Jodoh Pilihan Abi
Brak!
Zahra tersentak kaget melihat abinya menggebrak meja dengan sangat keras. Seumur hidupnya, baru kali ini ia melihat sang Abi begitu marah.
“Beraninya kamu membantah Abi, Apa begini Abi mendidikmu?” hardik Abi yang langsung naik pitam mendengar penolakan Zahra terhadap lamaran Kyai Amir untuk putranya, Gus Afkar.
Zahra menangis sesenggukan dalam dekapan umminya, ruang tamu yang tadinya penuh tawa itu, berubah dipenuhi tangisan setelah kepulangan Kyai Amir dan keluarganya.
“Tapi, Bi…”
“Jangan panggil Abi atau bicara sama Abi, sampai kamu menerima lamaran itu,” sela Abi dengan wajah masih memerah sambil hengkang dari sana.
Langkahnya yang biasa terdengar pelan, bahkan hampir tak bersuara, kini berubah berat dan cepat penuh amarah.
Sementara Zahra semakin menangis sejadi-jadinya di pangkuan Ummi.
“Dengarkan Abimu, Sayang. Ini semua demi kebaikanmu,” ujar ibunya terdengar lembut sambil mengelus punggung putrinya itu perlahan.
Tapi bagaimana Zahra bisa menerimanya, sedangkan dia tahu betul kalau sahabat karibnya, Nayla sudah menyukai Gus Afkar sejak awal masuk SMP.
“Tapi Ummi, Zahra kan sudah diterima S-2 di Al Azhar dengan susah payah, masak iya Zahra lepas begitu saja? Sayang kan Ummi perjuangan Zahra selama ini," ucap Zahra mengiba. Setelah gagal menempuh kuliah S-1 di sana, sekarang ia punya kesempatan kuliah pasca sarjana di universitas impiannya tersebut, masa' iya, ia harus melepasnya.
Ummi terlihat menatapnya hangat, kemudian mengusap air mata anak perempuan satu-satunya itu sambil kembali menjawabnya perlahan, “Sayang, sebenarnya Abi dan Ummi sudah istikharah, itu kenapa Abimu menginginkan Ustadz Afkar jadi suamimu, jadi bukan hanya karena beliau putra Kyai Amir, guru Abimu.”
“Tapi Um…..”
“Dasar anak tak tau diuntung, Sudah Ummi tidak usah dijelaskan lagi.” sela Abi dengan nada tinggi sambil masuk membawa golok di tangannya.
Zahra langsung gemetar melihatnya dan histeris, ia bangkit duduk lalu memeluk ibunya itu erat-erat.
“Berani kamu menolak lagi, langkahi mayat Abi!” bentak lelaki itu sambil melempar golok itu ke hadapan Zahra, membuatnya semakin menangis histeris.
Pupus sudah harapannya kuliah di kampus impiannya.
*****
“Qobiltu nikahaha wajawiztaha bi mahrin madzkurin” suara gus Afkar yang sedang mengucapkan akad nikah dalam bahasa arab itu terdengar mengambang di telinga Zahra.
Ia merasa sangat ketar-ketir.
Sudah dua bulan, ia tak bertemu Nayla karena gadis itu pulang ke kampung halamannya di Padang. Hari ini dia kembali.
Apa yang akan dipikirkan gadis itu kalau mendapati sahabatnya menikah dengan lelaki impiannya.
Tiba- tiba Zahra terkesiap kaget, mendapati lelaki yang baru saja jadi suaminya itu tengah memegang ubun-ubunnya. Mulutnya tampak bergumam lirih sedang mendoakan dirinya sebagai istri barunya. Kemudian tersenyum padanya begitu hangat dan mendekat untuk mengecup keningnya.
Semua hadirin tampak bersorak sorai bahagia.
Zahra kembali memandang sekitarnya dengan was-was, apalagi dari pagi ponselnya dipegang Ning Shofi, kakak ipar pertamanya.
“Dek, ulurkan jarimu!” Bisik Ning Nusaibah, kakak ipar keduanya yang sedang berdiri menghadap ke arahnya.
Zahra segera menoleh kepadanya yang terlihat melirikkan matanya ke depan. Ia segera menyadari kalau suaminya itu sedang menunggunya untuk memakaikan cincin pernikahan di jarinya.
Zahra segera menjulurkan tangannya sementara Ning Nusaibah berusaha mencairkan suasana yang agak tegang karena menunggunya tadi, “Sepertinya pengantin wanita kita terlalu gugup.”
Ucapan itu berhasil membuat orang-orang di tempat itu terkekeh kembali, kecuali suami barunya yang terlihat menatapnya begitu dalam penuh kasih sayang.
