Elina Raffaela Escobar, seorang gadis cantik dari keluarga broken home, terpaksa menanggung beban hidup yang berat. Setelah merasakan pengkhianatan dari orang-orang terdekatnya, ia menemukan dirinya terjebak dalam kekacauan emosi.
Dalam sebuah pertemuan tak terduga, Elina bertemu dengan Adrian Volkov Salvatrucha, seorang CEO tampan dan misterius yang hidup di dunia gelap mafia.
Saat cinta mereka tumbuh, Elina terseret dalam intrik dan rahasia yang mengancam keselamatannya. Kehidupan mereka semakin rumit dengan kedatangan tunangan Adrian, yang menambah ketegangan dalam hubungan mereka.
Dengan berbagai konflik yang muncul, Elina harus memilih antara cinta dan keselamatan, sambil berhadapan dengan bayang-bayang masa lalu yang terus menghantuinya.
Di tengah semua ketegangan ini, siapa sebenarnya Adrian, dan apakah Elina mampu bertahan dalam cinta yang penuh risiko, atau justru terjebak dalam permainan berbahaya yang lebih besar dari dirinya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lmeilan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Malam itu, bar yang biasanya ramai dengan suara tawa dan dentingan gelas terasa berbeda.
Ada ketegangan yang menggantung di udara, sesuatu yang tidak terlihat namun dapat dirasakan oleh semua orang di sekitar. Elina berjalan melewati kerumunan pelanggan yang sibuk, tetapi pikirannya terus dipenuhi oleh kekhawatiran akan apa yang akan terjadi. Ada sesuatu tentang party malam ini yang tidak terasa benar.
Ia mengenakan gaun yang jauh lebih mini dari sebelumnya, dan sekarang parahnya lagi dia tidak mengenakan topeng seperti party sebelumnya, banyak orang yang melihat. Dirinya dengan tatapan menjijikkan.
Adrian belum berbicara banyak tentang Valeria sejak pertemuan mereka yang terakhir, tetapi Elina tahu bahwa wanita itu belum menyerah begitu saja. Valeria adalah tipe wanita yang mendapatkan apa yang diinginkannya, dan malam ini, Elina merasakan bahwa dirinya akan menjadi bagian dari rencana licik Valeria.
"Elina!" Suara Desi, sahabatnya yang juga bekerja di bar, memanggilnya dengan cemas. "Apa kamu baik-baik saja? Kamu terlihat tegang."
Elina mengangguk pelan, berusaha menyembunyikan kecemasannya. "Aku baik-baik saja, Des. Hanya... merasa aneh tentang party ini."
Desi mengerutkan kening. "Ya, aku juga merasakan hal yang sama. Banyak tamu-tamu baru yang datang. Sepertinya, ada sesuatu yang direncanakan oleh orang-orang berpengaruh di sini. Kamu harus hati-hati."
Elina mengangguk lagi, dan Desi memeluknya singkat sebelum kembali ke pekerjaannya.
"Kau sangat cantik Elina dan aku baru tau ternyata kau seseks* ini" ucap Desi kagum dengan Elina
"bahkan jika kau ingin tau Elina, kau jauh lebih cantik dari Valeria Ivanova Model Internasional yang menjadi idolaku" sambung Desi benar benar kagum dengan kecantikan Elina malam itu.
Suasana di Bar
Malam itu terus berlanjut, musik berdentum, tamu-tamu berdansa, tetapi Elina merasa semakin terasing. Setiap langkah yang diambilnya di bar itu membuatnya merasa seolah berjalan di atas pecahan kaca.
Tidak jauh dari sana, Valeria tiba dengan anggunnya. Mengenakan gaun hitam yang berkilauan, ia memancarkan aura kemewahan dan kekuasaan yang begitu kontras dengan kesederhanaan Elina. Senyum sinis menghiasi wajahnya saat pandangannya tertuju pada Elina yang sibuk bekerja.
"Joana," bisik Valeria kepada asisten pribadinya yang setia.
"Semua sudah siap."
Joana mengangguk patuh dan segera menghilang di antara kerumunan.
