6 tahun mendapat perhatian lebih dari orang yang disukai membuat Kaila Mahya Kharisma menganggap jika Devan Aryana memiliki rasa yang sama dengannya. Namun, kenyataannya berbeda. Lelaki itu malah mencintai adiknya, yakni Lea.
Tak ingin mengulang kejadian ibu juga tantenya, Lala memilih untuk mundur dengan rasa sakit juga sedih yang dia simpan sendirian. Ketika kejujurannya ditolak, Lala tak bisa memaksa juga tak ingin egois. Melepaskan adalah jalan paling benar.
Akankah di masa transisi hati Lala akan menemukan orang baru? Atau malah orang lama yang tetap menjadi pemenangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fieThaa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
22. Hanya Sebagai Pemanis
Senyum yang Brian lengkungan setelah berhasil memasukkan bola ke dalam ring harus terhenti ketika melihat Devan yang malah mencari kesempatan berdempetan dengan Lala yang masih membeku. Tatapan dingin kembali dia tunjukkan pada Lala.
"Keren banget lu, Bri," puji Kak Reksa dan hanya dibalas senyuman kecil oleh Brian.
Mas Agha yang menyadari kehadiran Lala segera menghampiri perempuan tersebut. Devan mencoba menyapa mas kulkas yang satu itu, tapi responnya begitu datar. Hanya sebuah anggukan tanpa senyuman.
"Tuan menepati janjinya ternyata," ujar Mas Agha.
Lala hanya tersenyum. Dia merasa sedih ketika Brian malah memalingkan wajah dan berbicara dengan Kak Reksa juga Pangeran.
"Keren kan Pa mainnya?" tanya Tuan.
Mas Agha menganggukkan kepala dengan seulas senyum. Lala ikut melengkungkan senyum ketika senyum pelit itu hadir di wajah Mas kulkas. Pasalnya, papa beranak dua itu sulit sekali untuk tersenyum. Dan ketika dia senyum akan menular kepada orang yang berada di dekatnya.
Salju sudah membawa nampan berisi air mineral juga minuman isotonik untuk mengganti cairan tubuh. Pangeran mengajak Brian ke pinggir lapangan untuk menurunkan keringat sejenak.
Tuan menarik tangan Lala menuju Brian dan Pangeran. Wajah antusiasnya sangat terlihat jelas dari anak pertama Gavin Agha Wiguna.
"Lala, kenalin ini Kak Bri. Orang yang selalu Kakak ceritain itu."
Pandangan Brian beralih. Sorot mata Lala menyiratkan kesenduan.
"Kak Bri, ini saudara Kakak."
"Saya sudah kenal," sahut Brian tanpa basa-basi.
Tuan nampak terkejut. Dia mulai menatap ke arah Lala yang hanya diam saja.
"Dia mahasiswa saya."
Mas Agha juga Kak Reksa saling pandang. Sedangkan Tuan dan Pangeran begitu terkejut.
"Serius?" tanya Tuan sedikit tak percaya.
"Kak Brian dosen?" Pangeran pun ikut bertanya dengan raut penuh kekaguman.
Brian mengangguk dengan wajah yang sangat serius. Hanya kata wah dan wah yang keluar dari bibir dua remaja itu.
"Gak salah Kakak ngidolain Kak Brian. Berkelas dan keren," puji Tuan dengan mata yang berbinar.
Lala baru melihat Tuan se-exited itu kepada orang lain. Terlihat jika dia tidak mendapat bayaran apapun. Murni menyukai Brian dengan tulus. Ya, siapa yang tidak tahu Tuan. Remaja paling mata duitan di keluarga singa. Ada uang dia jalan, tak ada uang dia biarkan.
"Salut dan respek gua sama lu, Bri." Mas Kulkas pun ikut memuji bahkan dia menepuk pundak Brian dengan pelan.
Terlihat betapa bangganya Mas Agha pada lelaki yang kini menunduk sopan di depannya.
"Definisi laki yang high value," tambah Reksa.
Devan merasa semakin insecure ketika mendengar pujian para singa jantan untuk Brian. Bahkan mereka terlihat begitu welcome, beda kepada dirinya. Padahal sudah enam tahun dekat dengan Lala. Tapi, tak pernah diperlakukan seperti itu. Diajak bicara pun tidak.
Tawa dari mereka dapat Devan lihat. Lala pun sesekali menatap ke arah Brian yang sedang berbincang serius ataupun tersenyum. Sorot mata penuh kekaguman dapat dia lihat dengan jelas.
"Kalau Opa tahu, pasti Opa juga suka sama Kak Brian."
"Iyakah?" Tuan mengangguk yakin.
Getaran ponsel di saku Lala membuat ujung mata Brian melirik ke arah Lala.
