Ditindas dan dibully, itu tak berlaku untuk Cinderella satu ini. Namanya Lisa. Tinggal bersama ibu dan saudara tirinya, tak membuat Lisa menjadi lemah dan penakut. Berbanding terbalik dengan kisah hidup Cinderella di masa lalu, dia menjelma menjadi gadis bar-bar dan tak pernah takut melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh keluarga tirinya.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anim_Goh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Mantra
Malam begitu pekat, membuat Lisa bergidik dingin saat angin menyapu kulit tubuhnya. Sambil melihat ke kanan kiri, dia melanjutkan langkah yang diyakini menuju kediaman keluarga Bellin.
"Kok bisa ya seorang supir punya rumah yang sangat mewah. Jadi penasaran sebesar apa gaji Tuan Richard," gumam Lisa merasa agak janggal dengan kehidupan orang yang telah menolongnya. Sedetik setelah bergumam demikian, dia menggelengkan kepala beberapa kali. "Tidak tidak, aku tidak boleh berpikir buruk tentang orang lain. Bisa jadi Tuan Richard punya kerja sampingan selain menjadi supir keluarga Tuan Lionel. Sekarang kan zaman sudah berkembang pesat. Pasti ada banyak lapangan pekerjaan di luar sana."
Entah berapa lama Lisa berjalan, hingga akhirnya dia sampai di tempat yang cukup ramai. Lisa menghela napas panjang, lega.
(Apakah aku harus kembali menggunakan doa keajaiban untuk mendapat jawaban ke arah mana rumah Tuan Lionel berada? Lakukan saja, Lis. Kapan lagi kau bisa bersenang-senang setelah sekian lama menjadi upik abu. Ayo pakai keberuntunganmu sekarang juga!)
Berhenti berjalan, Lisa tiba-tiba mengatupkan kedua tangan lalu memejamkan mata. Orang yang sedang berlalu lalang di jalan tampak menatapnya heran. Seorang gadis dengan pakaian kumal seperti sedang membaca mantra, mereka menggumam tak jelas sebelum akhirnya acuh melanjutkan perjalanan.
"Abrakadabra ... wahai keberuntungan, tolong tunjukkan ke arah mana aku harus berjalan. Abrakadabra!" seru Lisa seenaknya menyebut mantra.
Clingg
Apakah mantra itu berguna? Tentu saja tidak. Itu hanya ada dalam pikiran Lisa saja. Sadar usahanya hanya sia-sia, Lisa membuka mata kemudian mengomel. Dia melihat ke arah depan di mana ada papan reklame terpampang nyata di sana.
"Harus melakukan apa ya supaya bisa sampai di rumah Tuan Lionel? Ini sudah malam, bagaimana jika ada yang menculikku?"
Sreettt
"WAAAAAA!!"
"Apa yang sedang kau lakukan di sini?"
Suara bariton menghentikan teriakan Lisa yang terkejut saat tangannya tiba-tiba ditarik dari belakang.
"T-Tuan Lionel? Ini kau?"
Lionel mengangguk. Untung saja tadi dia mengikuti keinginan hati dengan berjalan di pinggir gerbang. Jika tidak, maka dirinya tidak akan menemukan gadis pelayan yang telah membuatnya gelisah setengah mati.
(Aneh. Yang aku minta itukan jalan menuju rumah keluarga Bellin, tapi kenapa malah Tuan Lionel yang muncul? Apa jangan-jangan aku salah menggunakan mantra? Astaga, seram sekali. Untung yang muncul pria berwajah tampan, kalau yang datang adalah laki-laki tua berwajah keriput bagaimana? Apa tidak mati jantungan aku?)
"Kau belum menjawab pertanyaanku, Lis. Apa yang sedang kau lakukan di sini?" tanya Lionel lagi. Dia tak sadar masih memegang tangan Lisa.
"Oh, aku ... aku tersesat," jawab Lisa sekenanya.
"Tersesat?"
"Iya. Kenapa memangnya?"
"Tersesat yang aneh." Lionel berpikir keras. Apa mungkin kemunculan Lisa didasari oleh sayembara yang diatur oleh ibunya?
Lisa heran melihat perubahan ekspresi di wajah Tuan Lionel yang seperti orang sedang kebingungan dan kecewa. Teringat akan sesuatu, dia segera menyampaikan keinginannya para pria tersebut.
"Oya, Tuan. Boleh tidak aku meminjam ponselmu?"
"Ponsel?" Lionel tergugah dari lamunan. Dia berdehem. "Ponsel untuk apa?"
"Em itu ... bagaimana cara mengatakannya ya?"
"Ya tinggal katakan saja. Atau kau ingin meminjam ponsel untuk mencari tahu tentang sebuah sayembara?"
Lionel menebak-nebak. Besar harapannya kalau Lisa akan menjawab tidak. Dengan begitu maka kecurigaan ibunya tidak akan terbukti benar. Lisa muncul bukan karena mengincar hartanya, melainkan karena suatu hal yang lain.
