Ibrahim, ketua geng motor, jatuh cinta pada pandangan pertama pada Ayleen, barista cantik yang telah menolongnya.
Tak peduli meski gadis itu menjauh, dia terus mendekatinya tanpa kenal menyerah, bahkan langsung berani mengajaknya menikah.
"Kenapa kamu ingin nikah muda?" tanya Ayleen.
"Karena aku ingin punya keluarga. Ingin ada yang menanyakan kabarku dan menungguku pulang setiap hari." Jawaban Ibra membuat hati Ayleen terenyuh. Semenyedihkan itukah hidup pemuda itu. Sampai dia merasa benar-benar sendiri didunia ini.
Hubungan mereka ditentang oleh keluarga Ayleen karena Ibra dianggap berandalan tanpa masa depan.
Akankah Ibra terus berjuang mendapatkan restu keluarga Ayleen, ataukah dia akan menyerah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yutantia 10, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 14
"Ay, Ay."
Ayleen bisa mendengar suara Ibra dari ponselnya. Tapi karena gugup, dia langsung mematikan sambungan telepon. Tak pelak Ibra yang ada dibawah menatap nanar kearah balkon yang sudah tak ada siapa-siapa lagi. Pintu juga sudah ditutup rapat, sepertinya dia ditolak. Mungkin dia terlalu tergesa-gesa. Lagian mana mungkin cewek baik-baik kayak Ayleen mau sama dia.
"Eh, eh, siapa tuh. Jangan-jangan itu mobil bokapnya Ayleen?" tanya Reza sambil memperhatikan mobil warna hitam yang masuk kehalaman rumah Ayleen.
Ibra tak peduli sama sekali. Saat ini, dia sedang patah hati meski masih belum mau menyerah. Ya, semangatnya masih tinggi untuk mendapatkan cinta Ayleen. Tak peduli akan berapa kali cewek itu menolaknya, menghempaskannya, tekadnya sudah bulat. Dia harus bisa mendapatkan Ayleen.
"Gimana nih, Bra? Kok Ayleen main masuk aja. Dia gak ngomong apa-apa ditelepon. Atau jangan-jangan, lo udah ditolak?" tanya Fikir. Menatap Ibra dengan raut kasihan.
"Sabar Bro. Belum siap kali dia. Namanya juga baru kenal," Joko menepuk bahu Ibra menyemangati.
"Eh Jok, itu tadi mobil Bokapnya Ayleen?" Reza masih aja mikirin mobil tadi.
"Ya gak tahulah gue. Kacanya hitam, gak kelihatan yang ada didalam."
Sementara diluar masih sibuk membahas Ayleen yang mendadak masuk dan Ibra yang patah hati. Didalam kamar, Ayleen gugup setengah mati. Takut jika tadi Abangnya melihat tulisan yang dibentangkan Ibra. Kira-kira akan seperti apa respon abangnya.
Tok tok tok
Hanya suara ketukan pintu, tapi mampu membuat Ayleen terkena serangan jantung dadakan.
"Leen, Abang masuk ya."
Ayleen berusaha menetralisir detak jantungnya. Menarik nafas dalam lalu menghembuskan perlahan. "Iya, Bang," sahutnya.
Saat pintu dibuka, tampak abangnya yang masih mengenakan kemeja kerja masuk. Tak lupa sekotak obat yang ada ditangan kanannya.
"Kata Mama kamu kecelakaan tadi?" tanyanya sambil berjalan masuk. Menghampiri Ayleen yang duduk diatas ranjang.
"Iya, Bang. Tapi gak papa kok, gak parah." Ayleen menunjukkan luka dikakinya pada Aydin yang saat ini duduk disebelahnya.
Aydin memeriksa luka tersebut lalu memberikan obat pada Ayleen. Menyuruh gadis itu mengoleskannya pada luka setidaknya 2x sehari.
"Gimana ceritanya bisa sampai jatuh?"
Pertanyaan yang membuat Ayleen langsung bersyukur. Karena kemungkinan besar, Aydin tidak mengetahui tentang Ibra yang melamarnya barusan. Buktinya tidak bertanya tentang itu. Dengan perasaan sedikit lega, dia menceritakan kronologi kejadian tadi siang. Tapi tentu saja, sudah di hilangkan bagian dia yang tak fokus karena Ibra ada dibelakangnya.
"Lain kali lebih hati-hati. Oh iya, orangnya minta ganti ruga gak?" Pertanyaan yang membuat Ayleen langsung ingat dengan uang Ibra yang tadi digunakan untuk ganti rugi.
"Iya," sahut Ayleen sambil mengangguk.
"Ya udah nanti Abang ganti uang kamu yang dipakai untuk ganti rugi."
"Gak usah," sahut Ayleen sambil memeluk lengan abangnya.
"Kalau begitu, uangnya buat Al aja." Alfath masuk disaat yang tepat. Kalau urusan uang, telinga dan matanya langsung tajam. "Kak Leen gak mau kan, buat Al aja uangnya." Dia menengadahkan telapak tangan didepan Aydin.
"Itu yang didepan gerbang temen-temen kamu?" tanya Aydin sambil menatap Alfath.
