Luna Olivia, mahasiswi semester akhir yang memiliki sifat bar-bar harus menerima kala dirinya dijodohkan karena balas budi Ayahnya.
Bara Adi Wijaya, seorang Ceo Casanova yang tidak ingin mempunyai komitmen dengan wanita, tetapi malah dijodohkan dengan orang tuanya.
***
Bagaimana jadinya jika seorang Ceo Casanova dijodohkan dengan gadis tengil yang bar-bar?
Apakah mereka bisa bersatu dan saling menerima atau malah sebaliknya? tidak akan bisa bersatu karena perbedaan yang ada.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eka Suhartinah Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 23. Keterbukaan Luna
Selesai makan Luna masih duduk di sofa dan belum beranjak karena masih kekenyangan.
"Om, nanti gue lanjut kerja lagi, ya."
"Emang udah nggak sakit?" Tanya Bara menoleh kearah istrinya.
"Kagak om, btw makasih ya om yang tadi. Lo baik banget belakangan ini sama gue. Ya gue sih berharap mending kita kek gini aja om, daripada saling acuh. Walaupun, kita bukan seperti pasangan suami istri pada umumnya tapi, kita masih bertemen kan om kek gini."
Deg!
Entah kenapa perkataan teman yang di ucapkan oleh Luna membuat hati Bara menjadi tidak nyaman.
Bara menganggukkan kepalanya, walaupun bertolak belakangan dengan hatinya.
"Nanti malam acara anniversary kantor yang ke 20. Lo dateng temenin gue! soalnya ada Mama sama Papa dan pasti ada orang tua lo juga."
"Okay siap, orang tua gue itu mertua lo juga, ya!"
"Iya ya, mertua gue puaskan?" sinis Bara.
"Nah, gitu dong. Cukup hubungan kita aja yang nggak lo akuin, tapi mertua lo jangan, Om!"
"Iya, bawel."
"Ya udah om, gue mau ke musholla dulu entar keburu jam istirahat abis." Pamit Luna lalu keluar dari ruangan suaminya.
Bara menatap kepergian istrinya dengan hati yang mengganjal, rasanya dia tidak ingin berjauhan dengan Luna. Saat berada di dekat Luna dia merasa nyaman.
Apa iya gue jatuh cinta sama dia? batin Bara.
***
Di musholla Luna bertemu dengan Devan dan juga Ajeng.
"Juleha, lo nggak papa?" tanya Devan khawatir.
"Iya, Lun. Tadi kita ketemu mba Puput, katanya lo sakit terus dibawa Bara keruangannya."
"Biasa dateng bulan hari pertama, ya kalian tau lah gimana," jawab Luna santai.
"Oh, kirain sakit beneran, udah khawatir banget kita."
"Entar malem kalian dateng ke acara anniversary kantor?" Luna bertanya pada kedua sahabatnya.
"Males sih sebenernya gue," keluh Ajeng enggan rasanya datang.
"Iya, sama gue juga," timpal Devan.
"Kita nggak usah dateng aja, Nem! lagi kita juga cuma anak magang ya, kan?" Tanya Devan meminta persetujuan Ajeng.
"Yups betul, okay jadi kita berdua sepakat kagak bakalan dateng, fix no debat!"
"Yah, kalian berdua kaga asyik. Gue kagak ada temen nya dong nanti." Luna mengerucutkan bibirnya.
"Lah, kan ada laki lu oon pasti ada mertua lu juga, secara lu istri dari pemilik perusahaan. Udah nasehat gue nih ya, lu dandan dah tuh yang cakep biar yang laen terpesona sama kecantikan lu yang tersembunyi itu." Ujar Devan terkekeh.
"Sialan lu emang."
"Udah ayok balik ke ruangan masing-masing jam istirahat udah mau abis!" ajak Ajeng yang dianggukkan oleh Devan dan juga Luna.
***
Luna sudah kembali ke ruangannya dan duduk di kursi meja kerjanya. Teman-teman divisi keuangan yang lain nya baru saja masuk.
"Lho, Luna kamu udah sehat?" tanya Puput memastikan.
"Udah, Mba."
"Luna, kalo memang kamu sakit nggak usah kerja dulu nggak papa." Kini mba Dini yang berbicara.
"Nggak papa, Mba. Aku cuma lagi nyeri perut karena dateng bulan aja, tadi juga udah istirahat di kamar pak Bara, jadi udah nggak papa," jawab Luna dengan jujur.
"So sweet banget ya Lun, Pak Bara." Bayu ikut bergabung dengan obrolan para perempuan di sana, sementara Sherly hanya diam saja memainkan ponselnya.
"Hehehe, ya gitu." Jawab Luna singkat bingung harus menjawab apa.
"Ya udah, ayok mulai kerja lagi!" titah Dini.
Mereka mulai mengerjakan pekerjaan masing-masing dan Luna sudah mulai enjoy dengan pekerjaannya sekarang.
