EKSKLUSIF HANYA DI NOVELTOON.
Nanda Maheswari tak pernah menyangka bahwa ia akan mengandung benih dari Langit Gemintang Laksono tak lama setelah pria yang ia cintai secara diam-diam tersebut merudapaksa dirinya karena emosi dan salah paham semata. Terlebih Langit saat itu di bawah pengaruh alkohol juga.
"Aku benci kamu Nan !!" pekik Langit yang terus menggempur Nanda di bawah daksa tegapnya tanpa ampun.
"Tahu apa kamu soal cintaku pada Binar, hah !"
"Sudah miskin, belagu! Sok ikut campur urusan orang !"
Masa depannya hancur berantakan. Kehilangan kesucian yang ia jaga selama ini dan hamil di luar nikah. Beruntung ada pria baik hati yang bersedia menutupinya dengan cara menikahinya. Tetapi naas suaminya tak berumur panjang. Meninggal dunia karena kecelakaan.
"Bun, kenapa dunia ini gelap dan kejam?"
Takdir semakin pelik bagi keduanya. Terlebih Langit sudah memiliki istri dan satu orang anak dari pernikahannya.
Update : Setiap Hari.
Bagian dari Novel : Sebatas Istri Bayangan🍁
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Safira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 24 - Siapa Nama Papamu ?
Hari ini Langit kebetulan sedang tidak ada dinas memeriksa atau membedah mayat. Alhasil dirinya ingin menjemput putrinya ke sekolah. Sebab Kayla sedang pergi berlibur ke Bali bersama teman-temannya.
Langit yang tak ingin memperkeruh hubungannya dengan sang istri, akhirnya mengizinkan Kayla pergi berlibur. Berharap setelah pulang dari liburannya, Kayla banyak berubah menjadi lebih baik lagi terutama sebagai seorang ibu terhadap Ara.
Senyum terkembang sejak ia turun dari mobil mewahnya yang ia kemudikan sendiri. Sengaja tak memakai sopir pribadinya. Ia melambaikan tangan dan menyapa putrinya yang ia lihat dari kejauhan sedang duduk dengan bocah laki-laki membawa tongkat khusus. Tentunya bocah tersebut adalah teman kelas putrinya, pikir Langit.
Ara yang duduk bersama Elang, terkejut namun bahagia. Ternyata sang Papa yang datang menjemputnya. Sudah beberapa hari ini Papanya tak membacakan dongeng tidur untuknya seperti biasa. Tentu saja ia paham jika Papanya sedang sibuk bekerja. Senyum pun kini terbit di wajah cantik Ara.
"Pa_pa," gumam Ara lirih yang terdengar oleh Elang.
"Papa?" batin Elang.
Saat ia mendengar Ara bergumam menyebut kata Papa, hati Elang seketika rindu dengan sosok Ayah kandungnya.
"Kamu beruntung sekali Ra, bisa punya orang tua utuh. Ada Papa dan Mama kamu. Aku..." ucap Elang yang hanya bisa ia gumamkan dalam hati itu pun menggantung dan tak dapat ia lanjutkan.
Sesak di dadanya mendadak datang. Sungguh ia rindu dan ingin sekali dipeluk oleh ayah kandungnya. Namun bibirnya kelu dan tak sampai hati mengutarakan hal itu pada Bundanya. Terkadang setiap malam ia sering mendengar Bundanya menangis kala Nanda tengah melakukan salat malam. Ia tak mau menambah beban sang Bunda. Terlebih membuat Bundanya menangis.
Tap...tap...tap...
Derap Langkah sol sepatu milik Langit bergema. Ia berjalan ke tempat duduk putrinya. Saat sudah dekat, ia pun berlutut di lantai dan merentangkan kedua tangannya lebar-lebar seraya tersenyum pada Ara.
"Peluk Papa sayang," ucap Langit yang memang tengah rindu pada Ara. Sebab sudah dua hari ini dirinya jarang berinteraksi dengan putrinya karena kesibukan pekerjaan utamanya sebagai dokter forensik.
"Papa," teriak Ara seraya tersenyum dan berlari ke arah Langit.
Elang yang mendengar hal itu seketika hanya bisa tertunduk lesu.
Tes...
Tes...
Tes...
Elang tak tahu kenapa ia meneteskan air mata tatkala mendengar Ara begitu riang saling berpelukan dengan laki-laki yang dipanggil oleh Ara "Papa". Dia anak yang jarang menangis. Namun suasana yang sekarang sedang berlangsung seakan menusuk batinnya secara tak kasat mata. Dan ia tak tahu alasannya mengapa bisa air matanya luruh tanpa dikomando olehnya.
Ara dan Langit saling berpelukan. Bahkan Ara tertawa geli saat sang Papa menciumi wajahnya di depan umum dengan riang gembira. Bik Sari yang melihat interaksi Langit dan Ara pun turut senang. Ia berjalan menuju pintu mobil majikannya dan memasukkan tas Ara ke dalamnya. Lalu Bik Sari menunggu dekat pintu mobil sedan mewah milik Langit.