"Diluar, siapa?" Alfath balik bertanya. Dia lalu berjalan menuju balkon untuk melihat siapa yang dimaksud abangnya.
Jantung Ayleen kembali berdegup kencang. Dia yakin yang dimaksud Aydin adalah Ibra cs. Sudut matanya melirik Alfath yang sedang membuka pintu balkon.
"Jadi alasan kamu minta dibeliin motor sport, buat gabung geng motor? Buat kumpul sama anak anak yang gak punya masa depan dan kerjanya cuma bikin rusuh?"
Ah, kenapa rasanya Ayleen tak rela abangnya menilai geng Ibra seperti itu.
"Abang bakal minta Mama nyita motor kamu," lanjut Aydin.
"Nyita apaan nih?" disaat bersamaan, Mama Nara masuk ke kamar Ayleen. Wanita itu datang dengan nampan berisi jus dan kue.
"Motornya Al, Mah."
"Apaan sih, Bang," seru Alfath. "Lagian anak-anak mana yang Abang maksud. Gak ada siapa-siapa dibawah." Dia celingukan memperhatikan jalan dari atas balkon. Tapi tak menemukan anak geng motor yang dimaksud Aydin.
Ayleen bernafas lega, sepertinya Ibra dan teman-temannya sudah pergi.
"Kenapa Mama harus nyita motornya Al?" tanya Mama Nara.
"Biar dia gak bisa gabung geng motor. Mau jadi apa kalau ikut-ikutan kayak gitu."
"Al gak kayak gitu." Alfath kembali masuk untuk menjelaskan. "Beneran Mah, Al gak ikutan kayak gitu. Dan yang dimaksud Bang Ai, Al gak tahu siapa. Tapi yang jelas bukan teman Al."
"Lalu temannya siapa?"
Jantung Ayleen kembali berdegup kencang. Semoga saja mereka tak tahu jika anak geng motor didepan gerbang tadi adalah temannya.
"Ya mana Al tahu. Temannya Mas Joko kali."
"Joko siapa?" Aydin mengerutkan kening.
"Ini nih, kalau pikirannya cuma obat dan suntikan doang. Sama tetangga aja gak kenal," sindir Alfath.
"Mama juga gak kenal, Joko siapa?" Mama Nara ikutan bertanya.
Alfath membuang nafas berat lalu mencomot kue yang dibawa mamanya. "Anaknya tante Kristin. Kembarannya Kak Jovita, yang naksir Abang Ai." Alfath tersenyum genit sambil menyenggol bahu Aydin.
"Jovan maksud kamu?" tanya Mama Nara. Setahu dia, kembaran Jovita itu Jovan, bukan Joko.
"Iya Mas Jovan," jawab Alfath enteng sambil mengunyah cake.
"Kok kata kamu tadi Joko?"
"Panggilan bekennya Joko, Mah."
Aydin, Ayleen dan Mama Nara langsung melongo. Dari Jovan ke Joko, benarkah itu makin keren?
"Emang si Jovan ikutan geng motor?" tanya Aydin.
"Iya. Aku sering lihat status IG nya yang lagi kumpul ma gengnya."
Huk huk huk
Ayleen langsung tersedak cake. Dan dengan segera dia meminum jus buatan mamanya. Jangan sampai Al juga kenal dengan Diki. Bisa gawat kalau Al lihat statusnya Diki tadi.
"Pelan dong sayang." Ujar Mama Nara sambil mengusap punggung Ayleen.
"Pergaulan jaman sekarang meresahkan. Kamu harus pinter-pinter nyari teman Al. Jangan sampai malah ikut-ikutan geng gak bener kayak gitu," ujar Aydin. Anak seusia Alfath masih labil, rentan terseret pergaulan yang kurang bagus.
"Emang Abang tahu kalau mereka geng gak bener?" tanya Ayleen yang sejak tadi hanya diam.
"Ya tahu lah Leen. Mereka itu kerjaannya hanya balap liar dan ugal-ugalan dijalan. Malah ada yang katanya suka jarahin toko-toko. Mau jadi apa kalau kerjaannya cuma kayak gitu? Sekolah pasti kerjaannya cuma bolos, kalau kuliahpun, pasti jadi mahasiswa abadi," sahut Aydin.
"Kayak itu tuh, siapa namanya, Mama lupa," Mama Nara menyentuh kening sambil mengingat-ingat. "Mahasiswa yang satu fakultas sama kamu Leen. Astaga, Mama lupa namanya. Yang hampir di DO karena gak pernah masuk kuliah dan suka seenaknya sendiri. Masuk kelas telat, gak pernah ngerjain tugas. Pernah kena razia balap liar juga dan ah...pokoknya banyaklah kasusnya."
Perasaan Ayleen mendadak gusar, jangan-jangan yang dimaksud mamanya adalah Ibra.
"Tapi karena dulu alm. Mamanya dosen teladan di kampus, dan Kakeknya jadi donatur, dia gak jadi di DO."
"Dosen? Mama kenal sama mamanya?"
"Kenallah, teman mama dulu. Kasihan, masih muda udah meninggal. Oh iya Mama ingat, namanya Ibrahim."
Ayleen langsung lemas. Ternyata Ibra sudah masuk list pemuda berkelaluan buruk dimata mamanya.