Letnan Hiroshi Takeda, seorang prajurit terampil dari Kekaisaran Jepang selama Perang Dunia II, tewas dalam sebuah pertempuran sengit. Dalam kegelapan yang mendalam, dia merasakan akhir dari semua perjuangannya. Namun, ketika dia membuka matanya, Hiroshi tidak lagi berada di medan perang yang penuh darah. Dia terbangun di dalam sebuah gua yang megah di dunia baru yang penuh dengan keajaiban.
Gua tersebut adalah pintu masuk menuju Arcanis, sebuah dunia fantasi yang dipenuhi dengan sihir, makhluk fantastis, dan kerajaan yang bersaing. Hiroshi segera menyadari bahwa keterampilan tempur dan kepemimpinannya masih sangat dibutuhkan di dunia ini. Namun, dia harus berhadapan dengan tantangan yang belum pernah dia alami sebelumnya: sihir yang misterius dan makhluk-makhluk legendaris yang mengisi dunia Arcanis.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sapoi arts, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chaya dalam Keheningan
Sesampainya di kerajaan Eldoria, gerobak kuda yang membawa Hiroshi dan Seraphine berhenti di depan rumah Kira, seorang kesatria yang memberikan misi penyelamatan.
Kira sudah menunggu di depan pintu, ekspresi wajahnya menunjukkan rasa lega dan keingintahuan.
“Hiroshi!!” teriak Kira, melangkah cepat ke arah mereka. “Akhirnya kamu kembali!”
Hiroshi, dengan sikap tenang dan percaya diri yang khas, melangkah turun dari gerobak. “Seraphine telah diselamatkan.”
Kira menatap Seraphine dengan takjub. “Benarkah? Jadi, Seraphine sudah selamat? Aku tidak percaya!” wajahnya bersinar penuh kebahagiaan.
Seraphine melambaikan tangan kecilnya, meski merasa sedikit canggung. “Halo, Kira,” ucapnya lembut.
Hiroshi menjelaskan dengan singkat, “Kami melewati banyak hal di hutan, dan aku berusaha melindunginya dari bahaya.”
Kira tampak terheran, matanya membesar saat mendengar Hiroshi berbicara. “Kau bisa berbicara bahasa kami?” tanyanya, bingung.
Hiroshi mengangguk. “Calista menggunakan sihirnya untuk membantuku memahami dan berbicara dalam bahasa ini,” jelasnya.
“Tanpa bantuan sihirnya, aku mungkin tidak akan bisa berkomunikasi dengan baik.”
Kira menatap Hiroshi, terkesan dengan ketenangan dan keyakinan yang dimilikinya.
“Kalau begitu, Calista adalah penyihir agung yang sangat kuat. Apa yang terjadi di hutan?”
Hiroshi mengambil napas dalam-dalam, memikirkan semua yang telah dialaminya.
“Kami menghadapi banyak tantangan di sana. Kami berhadapan dengan makhluk yang berbahaya, dan Seraphine terjebak dalam situasi yang sangat berbahaya. Namun, aku berhasil menyelamatkannya,” katanya dengan tegas, matanya berkilau penuh keyakinan.
Kira mengalihkan perhatiannya ke Seraphine. “Dan apa yang terjadi pada Seraphine selama itu?”
Hiroshi menanggapi, “Seraphine bukanlah elf, tetapi seorang bangsawan yang terjebak dalam hutan karena situasi yang rumit. Dia membutuhkan perlindungan, dan aku berusaha sekuat tenaga untuk melindunginya.”
Kira terlihat terkesan. “Kau benar-benar melindunginya di saat-saat sulit. Aku bangga padamu, Hiroshi. Tapi bagaimana kau bisa bertahan di sana tanpa armor atau perlindungan yang memadai?”
“Di dunia asalku, kami tidak selalu menggunakan armor dalam pertempuran. Kami mengandalkan keterampilan dan taktik,” jawab Hiroshi, berbicara dengan nada serius.
“Ini bukan sekadar pertarungan fisik, tetapi juga strategi. Setiap langkah harus diperhitungkan dengan matang.”
Kira mengangguk, terkesan dengan kebijaksanaan Hiroshi.