"Darimana kau tahu kalau aku ingin mencari tahu tentang sayembara, Tuan?" tanya Lisa kaget mendengar perkataan Tuan Lionel. Namun, kekagetan itu tak berlangsung lama. Dengan wajah semringah, Lisa berbicara panjang lebar tentang kemungkinan menang dalam sayembara tersebut. "Tuan, kau tahu tidak. Jika aku bisa memenangkan sayembara itu, ada kemungkinan hidupku akan berubah. Aku berjanji akan mentraktirmu makan di restoran jika benar berhasil menjadi pemenang. Bagaimana? Bolehkan aku meminjam ponselmu?"
"Jadi ... kau menginginkan hadiah dari sayembara itu?"
"Tentu saja iya. Memangnya apalagi yang diharapkan dari sebuah sayembara jika bukan karena hadiahnya? Kau ini udik sekali. Belum pernah ikut sayembara ya?"
(Bagaimana aku akan ikut kalau sayembara itu diadakan oleh ibuku, Lis? Dan kau, kau adalah tujuan utama dari sayembara ini. Mengapa? Mengapa harus harta yang kau kejar? Mengapa bukan aku saja?)
Tersentak oleh lamunan sendiri, Lionel reflek mencengkeram kuat lengan Lisa. Dia baru tersadar saat gadis ini menjerit kesakitan.
"Maaf, Lisa. Aku ... aku tak sengaja," ucap Lionel panik sendiri atas perbuatannya. Cepat-cepat dia menjauhkan tangannya kemudian mundur ke belakang.
"Tuan, kau marah padaku ya?"
"Marah?"
"Iya,"
"Marah kenapa?"
"Karena aku ingin mengikuti sayembara itu." Lisa melihat lengannya yang memerah. Kesal sudah disakiti, tanpa pikir panjang dia segera melakukan serangan balasan. Tak peduli kalau pria di hadapannya adalah anak orang kaya, Lisa nekad menggigit tangannya dengan kuat. Setelah itu dia tersenyum miring, puas dengan hasil karya yang tercetak di tangan pria tersebut. "Aku memang miskin, tapi aku tak akan ragu menggigit orang yang berani menyakitiku lebih dulu. Jadi aku peringatkan lain kali jangan main-main denganku. Aku bukan cinderella yang mudah ditindas. Huh!"
Alih-alih marah, Lionel malah tersenyum geli mendengar perkataan Lisa. Cinderella? Jadi gadis ini menganggap dirinya seperti tokoh dalam dongeng? Lucu sekali. Lionel tak kuasa menahan tawa.
"Eh, kau bisa tertawa juga ya?" ucap Lisa agak speechless melihat tawa Tuan Lionel. Sangat tampan. Suara tawanya juga terdengar begitu renyah.
"Jadi kau seorang cinderella?"
Tanpa ragu Lisa menganggukkan kepala. "Bahkan nasib kami pun hampir sama. Bedanya aku bisa membalas, kalau cinderella di dalam dongeng tidak. Kenapa memangnya?"
"Apa jangan-jangan kau ingin mengikuti sayembara itu dengan tujuan agar bisa menikah dengan pangeran yang kaya dan juga tampan?" olok Lionel. Dan kali ini dia berharap Lisa akan menjawab iya. Karena pangeran yang dia maksud adalah dirinya sendiri. Eh? Kok jadi berharap bisa menikah dengan gadis ini? Lionel terkejut oleh pemikirannya sendiri.
"Tuan, siapalah aku ini. Hanya seorang cinderella modern yang miskin dan juga bau. Mana mungkin ada pria tampan dan kaya yang mau menikah denganku? Jika pun ada, pasti karena matanya sudah katarak sehingga tak bisa membedakan mana wanita cantik dan mana pelayan," ucap Lisa santai menjawab.
"Kau juga cantik."
Kalimat lirih yang keluar spontan dari mulut Lionel. Mendadak suasana jadi terasa dingin. Bagi Lionel tentunya.
"Namanya juga perempuan, Tuan. Wajar kalau cantik."
"Tapi kau berbeda."
"Memang iya. Kan tadi aku sudah bilang kalau aku ini .... "
Sreett
"Ayo masuk. Orang akan mengira aku sedang membully-mu jika kita terus mengobrol di sini. Dan bukankah tadi kau bilang ingin meminjam ponselku?" Tanpa ragu Lionel menggandeng tangan Lisa dan menariknya masuk ke dalam rumah. Suara misterius itu muncul lagi dan mengatakan untuk segera pergi dari sana.
Tak ada penolakan dari Lisa saat dirinya dibawa masuk ke dalam rumah keluarga Bellin. Meski terkesan ada yang mengganjal, tapi setidaknya dia aman. Aman dari kejahatan, juga aman dari Tuan Richard. Oya, apa kabar dengan orang itu? Apakah sudah tahu kalau dirinya melarikan diri? Lisa penasaran.
***
Apa kau adalah saudara tirinya Lionel?
lisa adalah definisi pasrah yang sebenernya. udah gk takut mati lagi gara2 idup sengsara