandangannya. Dilara melihat Dira, Salma, Salman ada di dalam kamarnya.
"Kami menemukan kamu pingsan sayang di rumah seorang dukun.Dan itu pun saat ponsel mu telah diaktifkan. Dira melacak keberadaan mu. Dan kami juga seharusnya berterima kasih kepada seorang wanita yang telah menghubungi kami via ponsel mu," kata Elma.
"Seorang wanita?" Dilara mengernyitkan keningnya.
Mama, apakah itu mama?, batin Dilara.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...