“Aku sangat senang kalian berdua kembali dengan selamat. Ayo, masuk. Aku sudah menyiapkan makanan untuk kalian.”
Saat mereka masuk ke dalam rumah, suasana hangat dan nyaman menyambut mereka.
“Makanlah! Kalian pasti lelah setelah perjalanan panjang,” ajak Kira, sambil menghidangkan makanan yang baru saja dimasaknya. Hiroshi dan Seraphine duduk di meja, menikmati kehangatan yang ditawarkan oleh rumah Kira.
Saat mereka menikmati makanan, Hiroshi melanjutkan untuk menjelaskan lebih dalam tentang pengalamannya.
Dia bercerita tentang kegelapan yang mereka hadapi di hutan dan bagaimana Seraphine berjuang untuk tetap tenang meskipun dalam keadaan berbahaya.
Kira mendengarkan dengan seksama, matanya berbinar saat mendengar kisah tersebut.
Setelah makan, Kira membersihkan meja, sementara Hiroshi dan Seraphine duduk di ruang tamu.
Hiroshi merasa tenang, menikmati momen sederhana bersama teman-temannya setelah semua kegaduhan yang mereka lalui.
Namun, di dalam hatinya, ada rasa penasaran tentang apa yang akan terjadi selanjutnya, baik bagi Seraphine maupun dirinya sendiri.
“Seraphine,” Hiroshi memulai, menarik perhatian gadis itu. “Apakah kau merasa baik-baik saja setelah semua yang terjadi?”
Seraphine menatap Hiroshi, ada kecemasan di matanya. “Aku masih merasa takut,” ucapnya lembut. “Tapi aku berterima kasih padamu karena telah menyelamatkanku.”
Hiroshi tersenyum dan mengangguk, merasakan hubungan yang semakin erat antara mereka.
“Kita akan melindungi satu sama lain, terlepas dari apa yang terjadi. Itu janji kita.”
Momen tersebut menjadi saksi dari ikatan baru yang terjalin, sebuah persahabatan yang tidak hanya didasarkan pada keberanian, tetapi juga pada kepercayaan dan saling melindungi di dunia yang penuh tantangan ini.
Setelah selesai berbincang dan menikmati makanan, Kira mengarahkan Seraphine ke arah pintu.
“Ayo, Seraphine. Aku akan mengantarmu kembali ke tempat tinggalmu,” katanya dengan lembut, ingin memastikan bahwa bangsawan itu merasa aman dan nyaman.
Seraphine menatap Hiroshi sejenak sebelum mengangguk, merasa terikat dengan pria yang telah menyelamatkannya.
“Terima kasih, Hiroshi. Aku tidak akan melupakan apa yang kau lakukan untukku,” ucapnya tulus.
Hiroshi tersenyum, meyakinkan Seraphine. “Kau selalu aman. Jangan ragu untuk meminta bantuan jika kau membutuhkannya.”
Kira dan Seraphine melangkah keluar dari rumah, meninggalkan Hiroshi dengan pikirannya sendiri.
Setelah mereka pergi, Hiroshi merasakan ketenangan menyelimuti dirinya. Dia memutuskan untuk kembali ke air terjun tempat dia sering meditasi, tempat di mana dia bisa merenung dan menyusun pikirannya.
Setibanya di air terjun, Hiroshi melihat air jernih mengalir deras, menambah ketenangan suasana.
Ia duduk di tepi batu yang datar, kaki terendam di dalam air yang dingin, dan mulai memusatkan perhatian.
Dengan menutup mata, dia berusaha mengeluarkan semua kekhawatiran dan ketegangan dari pikirannya.
Saat meditasi, Hiroshi fokus pada napasnya, mendengar suara gemericik air yang menenangkan. Dalam keheningan itu, dia merenungkan semua yang telah terjadi, dari misi penyelamatan hingga pertemuannya dengan Seraphine.
Dia menyadari betapa pentingnya melindungi mereka yang lemah dan bagaimana ikatan yang dibentuk selama perjalanan mereka bisa menjadi kekuatan yang tidak terduga.
“Keberanian dan strategi harus sejalan,” bisiknya pada dirinya sendiri. “Setiap pertempuran adalah pelajaran, setiap langkah adalah keputusan.”