Lelaki itu sekarang mencium telapak dan punggung tangan Zahra, membuatnya kembali terkesiap.
“Cium tangannya, Dek,” bisik Ning Nusaibah kembali terdengar sedikit menekan.
Zahra menoleh kembali ke arahnya, namun Ning Nusaibah justru memelototinya, kemudian menoleh ke arah yang lain dengan meringis.
Ia akhirnya menarik punggung tangan lelaki itu ke bibirnya sambil mengucapkan salam.
“Waalaikum salam, Ya Habibati,” bisik lelaki itu terdengar lembut, menggetarkan jiwanya juga.
‘Astaghfirullah’
Zahra kembali menundukkan pandangannya.
"Masya Allah, pengantin wanita kita malu," celetuk salah seorang hadirin yang ada ditempat itu, memicu hadirin lain tertawa bahagia.
Belum selesai celetukan itu, sudah ada yang menyahut lagi, "Ya Allah, lihat senyum pepsodent Gus Afkar saking senangnya."
Semakin riuhlah tempat itu.
'Semua terlihat bahagia' pikir Zahra yang masih belum bisa merasakan vibes tersebut.
Setelah itu, ia dan Gus Afkar sibuk menerima doa dan restu dari semua orang yang ada di sana, termasuk Ummi dan Abi, juga Kyai Amir serta kerabat yang lain.
“Selamat ya, Azzahra Khoirunnisa.”
Zahra terperanjat mendengar ucapan selamat yang terdengar di tekan di akhir itu, di depannya tengah berdiri sahabat kecilnya, Nayla.
Namun ia hanya bisa menelan ludah.
Gadis itu tampak menelangkupkan kedua tangannya, memberi selamat kepada Gus Afkar sekarang dengan matanya yang berkaca-kaca, kemudian pergi.
“Gus, Zahra izin ke belakang dulu nggih?”
Gus Afkar mengangguk sambil tersenyum.
"Tafadholi, habibati," suara lembut suaminya itu terdengar menggetarkan dada.
Namun sekali lagi ia segera beristighfar, karena takut perasaan itu akan merasuk ke hatinya.
Zahra segera menyusul sahabatnya itu ke depan ballroom hotel tempatnya melangsungkan pernikahan.
Ia menahannya dan berbisik, “Kumohon! aku tak mau buat keributan disini, ikutlah denganku ke lantai atas.”
“Kenapa? Apa kau takut keluargamu akan menanggung malu karenamu?” ujar Nayla dengan nada ketus.
“Setidaknya selamatkan reputasimu di depan Gus Afkar.”
Nayla tampak tertegun sebentar setelah mendengar ucapan Zahra tersebut. Akhirnya ia memutuskan untuk mengikuti Zahra ke kamar riasnya tadi.
“Aku benar-benar tak pernah menginginkannya, Nay. Aku dijodohkan dan tak diberi pilihan,” jelas Zahra berusaha meyakinkan sahabatnya itu.
Gadis itu terlihat nyengir mendengarnya, kemudian menjawab, “Kamu kira aku peduli pada sahabat yang menikung temannya sendiri, Azzahra Khoirunnisa.”
Terdengar gadis itu menekan nada suaranya lagi saat memanggil namanya.
“Percayalah padaku, Nay!”
“Serakah kamu Zar, kamu sendiri yang mengkhianatiku, sekarang kau minta aku percaya padamu,” ucapnya begitu sinis sambil bersiap hendak keluar.
Zahra yang melihatnya, segera menarik tangannya dan berucap, “ini tak seperti yang kau kira, Aku…”
Gadis itu langsung mengibaskan tangannya dan menyela dengan nada tinggi, “Aku bukan lagi sahabatmu.”
Zahra bagaikan mendengar petir di siang hari. Ia menatap gadis yang sedang mengusap air mata itu.
“Tunggu! Aku akan menceraikannya…”
Nayla tampak terhenti melangkah mendengarnya.
Zahra hendak berjalan pelan ke arahnya saat tiba-tiba pintu kamar yang tadinya tertutup itu terbuka oleh seseorang.
“Ummi dan Abi menunggu kita untuk photo.”
Zahra terkesiap kaget mendapati Gus Afkar masuk.
'Apa kamu mendengar percakapan kami, Gus?' tanya Dzurriya dalam hati sambil menatap lelaki itu yang kini menariknya keluar dari sana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
karyaku
hi kak mendadak menjadi istri ustadz jangan lupa mampir y kk
2024-10-26
0
Saydh5
siap kak🥰
2024-07-21
0
muna aprilia
lanjut
2024-07-19
1