Sementara itu, Valeria mengambil tempatnya di pusat perhatian, menarik pandangan banyak orang. Party yang tadinya hanya sekadar hiburan malam berubah menjadi ajang pertunjukan kekuasaan bagi Valeria.
Adrian tiba beberapa saat kemudian. Wajahnya datar dan tanpa emosi seperti biasa, tetapi pandangannya terus mencari Elina, dia belum menghubungi Elina, dia takut Elina berada ditempat ini. Namun ketika pandangannya tertuju kepada siluet seorang wanita cantik dengan pakaian mini itu , ia menyadari Elina berada di tempat itu, ia merasa amarahnya seketika memuncak melihat Elina dengan pakaian seperti itu yang memperlihatkan lekuk tubuhnya. Namun sebelum Adrian menghampiri Elina.
"Adrian!" Valeria memanggil dan mendekatinya dengan senyum yang menggoda, mencoba menarik perhatiannya. "Kau datang juga. Aku harap kau menikmati apa yang aku siapkan malam ini."
Adrian menatap Valeria dengan dingin. "Apa yang kau rencanakan, Valeria?"
Valeria tertawa kecil, menyandarkan diri ke arahnya. "Aku? Tidak ada apa-apa. Hanya party kecil untuk bersenang-senang. Kenapa kau selalu menganggapku sebagai ancaman?"
Valeria memberikan segelas wine untuk Adrian.
"Ini untukmu Adrian, enjoy dengan party ini" Ucap Valeria penuh kecurigaan.
Tanpa berbicara apapun Adrian meneguk habis minuman itu, bukan karena ia mengiyakan permintaan Valeria, akan tetap kemarahannya terhadap Elina dengan pakaian seperti itu membuatnya tidak ingin lama berbasa basi.
"Kau tidak takut akan terlalu mabuk, menegak langsung wine itu" ucap Valeria dengan senyuman licik diwajahnya.
Namun, sebelum Adrian bisa mengatakan sesuatu, sebuah suara keras datang dari arah panggung. Seorang pria berbaju hitam naik ke atas panggung, memegang mikrofon.
"Perhatian semuanya!" serunya.
"Kami punya tamu istimewa malam ini yang ingin menghibur kalian dengan sebuah pertunjukan spesial!"
Elina, yang sedang membawa nampan penuh gelas, berhenti di tempatnya. Nalurinya mengatakan bahwa ada sesuatu yang tidak beres. Dia menoleh ke arah panggung dan melihat pria itu memberi tanda pada seseorang di belakang panggung.
Tiba-tiba, layar besar di belakang panggung menyala, menampilkan gambar-gambar yang membuat darah Elina membeku.
Gambar-gambar dari pernikahannya dengan Adrian—semuanya direkam secara rahasia, termasuk adegan saat mereka menandatangani perjanjian pernikahan kontrak. Semua tamu di bar terdiam, terkejut melihat apa yang ditayangkan di depan mereka.
"Ini...inj tidak mungkin," bisik Elina pada dirinya sendiri.
Tiba tiba lampu sorot menghadap Elina, Seketika Elina menjadi pusat perhatian.
Banyak orang orang yang bertanya tanya siapa Elina, ada juga yang justru terkagum dengan kecantikan Elina dan tubuhnya yang sangat s*ks* malam itu dengan balutan seragam mini itu.
Elina terdiam tanpa bisa berbuat apa apa
Adrian segera bergerak, berusaha menghentikan pertunjukan itu, tetapi Valeria sudah berdiri di depan panggung, tersenyum puas.
"Ini adalah kebenaran yang harus diketahui semua orang, Adrian," katanya dengan nada penuh kemenangan. "Pernikahanmu hanyalah sebuah kontrak. Kau tidak pernah mencintainya, dan dia hanyalah pion dalam permainanmu."
Suasana di bar berubah menjadi penuh bisikan dan tatapan tajam. Elina berdiri terpaku di tempatnya, merasakan seolah seluruh dunia runtuh di sekelilingnya. Semua tamu, termasuk para kolega Adrian, kini menatapnya dengan sorotan penuh pertanyaan, bukankah Valeria tunangannya, apakah Adrian mengkhianati Valeria?? Siapa gadis cantik itu, dia lebih cantik dari Valeria, model internasional, semua orang membicarakan Adrian dan Elina.
