Pagi itu memiliki embun yang menetes tanpa harus diminta. Kebahagiaan itu memiliki arti ketulusan tanpa di rencanakan. Sama halnya hati yang memiliki cinta tanpa harus diminta meskipun terkadang menyakitkan.
Menerima perjodohan dari keluarganya untuk menikah dengan gus Hilal, yang memang laki-laki pertama dalam hidupnya, membuat Khalifa merasa bahagia.
Walaupun gus Hilal seorang duda, akan tetapi bagi Khalifa yang memang mencintai karena Allah, ia bersedia dan yakin akan sanggup menerima semua konsekuensi nya.
Namun pada malam pernikahan mereka, suaminya mengatakan dia hanya menganggapnya sebagai adik perempuan...
Khalifa mengerti bahwa Hilal masih belum melupakan mantan istrinya yang telah meninggal, mencoba untuk paham, akan tetapi masalah selalu datang silih berganti.
Bagaimana Khalifa melewati pernikahannya dengan ditemani seorang suami yang masih belum bisa melepaskan masa lalunya?
Sanggupkah Khalifa dengan tekat awalnya untuk tetap bertahan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy_Ar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
...~Happy Reading~...
Sesuai janji nya kepada Aca, sore ini ia mengajak putri kecil nya untuk berjalan jalan ke minimarket. Usai membeli beberapa makanan kesukaan Aca, Khalifa pun mengajak Putri kecil nya itu untu duduk bersantai di sebuah taman sambil membeli makanan untuk nya.
Hilal mengatakan bahwa ia akan lembur malam ini, maka dari itu Khalifa ingin membuang rasa penat nya sejenak di taman sambil menatap beberapa anak yang sedang bermain di sana.
“Khalifa! Nasha!” Merasa nama nya terpanggil, sontak membuat Khalifa dan Nasha langsung menoleh. Seorang wanita yang masih mengenakan pakaian kerja kini langsung menghampiri keduanya, “Kalian ngapain disini?”
“Ante tadi Aca beli pelmen sama Buna,” kata anak itu memamerkan permen yang ia beli dengan rasa strawberry.
Wanita itu mengerutkan dahinya, “Kenapa Aca makan permen? Itu gak sehat, bikin gigi bolong dan juga nanti batuk loh.”
“Hanya sesekali kok Mba,” jawab Khalifa se sopan mungkin, “Mba Mila baru pulang kerja?”
“Iya nih, mau mampir beli makan, males masak soalnya.” Milla memesan makanan yang sama dengan Khalifa untuk di bawa pulang, lalu ia mendudukan dirinya tepat di depan sang adik ipar, “Oh iya, gimana Fa?”
“G—gimana apanya mba?” tanya Khalifa mengerutkan dahi nya.
“Udah ada tanda tanda adik nya Aca hadir belum nih? Mba ga sabar, dan berharap itu cewek lagi ya?” kata nya dengan raut wajah bahagia, tanpa ia sadari bahwa pertanyaan nya mampu membuat hati Khalifa terluka.
Seperti yang di ketahui, bahwa Milla Arman memiliki dua ank yang mana itu adalah laki laki semua. Begitu pun dengan anak dari Hasna dan juga Ali yang juga sama sama laki laki. Maka dari itu, Milla berharap kelak anak Khalifa perempuan lagi, agar Aca tidak sendirian.
Jika di pikir oleh akal yang sehat, dari candaan Milla memang tidak ada yang salah. Hanya candaan seperti biasa, akan tetapi makna nya terdengar begitu berbeda di telinga Khalifa, karena hingga saat ini dirinya masih menyandang status perawan. Lantas bagaimana dirinya bisa hamil dan memberikan adik untuk Aca apalagi perempuan, jika dirinya saja belum tersentuh.
“Doakan saja ya mba, semoga Allah cepet kasih rejeki,” jawab Khalifa berusaha untuk tetap tersenyum, walau pun sebenarnya sejak tadi kedua tangan nya sudah saling meremas kuat di bawah sana, seolah menandakan betapa gelisah nya hati saat ini.
“Aminn!” Milla menganggukkan kepala nya dan tersenyum, “Memang benar rejeki sudah ada yang ngatur. Tapi kita juga harus ada usaha Fa.”
“Bukan nya apa sih ya Fa, dulu Kirana juga lumayan cepet loh waktu hamil Aca. Jadi, kalau saran mba, mending kamu periksa, dan konsultasi sama dokter. Biar kamu di kasih vitamin dan bisa segera memberikan adik untuk Aca.”
Deg!
Khalifa sudah tidak mampu menjawab perkataan Milla lagi. Gadis itu memejamkan matanya erat sambil menarik napas yang begitu panjang. Remasan di tangan nya juga semakin kuat, ia ingin menangis tapi tidak mungkin.
Kirana? Lagi dan lagi dirinya harus di bandingkan dengan Kirana. Di rumah, ia selalu melihat foto wanita itu di dalam kamar. Ia merasa tidak memiliki kebebasan di dalam kamar nya karena selalu di hantui rasa bersalah kepada Kirana lantaran ia merasa merebut suami dan anak nya.
Dan di luar, ia bertemu kakak ipar nya yang kembali membandingkan dirinya dengan Kirana.
Terlebih ketika ia selalu mendengar suami nya selalu mendoakan mendiang istrinya di akhir sujud nya. Dimana ia harus ikut mengaminkan nya, bukan ia menolak atau tidak ikhlas. Hanya saja, Khalifa tidak menyangka jika pernikahan nya sangat jauh dari perkiraan yang ia bayangkan sebelumnya.
Kesal? Marah, tentu saja Khalifa memiliki rasa itu. Dan tak bisa di pungkiri bahwa dada nya terasa sangat sesak.
“Maaf mba, seperti nya makanan Khalifa sudah jadi. Khalifa pamit dulu ya mbak, assalamualaikum,” ucap Khalifa tersenyum ramah lalu segera membayar dan mengajak Nasha untuk pulang.
...~To be continue ......