Sinopsis
Seorang antagonis dalam sebuah cerita atau kehidupan seseorang pasti akan selalu ada. Sama halnya dengan kisah percintaan antara Elvis dan Loretta. Quella menjadi seorang antagonis bercerita itu atau bisa dikatakan selalu menjadi pengganggu di hubungan mereka.
Di satu sisi yang lain Quella ternyata sudah memiliki seorang suami yang dikenal sebagai CEO dari Parvez Company.
Tentu sangatlah terkesan aneh mengingat status Quella yang ternyata sudah memiliki seorang suami tapi masih mengejar laki-laki lain.
•••••
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lightfury799, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 14
Bergegas turun dari lantai kamarnya, Xaver melupakan bahwa ada sebuah rapat penting yang harus dilaksanakan pada siang hari ini. Jas dan tasnya dirinya tenteng. Dalam kepanikan, Xaver mencari-cari kunci mobilnya di meja ruang tamu, saat tadi mengobrol dengan kedua orangtua. "Sial dimana aku menyimpannya," gerutu Xaver yang sama sekali tidak menemukan kunci itu.
Keringat mulai membasahi dahinya, sementara dia terus mengutuk dalam hati. Dengan setelan kemeja yang sudah tidak terkancing bagian atasnya, Xaver bahkan tidak memperdulikan penampilannya.
"Xaver ingin kemana?" tanya Alina saat melihat Xaver yang begitu tergesa-gesa.
"Ibu aku harus ke kantor, ada jadwal rapat penting yang aku lupakan," ucap Xaver dengan tergesa-gesa, mengecup pipi ibunya dan berlalu pergi.
"Dasar anak itu," Alina geleng-geleng kepala, atas tingkah Xaver yang tidak biasanya sekali pelupa.
Xaver melangkah gontai ke garasi, dirinya mungkin akan memakai mobil lain saja. Hembusan nafasnya terdengar berat, tanda jelas dari rasa jengkel pada dirinya sendiri, karena bisa-bisa melupakan rapat penting itu.
"Mengapa harus hari ini!" gerutunya sambil mengecek jam tangan yang sudah menunjukkan bahwa ia hampir terlambat. Xaver dengan tergesa-gesa memasuki mobil dan menyalakan mesin.
Perjalanan ke kantor terasa sangat lama. Setiap lampu merah terasa seperti penghalang yang tidak kunjung berakhir. Setibanya di kantor, Xaver bergegas menuju ruang rapat dengan langkah cepat yang nyaris menjadi lari. Setiap kali lift terbuka, ia hanya menemukan dirinya semakin terlambat.
"Tuan muda, selamat datang," ucap Jad yang sudah berdiri di depan pintu ruang rapat, untuk menunggu kedatangan tuannya. Dirinya mengerutkan dahinya saat penampilan tuannya sedikit tidak rapih, bahkan jas dan dasinya tidak terpasang.
Mengabaikan sapaan dari Jad, Xaver akhirnya memasuki ruang rapat. Semua mata tertuju padanya, terlihat jelas tatapan aneh dari mereka karena penampilannya yang tidak seperti biasanya.
"Maaf, terjadi sedikit kendala," ucapnya dengan suara yang serak, Xaver memang sangat mengharapkan waktu. Jadi dirinya sangat merasa bersalah.
Semua orang tidak ada yang berani menjawab, mereka melirik jam yang ternyata hanya satu menit lebih dari waktu yang ditentukan.
"Jad mulai rapatnya," ucap Xaver pada Jad, yang malah diam saja. Bukannya langsung memulai rapat mereka.
"Baik tuan," Jad tentu ikut terdiam, karena sebenarnya tuannya hanya telat satu menit. Bahkan para pekerja juga merasa sama dengannya. Ceo mereka memang sangatlah perfeksionis sekali, sehingga kesalahan kecil begini saja merasa telah melakukan kesalahan besar.
Menit demi menit berlalu, rapat berjalan tanpa ada sebuah kendala sedikitpun. Hingga Jad merasa handphone bergetar, ternyata sebuah telepon dari pihak resepsionis.
