Sebagai anak bungsu dan perempuan satu-satunya, malam itu adalah pertama kalinya Abi membentak Zahra supaya putrinya itu menikah dengan anak Kyai Amir, Gus Afkar. Padahal Gus Afkar adalah suami incaran sahabatnya, dan dia sebenarnya berencana untuk lanjut S-2 dulu.
Setelah pengorbanannya, ia harus menghadapi sikap sang suami yang tiba-tiba berubah dingin karena setelah akad nikah, dia mendengar rencana Zahra yang ingin menceraikannya. Belum lagi, reputasi pondok yang harus ia jaga.
Mampukah Zahra bertahan diantara orang-orang yang punya keinginan tersendiri padanya? Dan akankah ia dapat mempertahankan rumah tangganya?
Zahra sang anak kesayangan keluarga, benar-benar ditempa dalam lingkungan baru yang tak pernah ia sangka-sangka sebelumnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siti Nur Halimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Aku Mencintaimu
‘Astaghfirullahaladzim, Zahra’ keluh Zahra pada dirinya sendiri sambil menutupi badannya dengan selimut begitu rapat. Bagaimana bisa ia sebegitu cerobohnya.
Wajahnya merengut karena saking malunya, dan semakin merengut saat terdengar suara pintu kamar mandi dibuka.
‘Jangan kesini, Gus! jangan ke sini!’ gumam Zahra memohon di dalam hati.
Tap
Terdengar suara langkah kaki lelaki itu yang berat, semakin lama semakin dekat, membuat Zahra semakin was-was. Apalagi tiba-tiba suara langkah itu terhenti.
Suasana mendadak senyap.
“Kenapa koper ini terbuka?”
Sayup-sayup terdengar suara Gus Afkar.
Zahra mulai teringat sesuatu, ‘foto? Jangan-jangan ia melihat foto yang kukeluarkan tadi?’
Ia langsung melompat keluar dari selimut, dan berlari ke arah koper itu untuk segera menutupnya.
Langkahnya yang terlalu cepat membuatnya hilang kendali untuk berhenti.
Tampak wajah sang suami yang terperanjat kaget melihatnya.
Kaki Zahra tiba-tiba tersandung koper sehingga badannya melayang jatuh tepat di atas suaminya itu.
Zahra terperangah kaget, kelopak matanya diam tak berkedip. Debar jantungnya beradu cepat dengan lelaki itu.
Bahkan nafas keduanya saling bertabrakan.
‘Gus’
“Sepertinya kau senang sekali jatuh di atasku,” ucap lelaki itu yang masih tertegun kaget.
‘Astaghfirullah’
Zahra segera membangkitkan tubuhnya namun lelaki itu malah menahannya dengan memeluknya begitu erat.
“Apa yang kau lakukan, Gus? Lepaskan aku!” ujar Zahra berusaha mendorong dada sang suami supaya menjauh dari tubuhnya.
Namun sia-sia, tangan kekar lelaki yang sedang merangkulnya itu menahan punggungnya dengan kuat.
Zahra melirik sinis ke arahnya.
Namun suaminya itu justru menatapnya begitu dalam, dan kembali membuatnya terkesiap. Lambat laun, jantungnya berdebar kencang kembali.
“Azzahra Khoirunnisa, apa kau bersedia mengabulkan permintaanku dalam foto itu?” bisik lelaki itu pelan.
Zahra menatap mata lelaki itu yang terlihat begitu tulus memberikan perasaannya padanya.
Matanya berkaca-kaca, ia berusaha menelan ludahnya untuk menahan perasaanya.
Janjinya pada Nayla mulai menggaung dalam pikirannya. ‘Aku akan menceraikannya’
‘Maafkan aku, Gus Afkar!’ gumamnya dalam hati kemudian bangkit dari pelukan sang suami.
Kali ini, lelaki itu terlihat termangu melihat sikap Zahra. Dia melepaskan pelukannya begitu saja.
“Aku sudah menyiapkan sarapan untuk Gus, ayo makan dulu,” ucap Zahra pelan sambil berdiri memandang suaminya yang masih berbaring terlentang di atas lantai di samping kopernya sambil memegangi foto Zahra dengan tangan kanannya.
Lelaki itu tampak memalingkan muka sambil tersenyum mendesah lirih, kemudian bangkit dan menaruh kembali foto itu di dompetnya sebelum memasukkannya ke dalam saku celananya.
Zahra terus tertegun menatapnya.
‘Harusnya aku bahagia, punya suami yang begitu sabar menungguku jika saja…’
“Apa kau tidak akan makan bersamaku?” ucap lelaki yang sudah duduk di meja kecil di kamar hotel tersebut, membuyarkan lamunannya.