Setelah beberapa waktu, Hiroshi merasa lebih tenang dan fokus. Meditasi di tempat yang damai ini membantunya mereset pikirannya, menyiapkan dirinya untuk tantangan yang mungkin akan datang.
Dia tahu bahwa pertempuran belum berakhir, dan masih ada banyak yang harus dilakukan untuk melindungi Eldoria dan para penghuninya.
Hiroshi terlarut dalam meditasi, merasakan kedamaian mengalir di sekelilingnya. Namun, saat ia semakin dalam memasuki keadaan meditasi, sebuah cahaya lembut mulai menyelimuti pikirannya.
Tanpa ia sadari, ia telah melangkah ke dalam alam bawah sadar, tempat di mana pikiran dan jiwa dapat berbicara dengan lebih jelas.
Di tengah keheningan itu, huruf-huruf Jepang muncul di hadapannya. Pertama, huruf-huruf itu muncul samar, lalu semakin jelas. Kata-kata tersebut tertulis dengan tinta hitam,
berkilauan seolah-olah diambil dari mimpi. Hiroshi mengenali huruf-huruf itu sebagai mantra yang sering ia gunakan ketika tak sadarkan diri—kata-kata yang memancarkan kekuatan dan melindungi jiwanya.
“isen… magadachi…”
Hiroshi membisikkan kata-kata itu dengan suara lembut, mengulangi mantra dalam hati sambil merasakan getaran energi di sekelilingnya.
Saat ia mengucapkan mantra, huruf-huruf itu mulai bergerak, membentuk pola yang indah, menari di depan matanya seperti sekelompok bintang yang berpadu dalam harmoni.
Dalam keheningan itu, ia merasakan kekuatan yang mengalir dari dalam dirinya. Setiap huruf bergetar seirama dengan napasnya, dan ia dapat merasakan aliran sihir yang mengalir dalam darahnya.
Itu adalah bagian dari dirinya, sebuah pengingat akan semua yang telah ia lalui, dan janji untuk melindungi dunia barunya ini.
Hiroshi teringat akan kekuatan mantra itu. Isen berarti
"keberanian",
sementara magadachi berarti
"perlindungan."
Dalam perjalanan perangnya, kata-kata ini bukan hanya sekadar simbol; mereka adalah kunci untuk membuka kekuatan yang tersembunyi di dalam dirinya.
Sebagai jendral muda yang terlahir dari dunia militer, ia telah diajarkan bahwa kekuatan tidak hanya datang dari tubuh, tetapi juga dari hati dan pikiran.
Mantra ini menjadi pengingat bahwa setiap pertarungan harus dihadapi dengan keberanian dan perlindungan.
Dalam keadaan meditasi ini, Hiroshi merasakan kehadiran yang lebih besar dari dirinya, seolah-olah ada sesuatu yang lebih kuat dari yang ia bayangkan.
Tiba-tiba, huruf-huruf itu mulai bergetar lebih cepat, dan Hiroshi merasakan gelombang energi yang mengalir dari dalam dirinya ke sekeliling.
Dia merasakan kehadiran sosok di sekelilingnya—sebuah entitas, mungkin, yang mengawasi dan memberinya kekuatan.
“Mungkin ini adalah kekuatan yang ingin membimbingku,”
pikirnya. Dalam keheningan itu, Hiroshi bertekad untuk lebih memahami kekuatan ini, untuk belajar dari energi yang mengalir di dalam dan di sekitarnya.
Ketika meditasi itu mencapai puncaknya, huruf-huruf itu perlahan-lahan memudar, meninggalkan hanya satu pesan yang bergaung di dalam hati Hiroshi:
“Lindungi apa yang kau cintai dengan keberanian.”
Dengan kesadaran yang baru ditemukan, Hiroshi perlahan-lahan kembali ke dunia nyata, membuka matanya dan merasakan segar kembali.
Dia tahu bahwa perjalanan ini baru saja dimulai dan dia harus bersiap untuk tantangan yang akan datang.
Hiroshi berdiri, menyiapkan diri untuk kembali ke rumah Kira. Dengan tekad dan semangat yang mengalir dalam dirinya, dia siap menghadapi apa pun yang ada di depan—dengan keberanian dan perlindungan yang selalu bersamanya.