NovelToon NovelToon
Di Balik Cadar Arumi

Di Balik Cadar Arumi

Status: tamat
Genre:Tamat / Cinta setelah menikah / Diam-Diam Cinta / Romansa / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:20.4k
Nilai: 5
Nama Author: Mbak Ainun

Penasaran dengan kisahnya yuk lansung aja kita baca....

Yuk ramaikan...

Sebelum lanjut membaca jangan lupa follow, like, subscribe , gife, vote and komen yah....

Teruntuk yang sudah membaca lanjut terus, dan untuk yang belum hayuk segera merapat dan langsung aja ke cerita nya....

Selamat membaca....

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mbak Ainun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24

Aris menerima undangan berwarna biru, membaca sekilas tulisan di sana.

"Acara akikah putri Bapak?" ucap Aris bernada pertanyaan. Wijaya mengangguk.

"Anak saya yang kedua perempuan. Mamanya mengundang kalian, kamu dan istrimu."

"Baik, Pak. Insya Allah kami akan datang."

"Tapi ingat, jangan bilang-bilang pada yang lain. Acara ini khusus keluarga dan orang-orang tertentu. Di kantor ini nanti, saya akan membuat acara secara umum."

"Kenapa hanya kami yang diundang?" pun terheran-heran.

"Itu permintaan istri saya. Ya sudah, silahkan keluar kalau sudah tidak ada lagi yang mau ditanyakan."

Aris ingin sekali menuntaskan rasa penasarannya, kenapa kehadiran dirinya dan Arumi merupakan permintaan istrinya Wijaya. Sebelumnya, Aris belum pernah bertemu dengan nyonya Wijaya. Ia yakin, pada Arumi pun begitu.

"Jangan heran, Pak Aris. Anggap ini berita baik."

Aris masih menatap heran pria atasannya. Apa sebenarnya yang direncanakan Wijaya padanya? Kenapa hanya dirinya yang diundang ke acara akikah itu? Tentang nyonya Wijaya yang merupakan istri kedua pria konglomerat itu, siapa sebenarnya wanita itu? Apa hubungannya dengan Arumi?

Atau jangan-jangan, mereka saling mengenal dari masa lalu istrinya yang pernah bekerja di klub malam?

Tak satupun pertanyaan mampu dijawab. Akhirnya, Aris dikekang oleh rasa penasaran. Ia ingin segera menemui Arumi, dan segera menanyakan diri Rosalina, sang nyonya dari keluarga Wijaya Group.

"Kamu capek?"

"Hu'um. Pengen langsung istirahat. Di toko ramai sekali. Maaf ya, Mas, jadinya kita batal wisata kuliner. Malahan Mas Aris menunggu sampai selarut ini." Arumi mengangkat kepala karena mereka telah sampai di rumah. Mobil berbelok, Aris menghentikan laju kendaraan.

"Nggak apa-apa, Sayang...."

"Eh, sebentar, Mas. Kenapa rumah kita terang? Siapa yang menghidupkan lampu?"

Arumi dan Aris sama-sama memandang ke dalam rumah. Bagian teras menjadi fokus mereka. Sebab, keduanya menangkap sosok seorang pria.

"Farhan!!" Aris menyebut nama cukup keras. "Kamu janjian dengannya, Rum? Kenapa juga pintu depan bisa terbuka?"

**

Keluar dari ruangan Wijaya, Aris berjalan pelan ke ruangannya sendiri. Langkah gontai, seakan-akan goyah. Bukan karena lapar. Hari ini begitu berat dilaluinya. Ia harus berperang dengan rasa kantuk, rasa lelah usai berdebat dengan Salma dan Nijar, serta kedatangan Arumi yang mendadak benar-benar memberinya. kejutan. Rasanya sudah tidak sanggup lagi mengerjakan tugas yang tersisa. Aris memasukkan laptop ke dalam tas.

Melanjutkan pekerjaannya esok hari.

Rasa kantuk sudah tak mampu ditahan lagi, Aris memutuskan memejamkan mata dengan posisi bersandar di kursi kerjanya. Setengah sadar, ia bayangan Arumi melintas di depan mata. Aris terkejut, dan langsung duduk tak tenang.

"Kenapa perasaanku tidak enak?" Ia meraih dengan gerakan cepat pada ponsel yang ada di atas meja. Ia menelepon Arumi, dan menanyakan kabar istrinya. Arumi menjawab dengan santai karena memang tidak ada yang harus dikhawatirkan. Aris menjadi lega.

