Amara Calista seorang gadis berbadan bongsor, yang mempunyai hobi main basket, jatuh cinta pada seniornya yang bernama Altaf Alfarizi. Altaf yang mempunyai banyak fans, awalnya hanya memandang sebelah mata pada Amara. Amara berusaha sungguh-sungguh untuk merubah penampilannya demi mendapatkan hati Altaf. Dan dengan kekuasaan sang papa Amara bisa mendapatkan Altaf melalui sebuah perjodohan. Namun sebuah musibah membuat Amara pupus harapan dan memilih berpisah dengan sang suami tercinta. Bagaimana kisah cinta Amara dan Altaf? Ikuti kisah lengkapnya dalam "Asmara Ke Dua".
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marsia Niqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Nah Lo Kena Kan?!
Malam yang ditunggu Ara pun tiba. Kini Ara bersiap dandan secantik mungkin dibantu sang mama. Dengan dress panjang warna marun kombinasi krem Ara terlihat sangat cantik. Biasanya Ara memakai sepatu kets sekarang memakai sepatu cewek, yang membuat penampilannya bertambah manis dan terlihat lebih feminim. Mama Dinda me rias wajah Ara dengan makeup simple tapi nampak cantik, beda dari hari biasanya.
"Udah dek, kamu cantik banget malam ini, Al pasti pangling! Sini ponsel kamu, mama foto!" Kata mama Dinda sambil mengulurkan tangan meminta ponsel Ara dan mengambil gambar Ara beberapa kali.
"Ma, Ara kok deg-deg an ya!" Kata Ara membuat mamanya tersenyum.
"Biasa itu dek, namanya mau jumpa camer!" Goda mama Dinda.
"Ih ....mama beneran ini!" Kata Ara manja.
"Udah nggak papa, ayok turun papa dah nunggu tuh!" Ajak mama Dinda setelah acara make up selesai.
"Bismillah......!" Kata Ara sambil melangkah keluar kamar.
***
Di apartemen Altaf galau sendiri. Rasa bingungnya membuat ia malas pergi. Tapi sudah beberapa kali mamanya menelpon memastikan agar ia tak lambat datang. Sengaja berpenampilan apa adanya, tak memaki jas yang dibelikan mamanya. Hanya memakai celana bahan warna krem dan hem putih yang dilipatnya di bawah siku. Tak lupa jam tangan dari Ara di pakainya. Dengan perasaan kacau terpaksa ia pergi juga, tak mau kena omel mamanya.
Sampai di restoran yang ditentukan mama, papa, Alfin dan Rena sudah menunggu. Dengan malas Altaf menghampiri meja dimana mereka duduk.
"Al, gimana sih, baju yang mama belikan kok nggak dipakai! Lihat pah, penampilannya kusut gitu! Kamu ini mau ketemu calon istri sama calon mertua! Buat kesan pertama yang baik dong! Bukan malah nunjukin kamu kusut gitu!" Omel mama Fifi.
"Al mau pakai apa aja tetep ganteng ma, ya kalau nanti Al nggak diterima jadi mantu sama jadi calon suami ya nggak papa lah!" Jawab Altaf membuat mamanya geram dengan putranya yang sengaja berpenampilan slekeh.
"Al...mama nggak suka di bantah ya!" Marah mama Fifi.
"Al juga nggak suka dipaksa ma! Mama bisa maksa Al buat datang, tapi mama tidak bisa memaksa Al untuk menerima perjodohan ini!" Kata Altaf tak mau kalah, dan mama Fifi hanya bisa menghela nafas berat.
"Udah ma, itu mereka datang, jangan berdebat terus! Al, pasang muka ramah sama mereka!" Titah papa Aldi tegas, dan Altaf hanya mengangguk dan ikut berdiri menyambut calon istri dan keluarganya.
Dan....
JENG....JENG ...JENG ....
Mata Altaf melotot, badanya serasa disengat listrik tegangan tinggi. Serasa bergetar seluruh tubuhnya. Pak David datang dengan dua wanita cantik di sampingnya. Gadis yang sangat ia kenal. Gadis yang biasanya berpenampilan layaknya laki-laki dengan celana jeans gombrong dan kemeja kedodoran atau hodie jumbonya, kini berubah drastis penampilannya. Dengan gaun marun kombinasi krem. Berat badannya yang dulu mencapai tujuh puluh kilo kini tinggal lima puluhan kilo dengan tinggi badan sekitar seratus delapan puluh senti. Kurus? Nggak dong! Langsing....slim...bak seorang model. Dengan senyum manis memamerkan gigi kelincinya Ara berjalan anggun mendekat lalu menyalami dan mencium tangan pak Aldi dan mama Fifi dengan takzim. Tangan yang dulu kokoh mendribble bola basket, kini berubah menjari tangan yang halus dengan jari-jari lentik dan kuku yang indah terawat.Bukan cuma Altaf yang kaget Rena pun merasakan kaget yang luar biasa. Gadis yang selalu di cemooh badannya segede gajah, kini berubah total. Bahkan ternyata putri dari kepala sekolahnya dulu. Sedangkan badan Rena sendiri sudah berubah lebih berisi kelihatan kalau sudah pernah melahirkan.
