Sinta adalah seorang janda muda berusia 24 tahun yang ditinggal meninggal suaminya. Janda tanpa anak itu memutuskan tinggal bersama Kakak perempuannya yang sudah bersuami dan memiliki dua orang anak.
Sinta tidak pernah berfikir jika keputusannya tinggal bersama Kakaknya adalah sebuah keputusan yang salah. Niatnya baik, ingin membantu Kakaknya merawat kedua keponakannya karna Kakaknya wanita karir yang sibuk bekerja. Tapi siapa sangka malah menjadi petaka.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Clarissa icha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24
Alan menghampiri Liana yang duduk di tepi ranjang. Liana sengaja menunggu Alan selesai mandi untuk mengajak Alan bicara beberapa hal. Liana mendongak melihat Alan lewat didepannya dan ikut duduki di sampingnya. Liana sempat menelisik ekspresi wajah datar Alan. Ekspresi yang didapati oleh Liana sejak dia bangun dari koma dan ekspresi itu bertahan sampai sekarang. Liana jadi bertanya-tanya, kenapa suaminya bisa berubah drastis seperti itu.
"Aku nggak tau apa semua ini hanya perasaanku saja atau kamu memang sudah berubah." Ucap Liana membuka obrolan. Tatapannya lurus Ke depan dengan pikiran yang berkecambuk.
Alan menoleh menatap Liana dengan tatapan datar. Dia tidak terkejut mendengar ungkapan hati Liana karna sudah memperkirakan hal seperti ini akan di bahas oleh Liana. Perubahan sikap Alan sangat kentara. Sedangkan Liana barus kehilangan sebagian ingatannya dan wanita itu hanya tau jika selama ini pernikahannya baik-baik saja.
"Kamu bukan Alan yang dulu. Alan yang dulu selalu menatapku dengan penuh cinta. Sekarang kamu terlihat dingin padaku. Bahkan cinta di matamu hilang entah kemana." Lirih Liana tercekat.
"Katakan siapa wanita itu.?!" Kali ini Liana memberanikan riri menatap lekat wajah suaminya.
Dua bola mata Alan membulat sempurna. Dia terkejut mendengar Liana membahas wanita lain. Setau Alan, hubungan terlarangnya dengan Sinta masih tertutup rapat. Belum ada seorangpun yang mencurigainya, termasuk Liana.
"Wanita apa.? Kamu jangan bicara sembarangan." Sangkal Alan tak mengakui.
Seulas senyum miris tersungging di bibir Liana.
"Sudah hampir empat bulan sejak aku keluar dari rumah sakit, baru lima kali kamu menyentuh ku. Itupun karna aku memohon agar disentuh. Bagaimana mungkin aku bisa berfikir positif padamu.?" Ucapnya sambil memberikan tatapan penuh kecurigaan. Dulu saat hubungannya masih baik-baik saja, Alan tidak pernah absen untuk menyentuhnya. Paling sedikit 2 kali seminggu. Tapi kali ini hanya 1 bulan sekali. Lalu dimana dan dengan siapa Alan menuntaskan hasratnya.?
"Maksud kamu apa bilang kayak gitu.? Kamu nuduh aku macam-macam.?!" Nada bicara Alan naik satu oktaf. Kilat amarah sudah memenuhi sorot matanya. "Selama ini aku sibuk bekerja karna banyak proyek, waktuku habis di perusahaan dan di lapangan. Bisa-bisanya kamu berfikir buruk seperti itu pada Ku.!" Serunya penuh amarah.
Alan beranjak dari duduknya karna tidak tahan berdebat, namun Liana menahannya.
"Alan, aku hanya mengungkapkan kekhawatiran ku. Kalau memang kekhawatiran ku keliru, nggak seharusnya kamu marah-marah seperti ini. Kamu bisa menjelaskan baik-baik padaku." Liana menatapnya sendu, kini kekecewaannya pada Alan semakin bertambah. Seperti belum cukup Alan menorehkan kekecewaan dengan bersikap dingin padanya, sekarang Alan tidak segan-segan membentak. Liana benar-benar kehilangan sosok Alan yang dulu.
Alan menepis pelan tangan Liana. "Kamu menanyakan wanita lain padaku, bagaimana aku bisa santai.? Sama saja kamu menuduhku tanpa ada bukti." Alan menatap sebal, dia bergegas keluar dari kamar dan sedikit keras menutup pintu.
Liana memaku dengan rasa sakit yang mulai menjalar di hatinya. Melihat bagaimana respon Alan, Liana justru semakin yakin jika Alan memiliki wanita lain di luar sana.
...******...
"Sinta, tolong kamu input semua data transaksi bulan ini." Reyhan meletakkan setumpuk berkas di atas meja kerja Sinta.
Wanita itu mengalihkan pandangannya dari laptop ke atasannya. "Memangnya Mba Mela kemana Pak.?" Tanyanya.
"Mela nggak masuk. Nanti kalau sudah selesai bawa ke ruangan saya ya." Titahnya.
Sinta mengangguk patuh. "Baik Pak."
"Nanti siang kamu makan dimana.?" Lirih Reyhan
"Hah.? Kenapa Pak.?" Sinta menajamkan pendengarannya agar mendengar ucapan Reyhan kali ini.