Adrian mendekat ke arah panggung, wajahnya penuh kemarahan. "Apa yang kau lakukan, Valeria? Kau tidak tahu apa yang kau mulai!"
Valeria tersenyum sinis. "Aku hanya menunjukkan kebenaran, Adrian. Bukankah itu yang kau inginkan? Kejujuran di atas segalanya?"
Adrian meraih tangan Valeria dengan kuat, membawanya menjauh dari panggung. "Kau tidak akan lolos begitu saja dengan ini," desisnya dengan nada ancaman.
Namun, Valeria hanya tertawa kecil. "Aku tidak perlu lolos, Adrian. Aku sudah memenangkan permainan ini, ini belum selesai" ucap Valeria dengan tertawa licik.
Sementara itu, Elina berusaha keras menahan air matanya. Ia merasa seolah seluruh hidupnya dipermalukan di depan umum.
Desi, yang melihat sahabatnya dalam kondisi yang sangat tertekan, segera mendekatinya.
"Elina, kau harus pergi dari sini. Ini tidak baik untukmu."
Namun, Elina tidak bisa bergerak. Kakinya terasa berat, dan otaknya tidak bisa mencerna apa yang baru saja terjadi. Adrian, yang berusaha melindunginya, sekarang terjebak dalam skandal besar yang disulut oleh Valeria.
Tepat ketika Elina hendak pergi, Valeria berbicara lagi, kali ini dengan nada yang lebih rendah namun menusuk. "Dan untukmu, Elina... Kau mungkin berpikir bahwa Adrian memilihmu, tapi sebenarnya dia hanya menggunakanmu. Kau tidak lebih dari sekadar alat dalam permainannya. kalau hanya wanita m*sk*n dan kau hanya cocok menjadi j*l*Ng, Kau tahu itu, kan?"
Elina akhirnya tidak bisa menahan lagi. Air mata mengalir deras di pipinya, dan tanpa kata, dia berbalik dan berlari keluar dari bar, meninggalkan semua orang, termasuk Adrian, di belakang, tidak peduli dengan pakaian yang ia kenakan, ia hanya ingin pergi jauh dari tempat itu
Adrian berusaha mengejar Elina, namun Joana dan beberapa orang lainnya segera menghadangnya. "Tuan, ini bukan waktunya. Biarkan dia pergi," bisik Joana, seolah menenangkan Adrian, padahal rencana utama belum dimulai.
Adrian menggeram marah, tetapi ia tahu bahwa situasinya sudah terlepas dari kendali. Malam ini, Valeria telah menghancurkan lebih dari sekadar reputasinya. Dia telah menghancurkan kepercayaan Elina.
**
Di luar bar, Elina berlari dengan air mata yang terus mengalir, hatinya hancur berkeping-keping. Hatinya terasa seperti dihantam palu yang tak terhentikan. Bagaimana bisa semuanya berakhir seperti ini? Bagaimana bisa Adrian membiarkan semua ini terjadi?
Ia terus berlari hingga tiba di taman kota yang sepi. Di sana, di bawah langit malam yang gelap, ia terjatuh ke tanah dan menangis sejadi-jadinya.
"Mengapa harus aku" teriak Elina dalam isakan tangisnya yang sangat memilukan
Ia tak berhenti menampar dirinya sendiri, ia merasa malu dengan dirinya sendiri, Elina merasa dunia nya seolah hancur, banyak hal hal yang terjadi, semua masalah seolah berputar dalam pikirannya, dulu dia di khianati oleh sahabat dan kekasihnya sendiri, ia harus kehilangan pekerjaannya, ia harus menanggung biaya pengobatan neneknya yang berakhir dengan dia menikah dengan Adrian, Ia tahu, Ia yang awalnya mengajukan pernikahan itu mengingat kontrak yang diberikan Adrian, tapi bukan seperti ini yang dia harapkan, dia tidak bisa membayangkan bagaimana jika neneknya tau dirinya yang seperti ini. Dia merasa sangat malu.