Zahra segera menghampiri suaminya dan duduk di depannya.
“Habis ini kita ke pantai,” ucap lelaki itu tiba-tiba sambil mengiris-iris steak di depannya.
“Bukannya Gus, masih ada kerjaan di pesantren?” tanya Zahra heran.
“Aku sudah ambil cuti dan sudah diijinkan. Jadi kamu tak usah khawatir!” jawab lelaki itu santai, kemudian tampak memberikan piring berisi steak yang sudah diiris-iris itu pada Zahra dan mengambil milik Zahra sebagai gantinya.
Zahra kembali tertegun dengan sikapnya.
“Apa aku sudah sangat memikat hatimu sekarang?” ucap lelaki itu lirih tanpa menoleh padanya.
“Hah?” tanya Zahra yang barusan tersadar dari lamunannya.
Lelaki itu tak menjawab, malah tersenyum menunduk.
Zahra yang merasa tersindir segera membela diri, “Aku heran saja, sudah berapa banyak film korea yang Gus tonton, sampai bisa seromantis itu?”
Namun lelaki itu begitu cerdik mengalihkan topik yang sengaja diarahkan Zahra..
“Jadi menurutmu aku romantis?” tanya lelaki itu sambil berhenti memotong steak di depannya dan menatap dalam ke arah Zahra.
Zahra terlihat bingung, senjatanya malah makan tuannya sendiri.
“Tak tahu, Dasar tukang gombal!” ucapnya sekenanya sambil menunduk berpura-pura tengah sibuk menusuk potongan steak di depannya.
Gus Afkar terlihat tertawa mendengar jawabannya.
*****
“Ini” ucap Gus Afkar sambil memberikan es kelapa yang baru dibelinya pada Zahra.
Zahra menoleh sembari tersenyum menyambut dan menerimanya.
Lelaki itu kemudian duduk di atas pasir putih, di sampingnya.
“Gimana, segar?” tanya suaminya itu sambil menoleh ke arahnya.
Zahra mengangguk setuju sembari tersenyum yakin, “hem!”
“Benar kan, minum air kelapa memang paling enak disruput langsung dari batoknya.” ujar lelaki itu dengan sombongnya.
Zahra kembali tersenyum hangat mendengarnya.
“Oh!” gumam Zahra sambil menunjukkan pada suaminya itu indahnya sunset yang sedang mereka saksikan di pantai itu.
“Cantiknya!” ucap Zahra lirih kemudian menarik napas lega.
“Ya, sangat cantik.”
Zahra menoleh mendengar perkataan suaminya tersebut. Tapi akhirnya ia tertegun diam mendapati lelaki itu tengah menatapnya dalam-dalam sedari tadi.
Jantungnya kembali tak terkendali, dan nafasnya terhenti tanpa ia sadar.
“Aku tidak tau, apakah senja itu begitu indah. Yang aku tau, warnanya begitu indah saat menimpa wajahmu,”
Mata Zahra berbinar-binar mendengarnya.
‘Seandainya sekarang aku boleh bersikap serakah, Gus’
Ia menelan ludahnya dan segera memalingkan mukanya ke arah senja yang semakin tenggelam itu.
“Bahkan senja yang semakin tenggelam itu tak mampu menutupi pesonamu, Azzahra Khairunnisa,” ujar lelaki itu lirih kembali, membuat Zahra sontak menoleh kepadanya kembali.
“Aku mencintaimu, istriku”
Deg
Zahra berkaca-kaca mendengarnya. Matanya tak bisa lepas dari suaminya itu.
“Maukah kau jadi takdir surgaku?” lanjut lelaki itu seraya menatap mata Zahra lebih dalam.
‘Apa yang harus kukatakan, Gus’ gumam Zahra dalam hati.
Air matanya tak terbendung lagi, ia segera mengusapnya sembari kembali menelan air liurnya, kemudian segera membalikkan badannya yang hendak beranjak dari tempat itu karena tak mampu menjawabnya, kala suaminya itu tiba-tiba menarik tangannya.
Sontak tubuh zahra berbalik kembali ke arah suaminya itu.
Lelaki itu seketika mendekapnya erat.
Zahra hanya bisa membiarkan tangannya menjuntai ke bawah, ia tak mampu menyambut pelukan itu walaupun ingin.
“Aku tak memaksamu, aku akan bersabar menunggumu sampai kamu siap. Dan dalam waktu itu tolong biarkan aku mengejarmu,” bisik lelaki itu lirih di telinganya.
Air mata Zahra kembali menetes.
‘Maafkan aku, Gus. Aku benar-benar tak bisa mengkhianati sahabatku.”