Sebuah kenyataan pahit harus diterima oleh Liliana.
Suami yang dia cintai tiba – tiba mengatakan akan menceraikannya setelah dia melahirkan anak yang sedang dikandungnya.
Meskipun mereka menikah karena keterpaksaan ,Liliana sangat mencintai suaminya.
Namun badai besar itu datang dan memporak – porandakan rumah tangga mereka setelah Harrold menemukan kembali kekasih yang telah meninggalkannya tepat dihari pernikahan mereka dan membawanya pulang kerumah, tinggal satu atap dengannya.
Hati Liliana yang hancur semakin bertambah hancur ketika dia mengetahui fakta jika drama pernikahan ini sengaja dibuat oleh keluarga Harold untuk menjebaknya dalam skema licik yang telah mereka buat.
Mampukah Liliana bangkit dan keluar dari skema keji yang menjeratnya ?
Ikuti perjuangan Liliana dalam novel disetiap episodenya....
HAPPY READING.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 24
Setelah melaksanakan sholat subuh Liliana yang sudah bertekad untuk menjadi kuat agar tak lagi merepotkan orang – orang yang ada disekitarnya segera pergi ketaman yang masih satu lingkup dengan apartemen tempatnya tinggal sekarang bersama tiga orang yang selalu menemaninya setiap hari dengan setia.
Lutsi sengaja memilih taman sebagai tempat latihan selain udaranya segar dan bersih, dia juga ingin membiasakan Liliana untuk kembali berbaur dengan banyak orang diluar.
“ Apa anda sudah siap nyonya ? ”, tanya Lutsi dengan sikap siaga.
“Baiklah, kita bisa mulai sekarang ”, ucap Liliana penuh semangat.
Keduanya segera melakukan pemanasan terlebih dahulu agar otot tubuh mereka tak kaku sambil Lutsi ingin melihat apakah Liliana memiliki dasar ilmu beladiri agar dia bisa menyesuaikan latihan dasar apa yang akan diterapkannya saat ini.
“ Bagus nyonya, anda tinggal menambah kekuatan pada pukulan anda ”, ucap Lutsi memberi semangat.
Melihat jika Liliana bisa mengikuti semua gerakan yang diperagakannya dengan mudah maka diapun mulai melangkah ke gerakan inti.
“ Sekarang coba serang saya dengan sekuat tenaga nyonya ”, ucapnya lantang.
Hyattt...
Baghhh...
Bughhh...
Bughhhh....
“ Lebih kuat lagi pukulannya ”
“ Kerahkan semua tenaga yang nyonya miliki ”
“ Fokus pada musuh ”
Itulah beberapa kalimat yang Lutsi ucapkan ketika Liliana berusaha menyerangnya dengan sekuat tenaga.
Setelah dirasa latihan hari ini sudah cukup maka Lutsipun menghentikan aktivitasnya sambil memberikan handuk bersih dan sebotol air mineral kepada Liliana.
“ Apa anda pernah berlatih ilmu beladiri sebelumnya ? ”, tanya Lutsi penasaran.
“ Tidak, ini baru pertamakalinya aku berlatih ”
“ Kenapa ? ”, tanya Liliana curiga.
Lutsi sekilas menatap Monic dan Toni sebelum dia memberikan jawaban atas keraguan yang menderanya selama mereka latihan tadi.
“ Gerakan yang dilakukan oleh nyonya sudah bagus dan sama sekali tidak terlihat seperti orang yang baru saja belajar ilmu bela diri ”
“ Nyonya hanya perlu berlatih lebih rutin untuk bisa meningkatkan kemampuan yang ada ”, jawab Lutsi jujur.
Sebenarnya bukan hanya Lutsi yang berpikiran seperti itu, Monic dan Toni yang melihat kedua berlatih juga memiliki pendapat yang sama.
Bahkan dalam beberapa serangan yang Liliana layangkan tadi terhadap Lutsi tampak beberapa gerakan yang hanya bisa dilakukan oleh orang professional dibidangnya, hanya saja gerakannya sedikit kaku mungkin karena Liliana sudah sangat lama tidak berlatih.
Hal itulah yang bisa mereka ambil kesimpulan dalam hati karena tak berani mengutarakan apa yang mereka pikirkan seperti Lutsi barusan yang dengan lugas mengatakan semuanya.
“ Benarkah ? ”, ucap Liliana sedikit binggung.
Meski Liliana merasa jika dia baru pertama kalinya belajar ilmu bela diri hari ini, tapi tadi dia juga sempat merasa kalau beberapa pergerakan yang dia lakukan seperti tak asing untuknya.
Liliana seperti merasa de javu sesaat, hanya saja dia segera menepis pemikiran yang ada dan fokus kembali pada latihannya bersama Lutsi.
“ Lutsi, mari kita latihan sekali lagi dan kali ini aku ingin Monic merekam apa yang kita lakukan karena aku ingin melihat bagian mana dari pergerakanku yang masih harus diperbaiki lagi ”, ucap Liliana penasaran.
Keduanya pun segera mengangguk patuh dan menjalankan apa yang Liliana perintahkan untuk segera memulai latihan sebelum hari semakin terang dan pengunjung taman semakin banyak.
Kali ini Liliana membiarkan tubuhnya bergerak sendiri melalui instingnya agar nanti dia bisa mendapatkan jawaban dari kecurigaan yang baru saja terlintas dalam benaknya.
Tanpa semua orang sadari ada sepasang mata yang sedari tadi mengintai dan mencuri dengar pembicaraan yang ada.