°°°°°
Kakinya berdiri tegak, Quella melangkah dengan percaya diri menuju pintu masuk gedung Parvez Company yang menjulang tinggi, rasa benci dan keberanian terpatri di matanya. Saat melewati pintu, dia berdecak kesal karena terpesona oleh kilauan marmer dan deretan lampu gantung yang mewah. Langkahnya semakin dibuat penasaran, saat melihat sekeliling dan menyaksikan betapa megahnya interior gedung tersebut.
Dengan langkah kakinya yang pelan, dia mendekati meja resepsionis yang terbuat dari kayu mahoni berlapis kaca. Di balik meja, seorang laki-laki muda dengan seragam rapi menatapnya dengan senyuman ramah.
"Saya ingin bertemu dengan Parvez. Apakah dia ada di kantor hari ini?" tanya Quella dengan nada yang memberikan perintah, dan tidak ada kesopanan di dalamnya.
Laki-laki resepsionis itu terdiam, aneh sekaligus merasa curiga. "Maaf nona maksud anda itu Tuan besar, atau tuan muda?" Resepsionis bertanya, karena dirinya tidak ingin salah melakukan langkah.
"Maksud ku Xaver," ucap Quella yang aneh, dirinya memang jarang memanggil nama Xaver dengan nama aslinya.
Menganggukan kepalanya mengecek jadwal di komputer sejenak sebelum menjawab, "Maaf nona, Tuan muda sedang dalam rapat. Tetapi, saya bisa mengatur janji untuk Anda. Mungkin Anda ingin menunggu di lounge kami yang nyaman?" Resepsionis menjelaskan, dan memberikan tawaran.
"Katakan saja Quella menunggu, cepat datang segera," ujar Quella tanpa menunggu respon dari resepsionis di depannya.
Hanya bisa menghembuskan napasnya pelan, resepsionis menghubungi asisten Jad. "Hallo asisten Jad, ada seseorang bernama Quella yang ingin bertemu dengan Tuan muda."
"Baik nanti saya sampaikan, yang jelas tuan muda menerima tamu itu," Jad mengkonfirmasi bahwa Quella dapat bertemu dengan Xaver.
"Baik tuan, wanita itu menunggu di area lounge kita," ucap resepsionis saat melihat Quella yang mulai berjalan ke area lounge.
"Ya sudah, jangan sampai membuat dia marah, dan sajikan beberapa makanan ringan untuknya," ucap Jad yang kemudian memutuskan panggilan dengan sepihak.
Melaksanakan apa yang asisten Jad katakan, resepsionis meminta seseorang untuk menyajikan makanan ringan untuk tamu yang pastinya penting ini. Karena tidak biasanya sekali, ada seorang tamu yang dapat langsung bertemu dengan CEO mereka, tanpa adanya jadwal yang jelas.
Quella berjalan menuju area lounge, duduk di sofa yang empuk sambil menatap langit-langit tinggi dan berpikir tentang langkah selanjutnya dalam menyelesaikan masalah yang membawanya ke sini. Pikirannya terfokus, siap untuk pertemuan yang akan menentukan banyak hal dalam hidupnya.
"Nona ini hidangannya, silahkan nikmati," ucap seseorang yang memberikan hidangan beserta minumannya.
"Oh terimakasih," seru Quella tanpa mau repot melihat siapa yang menyajikannya, dan melirik makanan yang di sajikan di meja.
Sudah melakukan tugasnya, pekerja itu undur diri. "Saya permisi," tanpa menunggu respon, pekerja itu langsung beranjak menjauh.
Saking terlalu larut dalam pikirannya, Quella yang merasa lelah akan semua kejadian hari ini. Perlahan-lahan memejamkan matanya, kemudian tanpa menunggu lama dirinya larut ke dalam dunia mimpinya sendiri.
°°°°°
Setelah menerima panggilan telepon dari resepsionis. Jad berdiri kembali di belakang tuannya, dan menundukkan kepalanya, kemudian berbisik.
"Tuan, nona Quella ada di lobby perusahaan," bisik Jad dengan pelan.
Mendengar bisikan itu, Xaver tetap pada fokusnya ke arah depan, melirik ke arah jam tangannya. "Biarkan Ella menunggu sampai rapat ini selesai," putus Xaver segera karena sepertinya rapat akan menunju keputusan akhir. Menyentuh bagian dadanya, merasakan sebuah debaran yang membuatnya senang.
