Kecelakaan besar yang disengaja, membuat Yura Afseen meninggal dunia. Akan tetapi, Yura mendapat kesempatan kedua untuk hidup kembali dan membalas dendam atas perbuatan ibu tiri beserta adik tirinya.
Yura hidup kembali pada 10 tahun yang lalu. Dia pun berencana untuk mengubah semua tragedi memilukan selama 10 tahun ke belakang.
Akankah misinya berhasil? Lalu, bagaimana Yura membalas dendam atas semua penindasan yang ia terima selama ini? Yuk, ikuti kisahnya hanya di noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sensen_se., isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31 : AMARAH REHAN
Gemuruh detak jantung Rehan menggema dalam dadanya. Bagaikan lahar panas yang hendak dimuntahkan oleh gunung berapi saat itu juga, ketika matanya menangkap sebuah video, di mana Tora tengah melakukan pembullyan terhadap putri satu-satunya. Kedua tangannya terkepal kuat di atas paha, dadanya kembang kempis karena bernapas terlalu cepat.
“Tora!” geram lelaki itu dengan suara baritonnya.
“Ada masalah, Tuan?” tanya salah satu karyawan yang melayaninya.
“Ah, tidak. Buatkan notanya,” titah Rehan menahan amarahnya. Ia berucap tanpa menoleh. Matanya terpejam, sikunya tidak sengaja menekan tombol next pada keyboardnya.
Suara yang sangat bising menyelusup indra pendengaran Rehan. Ia membuka mata dan menyingkirkan lengannya. Seketika membelalak lebar, bahkan sampai mengucek mata untuk memperjelas penglihatannya.
“Astaga, apa-apaan wanita ini!” sentak Rehan mengejutkan orang-orang di sekitarnya.
Tetapi Rehan tidak peduli, darahnya mendidih ketika melihat dengan jelas bahwa Sarah sedang mabuk di sebuah bar. Wajah pria itu memerah, pembuluh darahnya seakan berkumpul sepenuhnya di sana. Terutama saat Sarah digoda oleh para lelaki hidung belang dan di seret entah ke mana. Karena video telah berakhir di sana.
Tidak tahan lagi, lelaki itu segera membayar tagihan, menutup laptop dan segera mengangkutnya pergi. Di dalam mobil, Rehan melepas lilitan dasi di kerah kemejanya dengan kasar. Ia seperti kehabisan oksigen.
“Menjijikkan sekali!” decih lelaki itu segera melajukan kendaraannya dengan kecepatan tinggi.
Kepalanya mau pecah, membayangkan semua kejadian itu. Wanita yang ia bela mati-matian bahkan sampai menampar dan mengusir putrinya, tak ubahnya hanya seekor rubah betina berbulu domba. Napas berat berembus dari hidung dan mulutnya. Sesak semakin menghimpitnya, tatkala tidak bisa menemukan petunjuk apa pun keberadaan putrinya.
Setahu Rehan, Yura tidak memiliki teman dekat. Hingga ia kesulitan untuk menemukannya. Sebuah ide melintas di kepala. Rehan memutar setirnya hingga kini berhenti di pelataran kampus, tempat Yura menimba ilmu. Sayangnya, sekian lama ia mencari di kelas jurusan Yura, tak ada satu pun yang tahu keberadaan putrinya.
Tubuh Rehan lemah dan lunglai tak berdaya. Menuju tempat parkir sembari menunduk, kembali duduk di balik kemudi sembari mencengkeram benda bulat di hadapannya itu. “Yura kamu di mana?” gumamnya menarik napas panjang.
Hari sudah menjelang sore, cahaya jingga yang membias cakrawala menandakan, malam akan segera tiba. Rehan berkendara dalam jalanan yang padat. Apalagi bersamaan dengan jam pulang kantor. Ia sampai melupakan makan siang karena tekanan berat di pikirannya.