Rasa kantuk pun menjadi hilang. Ia berniat keluar ruangan, sekadar mencari udara segar. Saat berdiri di depan ruangan, ia melihat Nijar berjalan masuk ke ruang kerjanya. Nijar sempat memandang Aris, begitu juga sebaliknya. Dia sahabat itu saling mendiamkan, tidak seperti biasanya yang bertegur sapa dan saling heboh.

Nijar menghilang masuk ke ruangannya. Aris masih berdiri dengan perasaan tidak enak. Ia merasa telah membuat jarak. Karena rasa cemburu yang tak beralasan, Nijar menjadi berubah. Aris merasa bersalah.

Pintu di belakangnya di tutup, kemudian Aris melangkah ke ruangan Nijar. Ada yang harus ia luruskan. Sebab, Nijar adalah sahabat terbaik sejak dirinya bergabung di kantor Wijaya Group.

Pintu terbuka memudahkan Aris melihat aktivitas Nijar. Pria itu sedang mengutak-atik laptop dengan posisi berdiri membelakangi pintu. Aris berdiri menatap sahabatnya. Lalu berdeham untuk menarik perhatian.

Usahanya berhasil, Nijar pun menoleh.

"Sibuk?" tanya Aris singkat.

"Nggak. Cuma memeriksa pekerjaan bawahan." Nijar berucap dengan jemari yang masih aktif bergerak di atas keyword laptop. Menyadari kedatangan Aris setelah perselisihan siang tadi, Nijar pun kemudian menghentikan kesibukannya. Ia menoleh. "Ada masalah?" tanyanya menyambung ucapan sebelumnya.

Aris melangkah masuk. Ia duduk di sofa yang tersedia di sana. "Maaf soal tadi siang. Mestinya aku berterima kasih padamu."

Nijar menegakkan punggung, melirik sejenak pada Aris, lalu melanjutkan aktivitasnya. "Santai saja. Gua memang liar, tapi nggak sebrengsek itu."

"Aku yang salah."

"Nggak nyangka secepat itu Salma kamu singkirkan. Aku kasihan juga sama dia."

"Kamu sebenarnya mendukung Arumi atau Salma, sih?"

Pertanyaan Aris membuat Nijar menghentikan gerak jemarinya. Ia menatap tajam ke arah Aris.

"Kamu pikir, aku bakal mendukung kamu dengan Arumi atau kembali dengan Salma? Jelas enggak kedua-duanya."

"Maksudmu?"

Suasana menjadi tegang.

"Hai, Kalian! Kita mampir karaoke, yuk! Aku yang membayar kalian bertiga, bagaimana?"

Tiba-tiba Evan datang merusak suasana. Antara Nijar dan Aris tidak satupun yang menjawab, membuat Evan merasakan ada sesuatu di antara dua sahabatnya itu.

"Eh, sebentar-sebentar! Ada yang aku lewatkan sepertinya ini." Evan menangkap ketegangan di antara dua sahabat. "Ada apa? Kenapa nggak ada yang mau berbagi cerita?"

Aris berdiri, lalu melangkah keluar.

"Aris!!" seru Evan. Aris pun menghentikan langkah.

"Ada apa, sih?" tanya Evan penasaran.

"Nggak ada apa-apa? Aku balik duluan, lah!" Aris melenggang keluar.

"Hai, tawaranku tadi bagaimana? Nggak jadi karaokenya?" Evan kembali berseru.

"Nggak. Aku ada janji dengan Arumi. Kalian pergi berdua saja." Aris melambai tanpa menoleh. Menghilang di balik pintu. Suasananya sudah berbeda. Lebih baik ia tidak terlibat perbincangan dulu dengan Nijar.

Aris menghentikan mobil di depan Amanah Bakery milik Arumi. Begitu turun, langkahnya lantas mengarah ke pintu masuk. Lalu lalang pembeli keluar masuk cukup ramai. Toko roti itu memang sedang mengadakan promo sehingga minggu-minggu ini lebih sangat ramai oleh pengunjung.

"Assalamualaikum..." Aris mengucapkan salam yang langsung dijawab oleh seluruh penghuni toko.

"Mas!" seru Arumi dari balik meja kasir.

Karena ramai dan Arumi sedang sibuk melayani pembeli, Aris memilih ke bagian belakang. Ada sebuah kamar dengan ukuran kecil. Aris ingin beristirahat sejenak sambil menunggu toko sepi.

Di ruangan berukuran, 3x3 meter itu Aris merebahkan tubuhnya setelah melepas blazer dan sepatu. Saat akan memejam, Arumi datang mendekat. Ia langsung menyentuh kening Aris.

"Aku nggak sakit, Rum ...," bisik Aris dengan suara parau.

1
Bellenav
Buruk
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
Retno Harningsih
up
Retno Harningsih
lanjut
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!