"Iya, Aunty--"
Lala pun pergi dari sana meninggalkan mereka semua dan juga Devan yang seperti orang yang tengah diasingkan. Ujung mata Brian mengikuti punggung perempuan itu sampai menghilang di balik pintu.
Salju meminta bantuan Lala untuk membawakan makanan ke meja yang ada di halaman samping. Dia tengah menyiapkan makanan yang lain.
"Ganteng banget ya, La."
Lala menjawabnya dengan seulas senyum. Begitu mudah Brian diterima oleh keluarga besarnya. Juga banyak pujian yang Lala dengar tentang Brian.
"Butuh waktu hampir dua tahun loh Tuan bisa bawa dia ke sini. Soalnya Tuan selalu bilang kalau dia itu sibuk banget."
"Dua tahun?"
Lala sudah membawa nampan yang berisi makanan. Devan berlari dan membantu Lala. Itu tak luput dari pandangan Brian.
"Enggak usah, Van. Gua bisa kok."
"Enggak apa-apa, La."
Raut penuh kekesalan sudah nampak ketika melihat Devan begitu memaksa Lala. Rasa risih pun terlihat amat jelas. Untung saja ibunda dari Tuan sudah datang, dia segera mengambil alih semua.
Mereka sudah berada di meja samping halaman. Mulai menikmati hidangan yang sudah Salju siapkan. Lala melirik ke arah Brian yang berdiri di samping Mas Kulkas. Dia hanya bisa menatap wajah datar itu dari samping. Tak lama kemudian, Mas Agha berpindah tempat dan kini Brian dan Lala bersebelahan. Sayangnya, mereka bagai dua orang asing yang tak saling sapa.
"Kenapa sedih ya didiemin sama Pak Brian?"
Tingkah bagai cacing kepanasan Tuan jika sudah bersama sang paman pasti akan menimbulkan sedikit kegaduhan. Tubuh Lala terdorong hingga sebuah rengkuhan dia rasakan. Matanya kini tertuju pada Brian. Di mana tangan kekar itu sudah berada di pinggang Lala. Dan itu tak luput dari pandangan Devan.
Hati Devan begitu panas melihat tangan Brian yang begitu sopan melingkar di pinggang Lala. Dia segera mengambil makanan yang sudah tersedia dan berniat memberikannya pada Lala.
"La--"
Suara Devan membuat Lala dan Brian memutus pandangan. Mata mereka kini beralih pada piring yang Devan sodorkan.
"Makasih, Kak Devan. Kebetulan Dedek lapar baru selesai les," sambar adik dari Tuan dan itu mampu membuat Devan tercengang.
Senyum tipis terukir di wajah Brian. Devan benar-benar tak diberi kesempatan. Ada saja pengganggu. Dia kini hanya seperti pemanis, tak diajak berbincang oleh pemilik rumah bahkan oleh Lala yang malah asyik bercanda dengan Dedek tepat di samping Brian.
Dilihat sekilas saja Brian memang sefrekuensi dengan keluarga Lala. Juga mereka terlihat nyambung ketika membicarakan sesuatu dengan anak, mantu, juga cucu Ghassan Aksara Wiguna.
Waktu sudah cukup malam, Brian sudah mau pamit. Tapi, Tuan tak mengijinkan.
"Tunggu opa dulu ya, Kak."
Lala sedikit cemas ketika mendengarnya. Dia begitu tahu bagaimana Daddy Aksa menilai seseorang. Akan ada kata-kata pedas yang keluar dari bibirnya nanti.
"La, pulang, yuk!" ajak Devan karena dia sedikit takut bertemu dengan opanya Tuan.
Atensi Brian kini teralihkan pada lelaki yang mengajak Lala pulang.
"Kalau lu mau pulang. Pulang sendiri! Jangan ajak Lalapooh."
Devan terdiam mendengar sahutan Tuan yang kembali ke mode anak singa. Sedangkan Brian kembali menyunggingkan senyum kecil.
"Tahu nih Kak Devan, kan Dedek jarang banget ketemu Kak Lala," tambah Dedek sambil memeluk tubuh Lala dari samping.
"Kalau Kak Devan mau pulang, pake aja motor Abang. Taruh di rumah Uncle Khai, besok pagi Abang ambil ke sana."
Devan merasa diusir secara halus oleh para cucu singa. Apalagi tatapan singa jantan begitu datar tanpa ada yang membelanya.
"Ini kenapa gua yang dipojokkan? Sedangkan Pak Brian malah diagungkan?"
...*** BERSAMBUNG ***...
Tembusin atuh 50 komen. Nanti up lagi.
next... pasti Lala makin posesif sama mas Bri , apalagi kalau ada feeling yang kurang baik .
lanjut terus kak semangat moga sehat slalu 😍😍😍
mkasih Thor Uda double up.....
semoga up lagi
semangat