Setibanya di rumah, Rehan keluar dengan entak kaki yang sangat kuat. Giginya bergemeletuk sangat keras, napasnya menderu dengan kasar. “Tora! Sarah!” teriaknya menggelegar di seluruh penjuru ruangan saat ia sudah memasuki pintu utama.
“Sarah, Tora keluar sekarang juga!” panggil Rehan sekali lagi dengan pekikan yang sangat keras.
“Ada apa sih, Mas. Datang-datang udah teriak-teriak. Macam tinggal di hutan aja,” decak Sarah menuruni anak tangga dengan langkah anggun.
Disusul Tora yang sudah berpakaian rapi berlari cepat hingga mendahului mamanya. “Kenapa, Yah? Mau kasih uang jajan lagi? Sini, Yah! Kebetulan mau hang out sama temen-temen,” tutur Tora menengadahkan tangan di hadapan ayah sambungnya.
Rahang Rehan semakin mengetat, tatapannya nyalang ketika bertemu dengan netra putranya. Tangan yang terkepal kuat kini melayangkan sebuah bogem mentah di muka Tora.
“Aaaww!” rintih Tora mundur dua langkah sembari menekan pipinya.
“Mas! Apa-apaan sih kamu ini? Datang-datang main pukul aja?” protes Sarah menyentuh lengan Tora dan memeriksa pipinya yang memerah.
“Berapa kali kamu melakukan kekerasan dan pembulliyan pada Yura!” sentak Rehan bak orang kesetanan.
“Ayah jangan asal tuduh!” sanggah Tora tidak terima.
Rehan membuang mukanya sembari mendecih, “Tidak mau mengaku aku laporkan ke kantor polisi! Kau tentu tahu, aku berkata seperti ini karena sudah memegang buktinya!”
Buru-buru Sarah mendekat dan menyentuh lengan Rehan yang mengeras, “Mas, ini pasti salah paham. Ada yang hasut kamu ‘kan? Siapa? Pasti Yura ya? Dia memang tidak pernah suka dengan aku atau pun Tora, Mas,” rengek Sarah memasang wajah sedihnya.
“Kamu juga!” berang Rehan menghempaskan tangan Sarah begitu kasar. “Ngapain kamu malam-malam mabuk di bar, hah? Lalu apa yang kamu lakukan dengan para pria hidung belang itu? Menjual diri? Masih kurang apa yang selama ini aku kasih ke kamu? Dasar murahan!” teriak lelaki itu dengan segala amarah yang meledak.
Keterkejutan terlihat jelas di wajah wanita itu. Bibirnya mengatup rapat, matanya bergerak tak tentu arah mencari-cari alasan. Namun, sayangnya pikiran yang biasanya lancar tiba-tiba mendadak buntu.
“Jawab!” sentak Rehan tepat di depan muka Sarah, hingga wanita itu berjingkat kaget.
‘Sialan kau, Yura. Awas saja kalau ketemu. Tidak akan aku biarkan kamu hidup tenang,’ batin Sarah dengan segala rasa dendam yang menjalar di tubuhnya. Ya, hanya satu orang yang ada dalam otaknya. Mengingat, dulu Yura-lah yang pernah memergokinya di bar.
“Tidak, Mas. Aku yakin pasti salah paham. Tolong jangan termakan hasutan Yura, Mas. Percaya sama aku, Mas. Aku tidak seperti itu,” sergah Sarah mengeluarkan air mata buayanya.
Tanpa disangka, Rehan justru melayangkan sebuah tamparan keras di pipi istrinya. "Jangan pernah bawa-bawa Yura dalam hal ini. Dia bahkan sama sekali tidak berkata apa pun tentangmu atau pun Tora!” berang Rehan dengan mata melotot tajam.
Melihat ayahnya semakin tak terkendali, Tora melangkah mengendap-endap. Mengambil sebuah tongkat base ball di sudut ruangan. Lalu mengayunkan ke tengkuk sang ayah dengan sangat keras.
Bersambung~
Heh! Durhakim ni anak 😫😤