"Hehe..."
"Geli, Pa. Haha..." tawa Ara sangat lepas tatkala sedang bercanda dengan Langit.
"Ayo, pulang. Ehm, atau kita mau pergi main dulu ke mana gitu. Mumpung Papa lagi libur kerja nih," ucap Langit.
"Ala mau main, Pa."
"Ayo sayang. Berangkat," jawab Langit dengan antusias.
"Ehm... ehmm..." Ara tiba-tiba bergumam tak jelas sambil menautkan jari-jemarinya sendiri.
Langit melihat gelagat Ara tampak berbeda. Ia pun kembali berbicara pada putrinya yang sepertinya ingin mengutarakan sesuatu.
"Kenapa sayang?" tanya Langit.
"Apa boleh atu ajak temantu, Pa?" tanya Ara lirih namun masih bisa didengar oleh Langit. Hal itu seketika membuat Langit mengerutkan dahi.
Teman ?
Sejak kapan putrinya ini punya teman ?
Sebab sejak ia tahu putrinya divonis autisme ringan ketika mereka masih tinggal di Jogja, Ara tak punya teman sama sekali. Musuh di kelas, iya.
"Teman yang mana sayang?" tanya Langit penasaran.
"Cini, Pa. Atu kenalin cama Kakak," ucap Ara seraya menarik tangan Papanya menuju ke tempat duduk Elang.
Saat sudah berada di depan Elang, Ara pun memperkenalkan Papanya pada Elang.
"Kakak, kenalin ini Papaku."
"Pa, ini temantu. Kak Elang nama na," ujar Ara saling memperkenalkan Elang dan Papanya.
Elang sebelumnya sudah menghapus air matanya tatkala mendengar Ara berjalan menuju ke tempat duduknya. Elang dengan sopan berdiri membawa tongkatnya lalu mengulurkan tangan ke depannya. Walau ia tak tahu posisi Papa Ara ada di depannya atau di sampingnya. Tak lupa ia menampilkan senyum di wajahnya.
"Halo, Om. Perkenalkan namaku Elang. Lengkapnya Elang Perwira Legenda. Aku teman sekelas Ara dan kami duduk bersebelahan," ucap Elang memperkenalkan diri pada Langit.
Deg...
Desir tak biasa mendadak hinggap di hati Langit Gemintang Laksono. Ia melihat mata Elang terbuka namun seakan tak bisa melihat. Ia memperhatikan tongkat khusus yang dibawa oleh Elang. Hatinya sungguh mencelos. Ia yakin Elang termasuk ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) yang mengalami kebutaan.
Nyeri. Ia tak tahu hatinya saat ini mendadak terasa nyeri dan perih. Bagai tertusuk sembilu. Melihat anak sekecil Elang sudah mengalami kebutaan. Namun di wajah anak tersebut sama sekali tak terpancar kesedihan. Hanya senyum tulus yang menawan mirip dengan seseorang di masa lalunya. Ya, senyum Elang sangat mirip dengan senyum sahabatnya. Nanda Maheswari.
Ia berusaha menepiskan hal itu sejenak di pikirannya.
"Nama Om, Langit. Terima kasih sudah mau jadi teman Ara, putri Om." Langit membalas uluran tangan Elang seraya memperkenalkan diri.
Namun tak diduga oleh Langit. Tiba-tiba saat Elang menerima uluran tangannya, justru bocah laki-laki ini mencium telapak tangannya penuh takzim. Salim hormat layaknya seorang anak pada orang tua. Padahal bocah laki-laki ini adalah anak orang lain. Namun sangat sopan terhadap orang yang lebih tua. Sungguh mulia orang tuanya yang telah mengajarkan budi pekerti dan sopan santun pada bocah ini, pikir Langit.
"Iya, Om. Aku juga senang punya teman Ara. Walaupun aku tak bisa melihat. Ara anaknya baik kok dan aku yakin Ara juga cantik. Pasti cantiknya Ara mirip Mamanya," ujar Elang seraya tersenyum.
Ara hanya bisa terdiam sambil memperhatikan interaksi antara Papanya dengan Elang. Namun saat Elang menyinggung perihal Mamanya, Ara langsung mengerucutkan bibirnya. Ia tak suka.
"Kamu juga pasti tampan seperti Papamu. Kalau boleh tahu, siapa nama Papamu?"
"Soalnya kok namamu dan nama Om mirip. Hanya beda tipis 11-12. Hehe..."
"Langit-Elang," ujar Langit seraya terkekeh.
Walaupun dalam hatinya sempat terbesit rasa yang tak biasa saat berinteraksi dengan Elang, namun ia tak tahu apa artinya. Hanya saja mendengar nama Elang yang hampir mirip seperti namanya, seakan tengah berkaca pada diri sendiri.
Bersambung...
🍁🍁🍁
kasihan alea uh salah jalan, langit juga tersiksa pnya mak rempong sombong gini