Elina tak berhentinya menangis sejadi jadinya di taman itu, dibawah gelapnya malam yang hanya di sinari bulan.
Tiba-tiba ia merasakan sesuatu menutupi tubuhnya.
"menangis lah jika kau ingin menangis" ucap seorang pria misterius yang tiba tiba datang dan menutupi badan Elina dengan sebuah mantel tebal dan oanjang khas pakaian musim salju.
Seketika Elina terdiam dan menoleh kearah suara itu, suara yang terdengar berat namun sangat lembut dan penuh ketenangan.
Tanpa menghiraukan pria misterius itu, Elina kembali menangis sejadi jadinya, memukul rumput yang ada disitu hingga rumput hijau itu memperlihatkan tanah yang cokelat akibat pukulan dari Elina.
Lama Elina meluapkan kekecewaannya dan kesedihannya, tiba-tiba pria misterius itu bersuara.
"Apakah kau sudah cukup tenang" ucapnya yang ternyata sudah duduk di bangku samping Elina.
Elina. Tanpa menoleh pria tersebut.
"Mengapa harus aku?" Elina mengatakan itu dengan penuh kesedihan yang mendalam.
"kau bertanya padaku?" ucap pria itu..
Mendengar jawabannya Elina seketika menoleh pria itu dengan tatapan tajam.
"ehmm... Ehmm, santai tenangkan dirimu, tatapanmu seolah ingin memakan ku saja" ucap Pria itu
Elina tak menjawab pertanyaan pria itu.
"sudah sudah berhenti menangis, lihatlah dirimu sangatlah jelek dengan air mata yang terus mengalir" ucap pria itu
Mendengar hal itu Elina justru kembali menangis sekencang mungkinnnn.
"kenapaaa jika aku jelekk" ucap Elina seolah tidak sadar bahwa perkataannya sangat tidak penting.
"sudah sudah jangan menangis lagi, kau tidak jelekkkk, kau sangat sangat cantik" ucap pria itu berusaha menenangkan Elina.
Elina kembali menatap pria itu.
"sudah lelah untuk menangis" tanya pria itu
Elina hanya mengangguk pelan.
"baiklah, sekarang kau bisa duduk disini" ucap pria itu mempersilahkan Elina duduk di sampingnya.
Entah mengapa seolah olah Elina terhipnotis dengan setiap perkataan pria itu, dia terlihat sangat tampan dan berkarisma meskipun tatapannya sangatlah dingin tapi setiap perkataan yang keluar dari mulutnya seolah sebuah perintah mutlak dan kalimat yang menenangkan.
Pria itu mengulurkan tangannya untuk berkenalan dengan Elina.
"Namaku... Andrew..." sebelum dia menyelesaikan perkataannya tiba tiba terdengar suara teriakan seseorang memanggil.
"Nona Elinaaa" terima seseorang.
Elina mengenal suara itu.
"Daniel" ucap Elina pelan seperti berbisik menyadari pemilik suara itu.
Mendengar nama itu pria tersebut tanpa mengatakan apapun bergegas pergi meninggalkan Elina disitu, seolah memiliki kekuatan gaib, pria itu seketika menghilang dari pandangan Elina.
Daniel yang melihat Elina duduk di sebuah bangku dibalik semak semak segera menghampiri istri kontrak tuannya itu.
"Nona Elina, Tuan Adrian membutuhkanmu" ucap Daniel penuh kekhawatiran.
Elina yang mendengar hal itu antar malas dan cemas, dia merasa tidak ingin lagi bertemu Adrian tapi mendengar perkataan Daniel entah kenapa timbul rasa cemas dalam hati Elina.
tanpa berpikir panjang Elina beranjak dari bangku.
"ayo Daniel" ucap Elina
Mereka bergegas menuju mobil yang terparkir tidak jauh dari taman itu.
Entah kemana mereka akan pergi, dan dimanakah Adrian, dia tidak berada di mobil itu, apakah telah terjadi sesuatu yang berbahaya pada Adrian, Elina tiba tiba merasa sangat khawatir.