Jatuh cinta sejak masih remaja. Sayangnya, pria yang ia cintai malah tidak membalas perasaannya hingga menikah dengan wanita lain. Namun takdir, memang sangat suka mempermainkan hati. Saat sang pria sudah menduda, dia dipersatukan kembali dengan pria tersebut. Sayang, takdir masih belum memihak. Ia menikah, namun tetap tidak dianggap ada oleh pria yang ia cintai. Hingga akhirnya, rasa lelah itu datang. Ditambah, sebuah fitnah menghampiri. Dia pada akhirnya memilih menyerah, lalu menutup hati rapat-rapat. Membunuh rasa cinta yang ada dalam hatinya dengan sedemikian rupa.
Lalu, apa yang akan terjadi setelah dia menutup hati? Takdir memang tidak bisa ditebak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
*Part 24
Selang beberapa waktu Lusi merebahkan diri, si bibi malah sudah datang lagi dengan boks jingga berbaur hitam di tangannya. Tak lupa, senyum manis dia perlihatkan sambil terus membawa boks tersebut kehadapan Lusi.
"Non, ini dia."
Mau tidak mau, Lusi terpaksa menerima apa yang bi Rina ulurkan. Dengan senyum paksa, dia membuka kotak tersebut untuk melihat isi yang ada di dalamnya.
Tutup kotak Lusi angkat. Seketika, isi yang ada di dalam kotak tersebut langsung terlihat. Mata Lusi pun menatap lekat pada gaun blink-blink yang terkesan sangat mewah.
"Ini ... Saga yang mengirimkannya, Bi?"
"Iya, Non. Den Saga yang memilihnya sendiri lho kata petugas butik tadi."
Seketika, Lusi menoleh. Wajah bingung pun terlihat dengan sangat jelas. Tak lupa, satu alis ia angkatkan.
"Saga ... yang pilihkan sendiri, Bi?"
Si bibi malah jadi ikut-ikutan bingung. Dia anggukkan kepala pelan.
"Iya, Non. Den Saga yang pilihkan."
"Kenapa, Non? Ada yang salah?"
"Atau ... jangan-jangan, non Lusi gak suka lagi gaunnya. Gaunnya gak sesuai sama selera non ya?"
"Ah! Bukan itu sih? Anu ... ah, gak papa. Lupakan saja."
Lusi pun mengalihkan perhatiannya dari bi Rina. Dia angkat gaun dengan warna biru terang lebih tinggi. Cantik. Gaun itu memang cantik. Tapi bagi Lusi, itu terlalu mewah jika untuk dia kenakan di acara makan malam kantor.
"Gimana, non?"
Namun, belum sempat pertanyaan itu Lusi jawab, si bibi malah sudah berucap lagi ketika Lusi baru ingin menganggukkan kepalanya.
"Nah, ayo coba dulu, Non. Bibi yakin, ukurannya sesui nih sama non Lusi."
"Hah? Coba?"
"Iya, non. Ayolah. Cobain dulu yuk!"
Meski malas, tapi Lusi terpaksa setuju. Karena dirinya tidak ingin menghampakan hati si bibi yang sangat antusias untuk melihat dirinya memakai gaun yang baru saja Saga pesan.
Atas permintaan si bibi itu, Lusi pun membawa gaun tersebut masuk ke kamarnya. Dia memakaikan gaun itu sendiri. Bagaimanapun, Lusi memang wanita mandiri. Tidak butuh bantuan siapapun jika hanya untuk memakai pakaian seperti gaun mewah yang ada di tangannya kini.
Si bibi yang menunggu di lantai dasar sudah tak sabar lagi. Tak lupa, ponsel dia sediakan untuk mengambil foto nantinya. Dia pikir, dirinya akan memperlihatkan foto tersebut pada Saga nanti.
Namun, sesaat setelah pikiran itu terlintas, Saga malah sudah tiba di rumah. Berpas-apsan dengan kemunculan Saga dari pintu utama rumah tersebut, Lusi yang sedang mengenakan gaun turun dari lantai atas.
"Bibi."
Sontak, mata Saga langsung tertuju ke arah Lusi yang berjalan dengan anggunnya. Saat itu pula, detak jantung Saga tidak bisa Saga kontrol dengan baik. Dia terpesona meski itu bukan yang pertama kalinya dia melihat Lusi dengan tampilan mewah.
Mata Saga berbinar terang. Bibirnya sedikit terbuka. Sungguh, kekaguman dari tatapan yang dia perlihatkan tidak bisa dia sembunyikan. Kali ini, Lusi sukses mencuri hatinya tanpa dia sadari.
Sementara itu, Lusi yang melihat kehadiran Sagara malah langsung mengubah ekspresi wajahnya. Langkah kaki pun dia perlambatkan. Wajah bahagia itu kini berubah kesal. Tidak lagi bersahabat.
Ketika Lusi memilih berhenti di tengah jalan, si bibi langsung menghampirinya.
"Non Lusi sangat cantik."
"Makasih, Bi. Karena bibi sudah liat, aku akan ganti lagi gaunnya."
"Eee-- "
"Aku naik dulu, Bi."
