Seorang wanita mandiri yang baru saja di selingkuhi oleh kekasihnya yang selama ini dia cintai dan satu-satunya orang yang dia andalkan sejak neneknya meninggal, namanya Jade.
Dia memutuskan untuk mencari pria kaya raya yang akan sudah siap untuk menikah, dia ingin mengakhiri hidupnya dengan tenang. Dan seorang teman nya di bar menjodohkan dia dengan seorang pria yang berusia delapan tahun lebih tua darinya. Tapi dia tidak menolak, dia akan mencoba.
Siapa sangka jika pria itu adalah kakak dari temannya, duda kaya raya tanpa anak. Namun ternyata pria itu bermasalah, dia impoten. Dan Jade harus bisa menyembuhkan nya jika dia ingin menjadi istri pria itu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lyaliaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Lorong panjang yang di kelilingi banyak pintu, cahaya lampu berwarna kuning redup menjadi sumber penerang lorong kecil banyak belokan itu. Aku masih mengikuti langkah Rhine menyusuri lorong sedari tadi. Lurus, kemudian belok kanan dua kali lalu belok kiri. Aku hanya bisa diam, tidak bisa bertanya padanya karena suara-suara aneh yang kudengar sepanjang jalan mengusik pikiran ku.
Hingga kami berada di lorong yang hanya tertuju pada satu pintu. Diujung lorong. Ruangan nomor 024.
"Bagaimana kau bisa hafal jalannya?" tanya ku saat Rhine sedang membuka kunci pintunya.
"Aku yang membuat sketsanya, tentu saja aku tahu." jawab pria itu dengan nada angkuhnya.
"Hemmm..," aku tak yakin, aku tak percaya. Mungkin aku bisa percaya dia yang punya sketsa nya namun aku tak percaya dia akan hafal hanya karena sketsa yang dia buat. Aku meragukannya. Tapi ini bukan saatnya untukku curiga, sepertinya aku harus memikirkan diriku sendiri.
Klek.
Kunci pintunya terbuka. Rhine masih menggenggam pergelangan tanganku, belum di lepasnya. Dia mendorong pintu dan menarik ku masuk lalu menutupnya kembali. Dia menguncinya. Ruangan dengan nuansa merah maroon dan ungu, sangat berbeda dengan suasana di lorong. Tempat yang familiar, hanya saja tidak ada sofa dan tempat tidur ukuran besar seperti yang kulihat di bar milik Rhine.
Namun terdapat ranjang bulat dengan hiasan tirai cantik di dalam sana. Rhine melepaskan tanganku, dia tiba-tiba menggendong ku dengan mudah dan berjalan maju.
"Kau mau apa?"
"Kau yakin menanyakan itu? Tentu saja mau memakan mu," Rhine menurunkan ku di atas ranjang. Bantal yang empuk dan selimut yang lembut. Rhine langsung menutupiku dengan tubuhnya seperti bayangan malam yang menyelimuti cahaya bulan, menenggelamkan ku dalam kehangatan saat tubuhku terbaring sepenuhnya di bawahnya.
Sepertinya aku tak perlu bertanya lagi apa yang ingin dia lakukan padaku sekarang. Rhine membuka jaket kulitnya. Segalanya menjadi jelas dalam sekejap, sebelum nafasku sempat keluar, dia sudah menutup bibirku dengan ciuman yang membara. Dia melumat bibirku dengan penuh hasrat, seolah ingin menyerap ku dalam dirinya.
Saat aku hanyut dalam kehadiran Rhine, tangannya mulai membelai tubuhku. Jarinya menggelitik leherku. Aku menggenggam erat selimut, seolah itu adalah jangkar yang menahan diriku agar tidak tenggelam dalam sensasi dari tiap belaian jemarinya.
Tangannya meluncur ke bawah, ia memegang pinggangku dan membelainya. Sentuhannya menyebarkan rasa geli yang lembut. Ciumannya memudar perlahan, namun tangannya tetap menari di tubuhku dengan penuh hasrat, tak pernah berhenti menyentuh.
"Ahmm," kedua tangannya membuka kedua kakiku, hingga pahaku terpisah cukup jauh. Rhine menempatkan kakinya di antara kakiku, lalu menghentikan ciumannya di bibirku. Aku berusaha mengatur nafasku dengan tenang.
Namun, tiba-tiba napas ku menjadi terengah-engah lagi ketika bibirnya mulai menjelajahi leherku. Aku mengeluh pelan ketika dia meninggalkan tanda ciuman di dadaku. Ciumannya berhenti saat bibirnya tidak lagi merasakan kulitku, seakan tidak ada tempat lagi untuk ciumannya. Tubuhku kembali bergetar merespons setiap sentuhannya.
