Rasa bersalah karena sang adik membuat seorang pria kehilangan penglihatan, Airi rela menikahi pria buta tersebut dan menjadi mata untuknya. Menjalani hari yang tidak mudah karena pernikahan tersebut tak didasari oleh cinta.
Jangan pernah berharap aku akan memperlakukanmu seperti istri, karena bagiku, kau hanya mata pengganti disaat aku buta - White.
Andai saja bisa, aku rela memberikan mataku untukmu - Airi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 26
Entah apa yang dilakukan didalam kamar, yang pasti, cukup lama Mama Nuri dan Papa Sabda menunggu diluar. Hingga Mama Nuri bertandang ke dapur untuk membuat teh dan mencari sendiri cemilan yang bisa dia dan Papa Sabda makan sembari menunggu.
Dua gelas teh serta 2 biji apel sudah hampir tandas, tapi belum juga terlihat tanda tanda Airi dan White keluar dari kamar.
"Mereka lagi ngapain ya Pah?" Pertanyaan Mama Nuri membuat Papa Sabda langsung tergelak.
"Ya Masa kamu gak tahu Mah. Tadi pas kamu buka pintu, kondisinya gimana?" tanyanya balik sambil mencolok potongan apel terakhir yang ada dimangkuk. Disebelahnya, Mama Nuri terlihat sedang senyum-senyum sendiri. "Kamu kenapa Mah, pengen juga?" tanyanya sambil merangkul bahu sang istri.
"Apaan sih Pah," Mama Nuri menyingkirkan lengan suaminya. "Ini rumah orang."
"Kata siapa? Orang aku yang beli." Jawaban enteng itu langsung dihadiahi pelototan oleh Mama Nuri. "Masih ada kamar kosong Mah. Kayaknya jam segini olahraga enak juga." Papa Sabda melakukan peregangan selayaknya orang yang mau olahraga.
"Hadeh, gak anak dan bapak, sama saja." Mama Nuri hanya bisa geleng-geleng. "Tapi Mama seneng banget Pah, akhirnya White bisa menerima Airi. Padahal Mama takut saat White bisa melihat nanti, dia bakalan ceraiin Airi. Mama sudah cocok banget sama Airi. Anaknya sopan, baik, tulus, dan cantik, paket komplit pokoknya."
"Kayak papa dong?" goda Papa Sabda sambil menyenggol lengan istrinya.
Sementara di kamar mandi, meski udah lumayan kedinginan, masih belum pengen usai juga main airnya. Padahal ukuran kamar mandi tak begitu besar, juga tak ada bathtub, tapi itu sama sekali tak mengurangi keseruan mandi bersama untuk yang pertama kali. Beberapa kali Airi memang pernah membantu White mandi, tapi mandi berdua seperti ini, baru pertama.
"Bang udah dong, gak enak sama Mama Papa kalau mereka kelamaan nunggu," protes Airi yang sampai kalut karena White tak mau berhenti menyabuni tubuhnya. Dan yang pasti, hanya bagian itu itu saja.
"Biarin, gak mau nunggu ya biar mereka pulang. Lagipula rumah ini udah kayak rumah mereka, jadi gak usah dianggap tamu," sesantai itu White menanggapi.
Setelah cukup lama, sangat lama lebih tepatnya, Airi bisa bernafas lega karena acara mandinya selesai. Setelah membantu White mengenakan pakaian, dia menggosok rambutnya sebentar. Sebenarnya malu juga keluar dengan rambut basah, tapi tak enak juga membuat Mama Nuri dan Papa Sabda menunggu lama jika dia harus mengeringkan rambut lebih dulu.
"Kamu lagi ngapain Ai? Udah selesai ganti baju?" tanya White yang memang tak tahu apa yang saat ini dilakukan Airi.
"Aku masih nggosok rambut, udah Abang keluar dulu, temui Mama Papa." Airi membantu White mengambil tongkatnya agar pria itu segera keluar.
Melihat pintu kamar yang akhirnya terbuka, Papa Sabda dan Mama Nuri bernafas lega. Tak seperti sebelumnya, hari ini, White terlihat lebih segar dan wajahnya berseri-seri. Setelah kecelakaan kala itu, hari untuk pertama kalinya, White terlihat bahagia seperti dulu. Mama Nuri menghampiri White lalu menuntunnya menuju sofa.
"Seger banget kayaknya," ledek Papa Sabda.
"Apaan sih Pah," sahut White sambil berdesis. Dia paham kemana arah pembicaraan papanya.
"Habis ngapain kalian, lama banget di kamar?"
"Mandi" Jawaban White langsung disambut tawa menggelegar oleh sang papa, sementara Mama Nuri, dia hanya ikutan senyum.