***
Tidak terasa jam pulang kantor telah tiba. Luna bergegas turun ke Lobby menunggu Ajeng karena dia tidak bawa kendaraan, saat pagi tadi berangkat bersama dengan Bara.
Sebelum Ajeng dateng Bara sudah turun lebih dulu dan menghampiri Luna.
"Ngapain?" Tanya Bara mendekati istrinya.
"Nunggu Ajeng, Om. Gue mau nebeng sama dia pulangnya."
"Ayok, bareng gue aja! tadi juga berangkat lo bareng gue, sekarang pulang bareng gue juga."
Luna bingung harus menjawab apa, pasalnya dia tidak pulang ke mansion melainkan ke cafe terlebih dahulu.
"Duh, gimana ya, Om. Gue nggak langsung pulang ke mansion, ada tempat yang mau gue datengin jadi gue bareng Ajeng aja."
Bara tau istrinya akan pergi kemana namun, dia pura-pura tidak mengetahuinya.
"Udah, ayok gue anter jangan kebanyakan mikir!" Bara menarik tangan Luna lalu membukakan pintu mobil untuk istrinya.
Bara menghidupkan mesin mobilnya lalu mulai melajukan mobil hitam miliknya.
"Lo mau kemana biar gue anter?"
"Cafe Olivia, Om," jawab Luna sudah tidak bisa mengelak.
"Okay, kita kesana!"
Setelah sampai di cafe Olivia, Bara pun bertanya. "Kita ngapain kesini, apa mau makan?" tanyanya pura-pura tidak tau.
"Udah ikut aja!"
Bara mengikuti Luna masuk kedalam dan naik ke ruangan yang berada di lantai 3.
Luna mendudukkan dirinya di sofa di ikuti oleh Bara. "Mau minum apa, Om?"
"Apa aja yang seger-seger, tapi ini kok lo bisa masuk kesini?"
"Dah, entar aja gue ceritain. Gue ambil minum dulu, Om." Luna turun ke dapur membuat orange juice dan juga kentang goreng, Luna juga membawa dessert untuk cemilan nya nanti.
Luna naik lagi keatas membawa nampan berisi makanan dan minuman untuknya dan juga suaminya.
"Minum dulu, Om! Gue juga bawain cemilan."
Bara meminum orange juice itu sembari melihat Luna uang sedang mengecek sesuatu di laptopnya.
"Jadi, kelanjutannya?" Bara menatap intens sang istri menanti jawaban wanita cantik berambut panjang itu.
"Apa yang lo mau tau, Om?" tanya balik Luna.
"Cafe dan semua tentang diri lo yang nggak gue tau." Jawabnya santai sembari memakan kentang goreng yang ada di atas meja.
"Cafe ini, ini cafe milik gue sendiri, Om."
"Lo masih kuliah tapi bisa punya usaha sendiri, apa semua fasilitasnya dari orang tua lo?" Bara sengaja memancing istrinya agar mau bercerita.
"Enak aja, cafe ini gue bangun pake hasil jerih payah gue sendiri nggak ada campur tangan bonyok."
"Caranya?"
"Gue bangun cafe ini 2 tahun lalu pas ulang tahun gue yang ke 20. Gue bangun cafe ini juga hasil tabungan yang selama ini gue simpen."
"Tabungan uang jajan lo, itu kan sama aja uang dari orang tua?"
"Bukan, Om. Bukan pake duit jajan gue, tapi emang pure tabungan gue sendiri hasil dari gue balapan." Akhirnya Lunak berkata dengan jujur.
"Balapan?" Bara pura-pura kaget mendengar penuturan sang istri.
"Iya, jadi gue dari SMA itu hobi motoran dan tertarik sama motor sport. Soalnya menurut gue kalo lagi jenuh gitu asyik motoran, apalagi motoran malem-malem gitu rasanya syahdu di terpa angin. Liat temen balapan kok kek nya seru, akhirnya gue mulai ikut balapan dan ternyata emang seasyik itu dan gue enjoy ngejalaninnya."
"Sesimple itu?"
"Ya, awal gue balapan itu bingung duit nya mau gue kemanain selain buat traktir temen-temen gue. Karena gue bukan tipikal cewek yang hobi belanja, gue belanja ya kalo ada yang mau gue beli aja."
"Mungkin karena lo sedikit tomboy, jadi nggak suka belanja," jawab Bara memberikan pendapat.
"Nggak juga ah, menurut gue ngapain sih beli ini itu kalo cuma buat gaya-gayaan doang, sayang ujung-ujung nya nggak ke pake mubazir. Jadi, ya gue beli keperluan gue pun yang emang bener-bener gue perluin aja. Jadi, gue lebih milih duit nya gue tabung."
Bara menganggukkan kepalanya mengerti. "Terus kenapa lo buka usahanya cafe, nggak usaha di bidang yang lo sukai yaitu motor sport?"
"Justru gue buka usaha di bidang yang gue suka, Om. Begini-begini gue suka masak, makanya gue usaha di bidang kuliner kalo bukan passion gue masa iya gue buka usaha gitu aja."
