Cinta Terlarang

Cinta Terlarang

Bab 1

Sinta Nurmala, janda berusia 24 tahun yang di tinggal meninggal suaminya 1 tahun lalu. Wanita itu berparas ayu sesuai dengan namanya. Namun takdirnya tak se ayu namanya. Kehilangan orang yang dia cintai, sangat membuat Sinta terpukul dan trauma. Selama berbulan-bulan, Sinta tak pernah berhenti merenungi kisah rumah tangganya yang tragis. Butuh waktu lama untuk bangkit dan memulai kembali hidupnya.

Kini sudah 6 bulan Sinta tinggal di rumah kakaknya, membantu sang Kakak mengasuh anak sekaligus mengurus rumahnya. Sebab Kakaknya adalah wanita karir, sibuk dengan karirnya dan tidak ada waktu untuk menjaga 2 anaknya, apalagi mengurus rumah. Sinta bahkan sering bertanya pada kakak kandungnya itu, kenapa masih sibuk dengan karirnya disaat sudah memiliki suami kaya dan bertanggung jawab. Di tambah dua anak perempuan dan laki-laki yang sempurna. Apa lagi yang mau di cari.? Sedangkan keluarga kecilnya sudah sangat lengkap dan bahagia.

Tapi itulah Liana, wanita yang sejak dulu terkenal ambisius diantara saudara kandungnya yang lain.

Sinta terbangun ketika mendengar pintu kamarnya di ketuk. Dia segera membuka pintu kamarnya dan di depan kamar sudah ada Kakaknya yang memakai pakaian rapi.

"Ya ampun, Sinta kesiangan ya Mba.?! Mba Liana sama anak-anak sarapan apa.?" Pekik Sinta kaget. Liana sudah memakai baju kerja lengkap, tapi Sinta malah baru bangun. Dia biasanya bangun lebih awal untuk membuat sarapan. Sebab Liana dan kedua ponakannya berangkat pagi². Berbeda dengan Kakak iparnya, dia baru akan berangkat ke kantor pukul 9. Selisih 2 jam.

"Kamu nggak kesiangan Dek, sekarang baru jam 5. Mba tuh ada tugas dadakan ke luar kota. Jam 10 malam baru di kabari. Tadinya mau ngasih tau kamu, tapi semalam kamu tidur cepet." Kata Liana menjelaskan. Sinta langsung bernafas lega. Dia pikir bangun kesiangan, ternyata masih sangat pagi.

"Berapa hari Mba.?" Tanya Sinta. Dia sudah biasa melihat Kakaknya tugas ke luar kota. Kalau sudah ke luar kota, pasti bukan hanya sehari dua hari.

"Paling lama 6 hari, tapi bisa lebih cepat."

"Mba titip Mas Alan sama anak-anak ya. Maaf kalau mba ngerepotin kamu terus. Tapi bagaimana lagi, Mba nggak mungkin menolak tugas dari Bos." Wajah Liana tertunduk sendu. Kelihatan sangat menyesal karna harus meninggalkan suami dan anak-anak. Tapi tidak pernah mencari solusi bagaimana caranya agar tetap di rumah dan memiliki banyak waktu dengan keluarga kecilnya.

Sinta hanya menghela nafas. Dia juga sudah bosan membujuk Kakaknya berhenti bekerja. Bukan apa-apa, Sinta merasa kasihan pada dua ponakannya yang terlihat kurang kasih sayang dari Ibunya.

"Mba nggak usah khawatir, biasanya anak-anak juga sama aku."

"Mba pakai mobil atau pesawat.?" Tanya Sinta.

Sepertinya dia memang sudah lepas tangan, jadi tidak protes ketika Liana pamit ke luar kota.

"Pakai pesawat, soalnya harus ke Surabaya. Ini Mas Alan sudah nunggu di mobil. Mau antar Mba ke bandara. Tolong nanti beri pengertian ya Dek sama anak-anak. Mba percaya kamu bisa mengatasi mereka. Mba pergi dulu,," Liana langsung pergi begitu saja. Dia membuat Sinta melamun di depan pintu kamar. Sebagai seorang adik, Sinta pasti berharap Kakaknya rela melepaskan karir demi anak-anak.

...******...

"Pagi Tante ku yang cantik,,,"

"Tante masak apa.? Kok enak banget wanginya.?"

Itu adalah suara menggemaskan dari Zio dan Zia. Kakak beradik itu memiliki kesamaan nama, namun terpaut usia 2 tahun. Zio berusia 10 tahun, kelas 4 SD. Dan zia 8 tahun, kelas 2 SD.