"Al, nggak usah gitu amat lihatin calon mantu mama!" Kata mama FIfi sambil tersenyum melihat reaksi putranya. Altaf dengan wajah gugupnya mencoba menenangkan hatinya dan menyalami dan mencium tangan mantan kepala sekolah beserta istrinya yang tak lama lagi akan menjadi mertuanya.
"Apa kabar pak David." Sapanya mengurai kegugupan.
"Jangan panggil pak lagi Al, saya bukan kepala sekolah kamu lagi. Panggil om atau papa aja kayak Ara!" Kata pak David membuat Al semakin gugup. Lalu menetralkan hatinya dengan kembali memasang muka dinginnya.
Sambil menunggu pesanan makanan mereka berbicara tentang perjodohan ini.
"Maaf om, tante, boleh Ara bicara sama kak Al sebentar?" Tanya Ara pada pak Aldi dan mama Fifi.
"Boleh dong sayang!
"Al, sana, calon mantu mama mau bicara sama kamu, kalian ke taman aja. Sambil menunggu pesanan makanan."
Ara berdiri melangkah meninggalkan mereka dan Altaf mengikutinya dari belakang dengan santai, tangannya di masukkan ke dalam saku celananya.
Sampai di taman samping restoran Ara berhenti.
"Kak Al, kok mukanya kesel gitu? Nggak mau nih dijodohin sama Ara?" Kata Ara kesal dengan mimik muka Altaf.
"Ini semua Rara yang minta kan, Rara yang rencanain perjodohan ini kan?" Bukannya menjawab Altaf malah balik bertanya.
"Emang kenapa, kakak nggak suka? Tapi Ara nggak peduli! Suka nggak suka, kakak nggak boleh nolak, awas aja kalau berani nolak!" Ancam Ara yang sukses membuat Altaf melotot tajam kepadanya.
"Ih.... mukanya jelek banget!" Dan...
CUP....
Satu ciuman mendarat di pipi Altaf dan si empu yang mencium langsung kabur masuk ke restoran lagi. Sementara Altaf masih bengong, belum percaya dengan apa yang terjadi. Altaf mengusap pipinya dan tersenyum aneh....🤔🥰🥰
Pesanan mereka sudah siap dihidangkan. Mereka menikmati makanan dengan santai.
Setelah acara makan, pak Aldi membuka obrolan.
"Dav, gimana kalau nikahnya bulan depan aja, satu bulan lagi. Nggak baik menunda -nunda!" Kata pak Aldi.
"Wah setuju, kalau bisa kita buat pestanya di Bogor saja, kampung halaman kita. Soalnya keluarga intiku semua ada di Bogor." Jawab pak David.
"Boleh! Keluargaku juga banyak yang di sana, lagian pesta nya Alfin kan sudah di sini, biar Altaf di sana.!" Jawab pak Aldi.
"Pa, apa nggak kecepetan pa kalau bulan depan! Lagian bulan depan mas Indra juga nikah, masa mau bareng!" Protes Altaf yang langsung mendapat pelototan dari sang mama.
"Tanggal berapa sih Indra nikahnya?" Tanya pak Aldi.
"Tanggal dua puluh di tempat mempelai perempuan di Medan pa, tanggal dua puluh enam pestanya di sini!" Bukan Altaf yang menjawab tapi Alfin. Raut muka Alfin nampak semangat dengan perjodohan ini. Semakin cepat Altaf nikah semakin aman rumah tangganya, pikirnya.
"Ya kalau gitu, kita adakan tanggal dua puluh aja, bareng pestanya Indra yang di Medan. Toh kita juga nggak bisa hadir ke medan kan. Kita hadir pesta yang di sini saja! Gimana Dav, kamu setuju nggak?" Pak Aldi bertanya pada papa David.
"Setuju, ya kan ma, mama juga setuju kan?" Tanya papa David pada sang istri.
"Iya pa, mama setuju. Lagian kalau di Bogor keluarga besar pasti bisa bantu persiapannya, iya kan mbak Fifi?" Tanya mama Dinda pada mama Fifi.
"Iya benar, aku juga setuju.
"Om, apa om sudah yakin menjodohkan Al dengan putri om? Al kan masih kuliah om, uang jajan aja masih minta mama. Apa om nggak khawatir putri om nanti terlantar?" Tanya Altaf pada papa David.
"Ha.....ha.....ha.....!
"Al....Al......om udah tahu semua, sejak kamu SMK kamu sudah kerja, bantu papamu! Papamu sudah cerita semua, bahkan om sudah tahu berapa penghasilanmu sebulan. Jadi om yakin dengan pilihan om jadikan kamu mantu om, putri om akan sejahtera sama kamu." Kata pak David dan Altaf melirik pada papanya yang juga tersenyum.