"Oh, lo hobi masak. Pantes waktu itu lo masaknya lumayan enak lah."
"Bilang aja enak sih, Om! pake bilang lumayan," ketusnya.
"Lo nggak niat buka cabang gitu? secara cafe lo kan terbilang rame pengunjung nih." Tanya Bara sembari memakan dessert yang Luna bawakan.
"Udah ada planning om dan seharusnya udah gue realisasikan, tapi gue nya belom sempet ngurus semuanya karena jadwal magang gue. Udah gitu setelah magang nanti nyusun skripsi kan pasti nyita banyak waktu."
"Bener juga sih."
"Nah, makanya gue mau fokus kelarin kuliah gue dulu habis itu baru buka cabang baru. Rencananya gue mau buka 3 cabang sekaligus di daerah Jakarta Barat, Jakarta Pusat sama di daerah Jakarta Utara. Sembari nunggu gue lulus nyambi ngumpulin modalnya juga."
"Kenapa nggak sekalian Jakarta Timur? biar cafe lo ada di setiap daerah Jakarta," tanyanya lagi.
"Pengen sih om, tapi takut modal nya kagak cukup," jawab Luna apa adanya.
"Gue modalin mau nggak?"
"Nggak lah om, kalo gue mau juga bokap bisa ngasih dananya atau investasi ke gue, tapi gue nya yang nggak mau. Gue pengen usaha gue ini murni dari hasil kerja keras gue sendiri, makanya gue masih sering ikut balapan biar gue bisa tabung duitnya, lumayan kan kalo sekali balapan 50 atau 100 juta."
Bara benar-benar bangga dengan pola pikir istrinya, sungguh Luna sangat dewasa dan benar-benar mandiri.
"Lumayan gede juga hadiahnya," celetuk Bara.
"Ada yang lebih gede om, tapi itu balapan mobil sport kadang bisa sampe 500 juta hadiahnya," beritahu Luna.
"Iya gede juga, ternyata asyik juga ngobrol sama lo."
"Iyalah, gue mah mau dibawa kemana juga nyambung aja kalo di ajak ngomong," sahutnya percaya diri.
Sedang asyik bercerita, tiba-tiba Ajeng dan Devan masuk ke ruangan Luna.
"Eh, ada Pak boss di mari," ujar Devan saat baru sampai.
"Kemana aja lo baru pada nongol?" tanya Luna.
"Gue nganterin si Ajeng dulu ke kantor bokap nya." jawab Devan yang di anggukan oleh Ajeng.
"Ini Pak boss casanova tumben kesini, ada apa gerangan?" Tanya Devan membuat Bara melotot kan matanya tidak terima di panggil casanova.
"Hehehe sorry, Pak Bara." ujar Devan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.
"Ya udah Lun, kita kebawah dulu." Pamit Ajeng menarik tangan Devan.
" Itu temen temen lo kerja disini?"
Pa
"Iya, gue yang suruh bantu gue ngehandlepppl cafe soalnya kadang gue keteteran."
"Kenapa nggak cari orang buat menghandle cafe lo? biar lo juga nggak terlalu capek dan repot."
"Nantilah belom kepikiran, gue masih enjo kek gini. Udah yok pulang! udah selesai juga ini." Ucap Luna sembari mematikan laptopnya.
Bara bangkit kemudian mengikuti Luna turun kebawah yang terlihat ramai.
"Siapa itu, Bu boss? ganteng bener," tanya salah saru karyawan Luna.
"Jawab tuh, Om!"
"Saya Bara, suaminya Luna."
Deg!
Jantung Luna berdebar mendengar penuturan Bara, dia mengakui statusnya dan tidak ragu mengatakannya.
Salah satu teman karyawan tersebut menghampiri nya. "Emang lu nggak tau itu suaminya, Bu Luna? astaga gue lupa lo anak baru kan, ya. Maaf ya, Bu Luna, Pak Bara ini karyawan baru jadi tidak tau kalo Bapak suaminya Bu Luna."
"Nggak papa," jawab Bara singkat.
"Ya udah, kalian kerja lagi sana!" titah Luna pada karyawannya.
"Ajeng, gue balik dulu!"
Ajeng mengacungkan jempolnya dan menganggukkan kepalanya.
"Kita kemana?" Tanya Bara saat sudah berada di dalam mobil.
"Pulang om, kan mau siap-siap acara nanti malem."
"Loe ada gaun buat nanti malem nggak?"
"Ada sih gue bawa beberapa dari rumah." Jawab Luna membuat Bara diam sejenak.
Bara melanjutkan perjalanan nya, namun bukan menuju ke mansion, melainkan ke butik terkenal yang ada di kota ini.
"Lah ini mah bukan jalan pulang ke mansion, Om." Luna heran melihat jalan yang bukan biasa dia lalui.
"Udah ikut aja! nanti juga lo tau." jawabnya singkat.
mau ngapain?