"Tante masak makanan kesukaan kalian. Ayo cumi muka dan cuci tangan. Kita sarapan dulu, setelah itu mandi." Kata Sinta seraya mengusap lembut pucuk kepala mereka. Keduanya patuh dan pergi untuk cuci muka serta tangan.

"Mama sama Papa Kok nggak ikut sarapan.?" Tanya Zia karna kedua orang tuanya belum datang ke ruang makan.

"Nanti juga sarapan. Zia sama Zio habiskan dulu makanannya, jangan sampai terlambat ke sekolah karna kelamaan makan." Sinta tersenyum lembut pada kedua ponakannya. Lagi-lagi mereka patuh. Semua perkataan Sinta memang tidak pernah di bantah oleh mereka. Bukan karna Sinta pandai menarik hati mereka, tapi pada dasarnya kedua ponakannya itu memang anak yang penurut dan pengertian. Bahkan lebih dewasa dari anak seusianya.

...*******...

Sinta duduk di taman depan selepas mengantar dua ponakannya masuk ke mobil Alan. Kakak iparnya itu sampai di rumah pukul 7 pagi, jadi bisa mengantar anak-anak.

"Kasian Zio dan Zia." Lirihnya sendu. Walaupun Sinta tidak pernah merasakan kekurangan kasih sayang dari Ibunya, tapi dia bisa merasakan bagaimana hancurnya hati seorang anak yang tidak bisa merasakan kasih sayang Ibunya secara utuh.

Wanita itu kemudian masuk kembali ke dalam rumah. Masih banyak pekerjaan yang harus dia selesaikan supaya nanti siang bisa menjemput ponakannya tepat waktu.

...******...

Sore itu Sinta sedang mengangkat jemuran di rooftop. Sedangkan dua ponakannya ada les di luar dari pukul 4 dan baru pulang pukul 5 sore dari tempat les. Biasanya mereka pulang bersama Papanya yang kebetulan bisa menjemput setelah jam pulang kerja.

Saat Sinta asik melamun, dia di kejutkan dengan suara derap langkah kaki. Janda muda itu reflek menoleh. Dia semakin terkejut melihat Alan yang begitu dekat dengannya.

"Kapan pulangnya Mas.? Kok nggak kedengaran suara mobilnya." Tanyanya.

"Kamu mana denger kalau lagi ngerjain sesuatu sambil melamun." Sahut Alan sedikit meledek. Sinta menyengir kikuk. Alan sampai hapal kebiasaannya.

"Anak-anak mana.? Tumben nggak berisik.?"

"Ketiduran di jalan sampai rumah. Udah Mas pindahin ke kamarnya, mau bangunin nggak tega. Nanti pas mau makan malam saja banguninnya." Jawab Alan. Sinta mengangguk-angguk dan tidak bicara lagi.

"Sini biar Mas bawain." Alan mengambil keranjang baju yang sudah penuh. Semua jemuran sudah di masukan ke dalam keranjang oleh Sinta.

Sinta kemudian mengikuti Alan yang sudah jalan lebih dulu. Keduanya berhenti di ruang laundry. Alan meletakkan keranjang di sana. Sinta ikut masuk karna biasanya dia akan langsung menyetrika baju setelah mengangkat jemuran.

"Makasih Mas." Ucapnya pada Alan. karna sudah membantunya membawa keranjang baju.

"Sebenernya Mas bosen denger kamu bilang makasih terus. Bisa nggak ucapan makasihnya di ganti yang lain.?" Protes Alan.

Sinta menatap bingung.

"Di ganti apa Mas.? Thank you.? Biar kaya orang bulel.?" seloroh Sinta kemudian terkekeh.

"Bukan itu. Misalnya cium pipi atau cium bibir gitu. Terserah Sinta mau kasih ciuman dimana." Jawaban Alan membuat Sinta terdiam seketika.

"Sin.? Sinta.??!" Alan menggerakkan tangannya berkali kali di depan wajah Sinta. Sampai akhirnya wanita itu sadar dari lamunan.

"Mas Alan aneh-aneh aja." Ujar Sinta acuh. Dia menganggap ucapan Alan hanya sekedar candaan, walaupun raut wajah Alan terlihat serius saat mengatakannya.

Terpopuler

Comments

Bunda

Bunda

nyimak lagi 😊

2024-11-14

0

Iqbal Bagas Rere

Iqbal Bagas Rere

lanjut thor

2024-10-03

0

naifa Al Adlin

naifa Al Adlin

waduh

2024-10-02

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!