"Kamu mau makan siang dimana.?" Ulang Reyhan yang tampak kaku.
"Oh itu. Saya belum tau Pak, biasanya sih ikut sama yang lain makan di luar."
Reyhan mengangguk mendengar jawaban Sinta. "Nanti siang makan sama saya di ruangan, kamu suka makan apa.?"
"Eh.? Sama siapa aja Pa.?"
"Kamu sama saya." Jawab Reyhan singkat.
"Kok cuma berdua doang Pak. Ajak Rea boleh nggak.? Biar saya ada temennya." Sinta kemudian menyengir kuda dengan santainya.
Reyhan tampak menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal. Sinta ini sebenarnya polos atau pura-pura polos. Masa tidak paham mau di ajak PDKT.
"Lain kali saja ngajak Rea. Siang ini kita makan berdua dulu. Sekalian bahas inputan transaksi." Jelas Reyhan.
Sinta hanya mengangguk saja tanpa punya pikiran aneh-aneh. Dia menganggap hanya ajakan makan siang biasa tanpa memiliki tujuan tertentu. Sebab setau Sinta, Reyhan sudah memiliki calon istri lagi.
...******...
"Cuma makan berdua kok pesan sebanyak ini Pak.? Sayang kalau nggak habis." Komentar Sinta yang masih mengabsen beberapa menu makanan di atas meja.
Reyhan hanya mengulas senyum tipis dan duduk di sofa panjang. Dia menepuk sisi kosong di sebelahnya agar di tempati oleh Sinta.
"Saya duduk disini aja Pak." Tolak Sinta halus. Dia langsung menjatuhkan tubuhnya di sofa yang berhadapan dengan Reyhan.
Helaan nafas pelan keluar dari mulut pria berusia 34 tahun itu. "Ya sudah, senyamannya kamu saja." Ucapnya meski terlihat kecewa karna tidak bisa duduk bersebelahan dengan Sinta.
Keduanya kemudian makan siang bersama sambil membahas soal pekerjaan. Sinta juga tidak sungkan mengajukan berbagai pertanyaan pada atasannya itu. Dia tergolong masih sangat baru di perusahaan, masih banyak yang harus Sinta pelajari. Untungnya dia memiliki atasan seperti Reyhan, pria dengan kesabaran seluas samudera menurut karyawan di sini. Reyhan bukan tipe atasan yang akan marah jika bawahannya melakukan kesalahan. Kecuali jika kesalahan itu di ulang berkali-kali. Reyhan baru akan bertindak tegas pada karyawan tersebut.
"Pulangnya bareng saya mau.?" Tawar Reyhan selesai menghabiskan makan siangnya.
Sinta terdiam, dia baru sadar kalau gelagat Reyhan sedikit berbeda. Seperti ada udang di balik batu. Dan Sinta mulai paham kemana tujuan Reyhan.
"Maaf Pak, bukannya saya nggak mau. Tapi Pak Reyhan sudah ada calon istri, saya nggak mau membuat calon istri Bapak salah paham." Tolak Sinta sopan.
Reyhan terkekeh kecil. "Saya jomblo. CEO perusahaan lebih menjanjikan daripada Manager keuangan seperti saya." Ucapnya dengan tawa getir di wajahnya.
Sinta langsung paham maksud ucapan Reyhan. Calon istri Reyhan berpaling ke pria lain yang merupakan seorang CEO.
Tak ada tanggapan, Sinta memilih diam. Dia bisa melihat kekecewaan dan luka di wajah atasannya tersebut. Lagipula siapa yang tidak kecewa di tinggalkan menjelang pernikahan demi pria lain yang lebih menjanjikan. Sebagai seorang pria, harga diri Reyhan pasti terluka.
...******...
Sinta sampai di apartemennya pukul 5 sore. Dia tetap menolak tawaran pulang bersama Reyhan dan lebih memilih naik taksi. Sebab Alan pasti tidak akan tinggal diam jika melihatnya pulang bersama Reyhan.
Dering ponsel memaksa Sinta bangun dari ranjang. Dia baru saja merebahkan tubuhnya setelah mandi.
"Mba Liana.?" Lirih Sinta membaca nama kontak di layar ponselnya. Dia kemudian menerima panggilan telfon dari Kakaknya.
"Dek, kamu udah pulang.?" Suara Liana di seberang sana terdengar menahan tangis.
"Sinta baru sampai 30 menit yang lalu. Mba kenapa.?"
"Alan Dek, Alan pergi keluar kota lagi. Mba yakin dia punya wanita lain. Alan pasti selingkuh Dek.!" Tangis Liana terdengar pecah di seberang sana.
"Sikap Alan berubah sejak Mba pulang dari rumah sakit. Dia dingin dan nggak peduli lagi sama Mba. Bahkan jarang nyentuh Mba." Suara Liana terdengar pilu.
Tidak ada tanggapan dari Sinta selain diam dan merenungi perbuatannya bersama Alan.
"Dek, tolong bantu Mba cari tau. Mba yakin wanita itu pasti ada di sekitar Alan." Pinta Liana memohon.
"Ii-iya Mba. Mba tenang dulu yah, nanti Sinta selidiki Mas Alan." Ucapnya. Sinta bahkan tidak yakin dengan apa yang dia ucapkan barusan.
bedanya disini liananya juga selingkuh