"Baik tuan," Jad menganggukan kepalanya, kemudian fokusnya kembali melihat prestasi di layar monitor.
Satu jam berlalu, rapat belumlah juga selesai. Perkiraannya salah, Xaver kira hanya ada satu rapat yang dibahas. Namun ternyata ia salah, Xaver melirik jam ditangannya. "Ella terlalu lama menunggu," gumamnya pelan, perasaan bersalah hinggap di hatinya.
"Sepertinya untuk hari ini cukup, saya putuskan untuk melanjutkan ini besok hari saja. Terimakasih," ucap Xaver yang berdiri dari kursinya, tanpa menunggu pembicaraan apapun lagi.
"Baik tuan," semua orang serempak mengatakan itu, dan ikut berdiri dari kursi saat Ceo mereka akan berjalan keluar dari ruangan rapat.
Xaver melangkahkan kakinya menuju lift, diikuti oleh Jad dari arah belakang. Pintu lift tertutup, Xaver menoleh kearah Jad untuk bertanya. "Apa tidak ada kabar mengenai Ella lagi?" Xaver bertanya karena sedari tadi saat rapat, Jad tidak melaporkan apapun lagi mengenai Quella.
"Tidak tuan, pihak resepsionis tidak melapor lagi," ucap Jad setelah memeriksa kembali, handphonenya mencari laporan terbaru mengenai Quella.
Xaver diam sejenak, wajahnya terlihat lebih dingin, saat memikirkan kemungkinan Quella telah pergi. Pintu lift terbuka, sebelum melangkah keluar. "Jika Ella pergi, kamu orang yang pertama saya salahkan," ucap Xaver serius, yang kemudian melangkahkan kakinya keluar dari lift, tanpa menunggu Jad.
Ucapan itu berhasil membuat Jad menjadi kaku. "Sabar Jad...., sabar....," gumam Jad sambil mengelus dada bidangnya, setelahnya mengikuti kearah mana tuannya pergi.
°°°°°
Kakinya berhenti saat melihat sosok yang begitu cantik, sedang berbaring di atas sofa. Xaver lebih mempercepat langkahnya lagi untuk mendekati Quella yang sedang memejamkan matanya. Melihat napas Quella yang teratur, membuat Xaver yakin Quella sekarang tertidur begitu pulas.
"Gorgeous," seru Xaver pelan, tangannya mengelus rambut Quella yang terasa begitu halus. "Maaf membuat mu menunggu lama, nanti aku tidak akan membuat dirimu menunggu sedikitpun," bisik Xaver di samping telinga Quella. Xaver rela berlutut di atas karpet agar bisa melihat Quella lebih dekat.
Merasa ada yang menyentuhnya, dan berbisik kepadanya. Dengan perlahan kelopak mata Quella terbuka. Mata onyx nya langsung terbuka lebar, saat bersitatap secara langsung dengan mata biru shappire Xaver.
Quella repleks bergerak bangun dari berbaring nya, tanpa di sengaja dahinya membentur dahi Xaver secara keras. "Aw....," Quella menyentuh dahinya yang kesakitan.
Dirinya terdiam kaku, akan sentuhan hangat dari laki-laki di depannya secara tiba-tiba. "Apa sakit?" Xaver bertanya sambil mengelus lembut dari Quella. Hatinya gelisah saat Quella kesakitan, bahkan Xaver mengabaikan keningnya yang berdenyut nyeri.
"Jangan sentuh," Quella dengan cepat menepis tangan Xaver. Merapihkan penampilannya, agar tidak berantakan. "Aku ingin berbicara serius," ucap Quella secepatnya, tanpa berbasa-basi lagi.
"Oke, ayo kita ke ruangan ku saja," ucap Xave berdiri, mengulurkan tangannya di depan Quella.
Lagi-lagi Quella menepis tangan itu, tanpa lupa untuk membawa tasnya dirinya berjalan mendahulu Xaver menuju ke arah lift. Xaver turut mengikuti, langkahnya ia percepat, agar bisa menyamai langkah Quella yang berada di depan nya.
Jad tentu seperti biasa mengekori tuannya dari arah belakang. Quella hanya bersikap acuh, saat mereka berada di dalam lift, pintu lift terbuka membawa mereka ke lantai yang sudah pasti tempat di mana ruangan Ceo Parvez Company terletak.