"Yakin cuma mandi? Lama banget loh, Papa aja sampai hampir lumutan nungguin kalian." White hanya bisa menghela nafas berat menanggapi kelakar papanya.
Tak berselang lama, Airi keluar dari kamar. Sedikit malu karena rambutnya masih basah. Ditambah lagi melihat 2 gelas teh diatas meja, makin malu karena mertuanya harus bikin minum sendiri.
"Duduk sini Ai," panggil Mama Nuri sambil menepuk sofa disebelahnya.
"Mama sama Papa ngobrol aja sama Abang, Airi kedapur dulu, mau masak." Gak enak jugakan, mertua datang gak dikasih makan, apalagi ini sudah mau masuk jam makan siang.
"Kamu belum masak Ai?"
"Mah, jangan marahin Airi," potong White cepat. "Dia capek, semalam kurang tidur, jadi hari ini bangunnya kesiangan. Tadi sebenarnya dia udah bangun, tapi White yang nyuruh tidur lagi. Biasanya jam segini Airi udah masak, cuma hari ini aja bangunnya gak siang," jelasnya panjang lebar sampai bikin Mama Nuri melongo.
"Siapa juga yang mau marahin Airi, Mama cuma nanya. Segitu banget belainnya," Mama Nuri seketika terkekeh. Terlihat wajah White sedikit memerah, begitupun dengan Airi. "Ya udah kalau gitu kita masak sama-sama saja Ai." Mama Nuri bangkit lalu menuju dapur bersama Airi. Tinggalah White berdua dengan Papa Sabda.
"Berapa ronde semalam?" goda Papa Sabda sambil menyenggol lengan White.
"Apaan sih Pa." Meski sama sama pria, tetap saja White malu kalau harus membahas soal ranjang.
"Istri kamu kelihatan beda jalannya." What! Mata White terbeliak, benarkah seperti itu? "Sedikit......" Papa Sabda bingung menjelaskannya.
"Masak sih Pah?" Tapi kalau ingat tadi pagi Airi kesakitan saat mau jalan, mungkin yang dikatakan Papa Sabda benar, Airi jalannya agak lain. "Semalam yang pertama buat dia."
"Beruntung sekali kamu," ujar Papa Sabda sambil menepuk bahu putranya. White tersenyum penuh arti, dia memang merasa sangat beruntung. "Mungkin inilah yang namanya, selalu ada hikmah dibalik musibah. Kamu kehilangan Raya, tapi Tuhan mengganti yang jauh lebih baik dari wanita itu. Andai saja kamu bisa melihat, kamu pasti akan sangat bersyukur, Airi tidak hanya baik dan tulus, tapi dia sangat cantik."
Jantung White terasa berdebar. Membayangkan seperti apa wajah Airi, membuatnya tak sabar ingin segera bisa melihat kembali. "Pah, apa masih belum ada kabar baik, aku sudah tak sabar ingin bisa melihat."
"Sabarlah sedikit lagi. Namamu sudah ada diurutan nomor 1 dibeberapa rumah sakit. Saat ada donor, kamu yang pertama akan dites kecocokannya. Jika cocok, kamu akan segera bisa melihat." Papa Sabda menggenggam tangan White untuk menyemangati.
"White tak sabar menunggu hari itu Pah."
"Berdoa saja supaya secepatnya." Tak perlu disuruh, tiap hari dia sudah berdoa agar bisa segera melihat seperti dulu. Mendengar celotehan dan gelak tawa dari dapur, Papa Sabda yakin jika istri dan mantunya itu sedang sibuk sekarang. "White, Papa mau tanya satu hal sama kamu?"
"Apa Pah?" Kali ini, White merasa jika nada suara papanya sedikit berbeda, terdengar lebih serius, tak seperti tadi.
"Video syur Raya tersebar di beberapa situs dewasa."
Deg
Jantung White rasanya langsung berhenti berdetak. Video syur? Semoga saja..
"Video berdurasi sekitar 5 menit itu menampilkan adegan antara Raya dengan seorang pria bule. Dan 1 video lagi, yang ini lebih lama, antara Raya dan seorang pemuda China, sepertinya warga Indonesia karena mereka berbicara bahasa Indonesia. Raya sedang ada dipuncak popularitas sekarang. Kurasa banyak orang yang ingin menjatuhkannya dengan mencari cari sisi buruknya."
White meremat sofa yang dia duduki. Wajahnya seketika pucat pasi.
"Tidak ada video semacam itukan, antara kamu dan Raya?"
ada haidar anak rania
lovely anak saga
ryu anak meo
anak asep jg nongol bentar/Good/