Lusi yang langsung memutar tubuh langsung di susul oleh Saga. Sigap pula Saga meraih lengan istrinya agar tidak benar-benar pergi meninggalkan dirinya. Namun, gerakanan yang tiba-tiba malah membuat Lusi kehilangan kendali. Dia pun langsung terhuyung dan hampir jatuh. Beruntung, pangeran berkuda putih itu sangat sigap menahan tubuh sang putri cantik. Mereka pun langsung berpelukan dengan jarak pandang yang sangat dekat.
Beberapa saat saling pandang, Lusi akhirnya mengambil tindakan. Dia dorong tubuh Saga agar menjauh darinya.
"Apa-apaan sih? Main raih aja tangan orang. Kalo aku jatuh gimana?"
"Hei, aku gak sengaja. Lagian, gak akan aku bairkan kok kamu jatuh."
"Bajingan."
"Ak-- "
"Astaga. Salah mulu aku di mata kamu, Si."
"Ya emang salah. Jangan cari gara-gara deh." Kesal Lusi.
Saga langsung menahan emosinya dengan susah payah. "Maaf. Aku gak maksud kok tadi."
"Kata maaf gak akan mengubah segalanya."
"Ya aku tahu. Tapi setidaknya, aku sudah berusaha."
"Apa yang kamu usahakan, hm?"
Saga terdiam. Dia tatap wajah Lusi yang sekarang tidak lagi pernah manis jika berhadapan dengannya. Senyum indah yang dulu selalu terlihat, kini sudah menghilang tak tersisa.
Jujur, Saga sangat merindukan Lusi yang dulu. Karena Lusi yang sekarang, walau Saga sudah merendahkan diri serendah-rendahnya pun masih saja tidak ada artinya. Lusi tetaplah bersikap tidak ramah padanya. Bahkan, setiap kali bertatap muka juga terasa seperti dua orang asing yang tidak saling kenal. Jika diajak bicara juga akan terasa seperti dua orang yang sedang bermusuhan.
"Si, kapan amarah itu mereda?"
"Apa?"
"Kapan amarah dalam hatimu akan menghilang, Lusi? Aku lelah bicara dengan emosi yang membara setiap saat."
"Ya sudah kalo gitu jangan ajak aku bicara, Sagara. Karena aku ini tidak bisa kamu ajak bicara lagi sekarang."
"Kenapa?"
"Karena kita tidak cocok."
Saga kembali di bungkam akan kata-kata yang baru saja Lusi ucapkan. Sekarang, yang menghindar bukan lagi dirinya melainkan Lusi. Rasanya sungguh sangat tidak nyaman. Saat hati berharap, tapi malah dihampakan. Itu sungguh menyakitkan.
"Maaf, aku tahu dulu aku salah. Tapi sekarang, aku ingin mencobanya, Si. Biarkan aku memcoba untuk-- "
"Terlambat, Ga."
"Kasih sayang yang terlambat itu tidak akan ada gunanya."
"Ah, ya sudah. Jangan di bahas lagi. Aku akan naik sekarang," ucap Lusi lagi sambil memutar tubuh.
"Aku yakin tidak akan ada kata terlambat, Lusi. Kali ini, biarkan aku yang mencoba ada di posisi kamu yang dulu. Izinkan aku mencoba, ku mohon."
Lusi terdiam. Namun dia tidak menoleh untuk melihat Saga yang ada di belakangnya.
"Terserah kamu. Jika kamu kuat, maka cobalah." Setelah berucap, Lusi langsung melanjutkan langkah kakinya.
"Baik. Aku akan mencobanya, Si."
"Malam ini, aku akan ikut kamu ke acara makan malam kantor."
"Apa!"
Sontak, Lusi langsung memutar tubuh karena terkejut akan ucapan Saga barusan.
"Kamu bilang apa barusan?"
"Kenapa terkejut? Aku akan datang bersama kamu untuk menghadiri makan malam kantor."
"Kamu gila ya?"
"Apa?"
"Jika kamu datang, akan banyak pikiran tentang kita nantinya. Pernikahan kita bersifat rahasia, bukan? Jangan lupa akan hal itu Saga."
Saga terdiam. Wajah Lusi dia tatap lekat.
"Kenapa?"
"Lupakan saja soal niat kamu ingin ikut. Rahasia pernikahan kita akan terbongkar jika kamu datang."
"Tapi papa yang ingin aku datang," ucap Saga melemah.
Deg. Seketika, hati Lusi terasa kosong kembali. Semangat yang barusan mengisi hatinya mendadak menghilang.
Tapi thank's ya thor buat tulisannya. tetep semangat menulis
. q tunggu cerita br nya🥰
sebenernya masih kurang sih... he he..
tpi kalau emang kk author lelah, y udh berhenti aja jngn dipaksakan...🥰🥰🥰
ditunggu karya barunya..🥰😍
pdahal blm puas... he he... effort saga buat deketin lusi masoh kurang...😢
dan satu... kmu menghukum saga aja bsa knp kmu gak bsa mnghukung org yg telah mmfitnah menantu mu itu... ayooookkk begerak cepat papa... jgn mw kalah ma cewek2 ular itu