Quella merasa kagum akan semua interior yang ada di Parvez Company. 'Ceo Parvez Company Room,' baca Quella dalam hatinya, setelah melihat tulisan yang terukir di pintu. Matanya lagi-lagi berdecak kagum saat sudah memasuki ruangan Ceo.
Xaver mengajak Quella agar duduk di sofa yang di sediakan. Sebelum duduk, Quella melirik ke arah Jad yang ternyata masih mengikuti mereka. Xaver yang tau arti tatapan mata Quella. "Jad pulanglah, lagi pula jadwalku telah selesai kan," ucap Xaver memberikan perintah.
"Baik tuan," ucap Jad langsung menyetujui perintah itu, padahal tuannya masih memiliki jadwal untuk bertemu kaline. Tapi ya sudahlah, suka-suka Ceo nya saja.
Mendengar suara pintu yang tertutup, Quella duduk saling berhadapan dengan Xaver. Memejamkan matanya menyakinkan dirinya sendiri, untuk mengambil keputusan yang begitu berat ini.
"Ayo kita menikah," ucap Quella dengan pelan dan ragu, bahkan dirinya tidak mau bertatapan dengan Xaver.
Mengerutkan keningnya, Xaver tentu sedikit tidak percaya, dengan apa yang telinganya dengar. Tidak mendapatkan respon apapun dari lawan bicaranya. Quella akhirnya berbicara kembali, menceritakan percakapan antara dirinya dan orangtua Xaver.
"Ayahmu bilang, jika aku setuju aku hanya perlu datang kepadamu saja, dan sekarang aku menyetujui pernikahan itu," ucap Quella setelah menceritakan semuanya. Terlihat raut ketidakterimaan atas keputusannya.
Xaver sama sekali tidak memotong cerita yang dikatakan Quella. Dirinya baru tau, ternyata ayahnya juga membantunya secara tidak langsung. "Oke, kita akan menikah minggu depan. Atau sepertinya, lusa saja," ucap Xaver yang begitu semangat secara tidak langsung. Hatinya merasa berdebar, membayangkan bisa hidup bersama dengan Quella.
"Kita harus memilih dekor, gaun, tema pesta. Oh apa...," Xaver mulai merencanakan pernikahan mereka, dan bahkan bersiap untuk berdiri mengambil tab untuk membuat rancangan.
Quella tentu merasa ini diluar ekspektasi nya. "Stop...," cegah Quella yang melihat Xaver yang akan beranjak. "Dengarkan aku dulu," ucapnya yang berhasil membuat Xaver duduk kembali.
"Apapun itu terserah, yang jelas aku ingin Queez Hotel bangkit kembali sebelum acara pernikahan itu, dan jangan lupa untuk menghapus semua rumor buruk yang beredar tentangku," pinta Quella dengan tegas. "Oh satu lagi, ada seseorang yang mengirimkan video ini kepada Oma," Quella memperlihatkan video itu kepada Xaver.
Melihat itu, Xaver hanya diam tidak berekspresi apapun. Dirinya bisa melihat bahwa Quella sangatlah marah pada pengirim video tersebut, dan pelakunya ialah dirinya. "Dan apa yang kamu inginkan lagi?" Xaver bertanya sambil menyerahkan kembali handphone tersebut .
Quella memasukkan kembali handphone itu ke dalam tasnya. "Aku tidak mau tau, video ini jangan sampai tersebar luas," Quella berkata dengan tegas dan jari telunjuknya menunjuk ke arah wajah Xaver.
"Jika kamu belum membereskan semuanya, jangan harap pernikahan itu bisa terjadi," ancam Quella, dirinya tidak mau melakukan hal ini berakhir sia-sia. Karena Quella hanya melakukan ini untuk Omanya bukan untuk yang lain. Ia tidak mau sampai omanya pergi seperti kedua orangtuanya.
Menganggukan kepalanya paham. "Oke, aku pastikan besok semua nya dalam keadaan normal kembali," Xaver berkata seolah sangatlah mudah untuk menyelesaikan masalah Quella. Yah walaupun bisa dikatakan benar, masalah Queez Hotel bukanlah masalah yang terlalu besar hingga sulit diselesaikan.