Rhine menghentikan kegiatannya dan setengah duduk di antara kakiku. Dengan tenang, dia melepas kaosnya, memperlihatkan dadanya yang bidang dan perutnya yang berotot. Pemandangan itu segera menarik perhatianku. Sangat memikat dan memesona, aku tergoda untuk menyentuhnya. Aku berharap dapat merasakan kekuatan otot-otot tersebut dalam genggamanku..
Dia menunduk dan menciumku sekali lagi, "Haruskah kita memulai nya?" Aku mengangguk pelan, Rhine tersenyum. Dengan lembut, dia melepas bajuku melalui kepalaku. Tangannya dengan hati-hati meraih punggungku dan membuka kaitan bra yang ku kenakan.
Secepat mataku berkedip, sekarang tangan kanan dan kirinya masing-masing menarik kedua tanganku ke atas kepala, menyilang. Kemudian dia menahannya dengan tangan kanannya sedangkan tangan satunya melanjutkan kegiatannya, menyelusuri tiap lekuk tubuhku.
Aku hanya bisa mengigit bibir bawahku menahan suara agar tidak mengeluarkan desahan-desahan kenikmatan. Namun tak bisa menahannya lebih lama lagi, aku mulai mengerang perlahan dengan nafas yang tertahan.
Badan ku rasanya panas, sangat panas. Hasrat seksual ku meningkat drastis hingga membuat hormon ku untuk bekerja lebih keras. Aku mencoba mengatur nafasku saat dia berhenti.
Naik lagi. Wajahnya kembali berhadapan dengan wajahku, dia mencium ku untuk kesekian kalinya. "Kau suka?" Nafas kami bersatu saat dia mulai berbicara, aku merasa nafasnya masuk dalam mulutku, menyatu dalam ruang kosong yang penuh dengan kehangatan.
Aku sungguh tak bisa menjawab, Aku merasa seolah bibirku terkunci dalam keheningan yang mendalam, tak mampu lagi mengucapkan sepatah kata. Hanya anggukan penuh kejujuran yang bisa kuberikan. Rasanya seperti melayang di lautan kepuasan yang tiada tara. Aku menikmatinya, sangat menikmatinya.
Aku melingkarkan kedua tanganku di lehernya, memintanya untuk melanjutkan apa yang ingin dia lakukan. Kami berciuman, lagi dan lagi. Tangan kanannya menyelusuri perutku dan terus ke bawah. Aku melepas rangkulanku dari lehernya, tenggelam dalam fantasi yang tak pernah ku bayangkan sebelumnya.
Fantasi memabukkan yang mulai kurasakan membuatku dalam kegilaan yang mematikan. Rhine melepas ciumannya, dia berbisik di telingaku. "Katakan kalau sakit," bisiknya.
"Auhh," desahku.
"Sakit?"
Aku menggeleng pelan, dia mulai masuk ke dalam diriku. Aku hampir mencakar bahunya menahan erangan kegelian yang pertama kali ku rasakan, rasanya basah. Aku merasakan sesuatu akan segera penuh dalam diri ku. Sementara dia masih ada di dalam sana menyatu denganku.
"Rhinee.. Ahhhh," erangku penuh kenikmatan saat sesuatu terasa meluap di bawah sana. Aku melirik sedikit pada Rhine dan menutup wajahku yang memerah.
Rhine menarik tanganku agar aku melihatnya, "Manis," katanya sambil tersenyum. Aku bisa melihat dia memasukkan jarinya dalam mulutnya.
"Bagaimana istriku? Apa kau puas dengan pelayanan suamimu ini?" tanya Rhine setelah dia mengecup keningku. Aku menutup mulutku dengan punggung tangan, mencoba menghalanginya untuk tidak menciumku lagi. Aku tak tahu bagaimana mengungkapkan sensasi yang baru saja ku rasakan. Dia sangat berpengalaman.
"Aku..," penglihatan ku mulai kabur, Rhine terlihat banyak. Kepala ku terasa berdengung. "Rhine.., aku..,"
"Jade.., apa yang terjadi? Jade.."
Mataku perlahan menutup, namun kesadaran ku belum hilang sepenuhnya aku bisa mendengar Rhine memanggil namaku beberapa kali sebelum aku benar-benar kehilangan kesadaranku.
...----------------...
gk rela sebenarnya klo hrus pisah sm mereka.. 😢😢
kira2 Ryan&Hana udh ada anak jg blm ya🙈😅
klo emg Rhine bkn jodoh nya,,, kasih Kade jodoh yg lebih baik lagi thoorrr