Setelah merasa puas dengan pembicaraan mereka, Quella juga merasa tidak ada yang perlu dibahas lagi. "Ya sudah, aku pulang dulu. Aku tunggu hasilnya secepat mungkin," Quella akan beranjak dari kursi, tapi sebuah tangan besar mencegahnya.
"Tidak, tidak boleh," Xaver menahan kepergianku Quella, dengan menggenggam tangan Quella erat.
Xaver ingin mereka lebih lama bersama-sama, jadi dirinya tidak ingin Quella pergi. "Kita harus bertemu kedua orangtuaku dulu," Xaver berkata dengan asal, dirinya tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang sudah dirinya tunggu.
"Itu bisa nanti, jadi lepaskan genggam mu ini," Quella berusaha melepaskan genggaman tangan Xaver, namun sebaliknya bukannya terlepas tapi malah semakin erat.
Menggelengkan kepalanya cepat, Xaver berwajah serius. Dirinya enggan untuk melepaskan Quella, ia ingin mereka menghabiskan waktu bersama dan itu tidak boleh dibantah.
"Lepas dulu, aku harus menemani oma. Kondisi oma belumlah membaik," Quella menjelaskan, lagi pula dirinya tidak mau bersama Xaver lebih lama lagi. Apalagi hatinya terasa sesak saat tahu pernikahan impiannya bukan bersama orang yang dirinya cintai.
"Aku ikut," ucap Xaver dengan cepat, bahkan mata birunya terlihat memohon tapi ekspresi wajahnya tetaplah dingin.
Terpesona akan mata biru itu, Quella langsung tersadar dengan mengacak-acak rambutnya frustasi. "Bukankah kamu harus menyelesaikan masalah ku dulu," Quella mencari-cari alasan, agar Xaver tidak ikut bersamanya.
"Itu urusan mudah," Xaver tetap pada keinginannya, untuk bisa terus bersama Quella.
"Dasar Parvez," gumam Quella pelan, sepertinya bagi mereka masalah besar yang ada pada dirinya, bukanlah apa-apa bagi keluarga Parvez.
Menghembuskan nafasnya kasar. "Ya sudah ayo," ajak Quella dengan terpaksa, karena tidak mungkin dirinya tetap di sini. Quella ingin segera ke rumah sakit kembali, untuk mengetahui kondisi Omanya bagaimana.
Tanpa disadari olehnya Xaver tersenyum gembira. "Sebentar aku ambil dulu barangku," ucap Xaver cepat yang kemudian segera membereskan barang yang di bawanya.
Melihat hal yang langka baginya, Quella memperhatikan gerak-gerik Xaver yang sepertinya begitu semangat. "Apa semua Parvez aneh?" Quella tentu bertanya-tanya.
Xaver telah selesai dengan barang yang di bawanya. "Sudah jadi ayo," tanpa berlama-lama Xaver langsung menggenggam tangan Quella dengan lembut.
Mereka berjalan bersama menuju lift, Xaver tetap menggenggam tangan Quella. Bahkan saat pintu lift terbuka, Xaver langsung merangkul pinggang Quella agar lebih dekat dengannya. "Ingin beli sesuatu, atau apapun," ucap Xaver yang bertanya, wajahnya terlihat berseri-seri sekali.
Quella awalnya membiarkan, tapi sepertinya orang di sampingnya ini tidak tau diri. "Tidak, dan jangan terlalu dekat," Quella menatap tajam Xaver, setelah berhasil lepas dari rangkulan itu.
"Ella tunggu," seru Xaver saat Quella berjalan menuju mendahuluinya.
Pandangan itu tidak terlepas dari Jad yang tidak sengaja berpapasan dan melihatnya. "Waw berita bagus," ucap Jad yang tadi memotret kebersamaan Xaver dan Quella. Selain bekerja bersama Tuan mudanya, Jad juga bekerja untuk Tuan Zafran mengawasi pergerakan tuan mudannya.
"Nah sekarang pekerjaanku baru selesai," gumam Jad, setelah melaporkan foto itu kepada Roy tangan kanan Tuan Zafran.
•••••
TBC
JANGAN LUPA FOLLOW