“ Bagaimana keadaan disana, apa mereka sudah menyadarinya ? ”, tanyanya penuh selidik.
“ Sementara belum tuan. Tapi jika nona kembali mengingat semuanya mungkin nona lah yang akan mencari keberadaan mereka dengan sendirinya ”, jawabnya menjelaskan.
Lelaki paruh baya dengan luka sayatan pisau diwajahnya tersebut mendesah pelan mendengar laporan yang diberikan oleh anak buahnya pagi ini.
Tak ingin hal buruk kembali terjadi maka diapun segera memerintahkan Lola untuk pulang karena dia merasa jika ingatan putrinya tak akan lama lagi akan kembali.
“ Benarkah tuan saya bisa kembali sekarang ? ”, tanya Lola antusias.
“ Dengan bantuan psikolog yang saat ini menangganinya kemungkinan besar ingatannya akan kembali dengan cepat, jadi aku harap kamu ada disampingnya pada saat hal itu terjadi untuk meminimalisir hal buruk terjadi ”, ucapnya tajam.
“ Siap tuan ”
“ Saya akan melindungi nona dengan segenap jiwa dan raga seperti sumpah yang pernah saya ucapkan dulu ”, ucap Lola penuh keseriusan.
Setelah lelaki yang ada dihadapannya mengayunkan satu tangannya, Lola pun bergegas untuk mengemasi barang – barangnya dan kembali lagi ketanah air dengan wajah gembira.
Lelaki paruh baya itu menatap tajam keluar jendela dengan pikiran melalang buana kemasa lalu dimana dia terpaksa menempatkan putrinya dalam kandang serigala hanya karena tak ingin dia celaka.
Nyatanya apa yang dia rencanakan tak berjalan dengan lancar dan dia harus kehilangan pion yang telah dipasangnya dengan cepat.
Meski mereka masih belum mengetahui jati diri anaknya tapi mereka telah membuat putrinya merasakan sakit hingga mengalami trauma yang cukup berat.
Untungnya Lola cepat menanggani semuanya dan dirinya cukup berterimakasih terhadap psikolog yang sedang menangani anaknya sekarang karena lelaki itu mampu membangkitkan ingatan masa lalu yang selama ini susah sekali untuk dibangkitkan meski dia sudah membayar banyak orang ahli dibidangnya untuk melakukannya.
“ Aku harus tetap waspada pada lelaki bernama Yusuf ini. Selain bisa membuat ingatan putriku kembali dia juga aku khawatirkan bisa membahayakan nyawa putriku dengan informasi yang berhasil dia gali dari anakku ”, batinnya resah.
Sementara itu dikliniknya, Yusuf yang sebenarnya tak sengaja menemukan sesuatu hal mengenai masa lalu Liliana berusaha untuk menguliknya lebih dalam.
Yusuf cukup penasaran karena tampaknya ada sesuatu hal yang menekan ingatan masa lalu wanita muda itu sehingga sangat sulit untuk dia bangkitkan kembali ke permukaan.
“ Siapapun orang yang melakukan hal itu terhadap Liliana, dia orang yang sangat keji dan tak berperasaan ”, guman Yusuf iba.
Tanpa Yusuf sadari, sedari tadi ada seorang wanita tua sedang mengamati semua gerak – gerik anak bungsunya itu dalam diam.
Wanita itu penasaran apa yang membuat anak bungsunya yang biasanya cukup peka kini bisa lengah bahkan membiarkannya berada didalam ruangannya dalam waktu yang cukup lama.
“ Apa kamu yakin apa yang kamu rasakan hanyalah iba bukan cinta ? ”, ucapnya penuh selidik.
“ Mami, kapan datang ? ”, ucap Yusuf terkejut.
Yusuf pun segera tersenyum ceria untuk mengalihkan atensi maminya agar wanita itu tak menanyainya lebih lanjut.
“ Siapa Liliana ? ”
“ Apa dia pasienmu yang sedang viral itu ? ”, tanya sang mami penuh kecurigaan.
“ Tumben mami datang ke klinikku ? ”
“ Ada perlu apa ? ”, tanya Yusuf mengalihkan topik pembicaraan.
Salwa yang sudah penasaran apa yang membuat anaknya beberapa waktu terakhir terlihat ceria dari laporan anak sulungnya tersebut tak mau terkecoh dan berusaha mengejar jawaban yang diinginkannya.
“ Meski sudah janda, tapi mami lihat dia wanita yang baik dan santun meski sedikit keras kepala tapi mami rasa cukup bisa mengimbangimu ”, ucap Salwa menambahkan.
“ Sudahlah mi, jangan percaya begitu saja dengan ucapan bang Ali ”
“ Mami tahu sendiri kan jika anak pertama mami itu kadang terlalu berlebihan dalam menceritakan segala sesuatu ”, Yusuf masih terus berusaha untuk mengelak namun tampaknya usahanya itu tak membuahkan hasil melihat tatapan penasaran yang Salwa berikan kepadanya.
“ Bagaimana perkembangan hubungan kalian ”
“ Apa perlu mami yang turun tangan ”, ucapnya dengan nada menggoda.
“ Mami....”, ucapku dengan kedua mata membulat karena terkejut.
Jika sudah begini maka aku tak akan bisa mengelak lagi karena wanita yang melahirkannya itu tak akan pergi sebelum apa yang diinginkannya tercapai.
Jujur saja Yusuf masih ragu atas perasaan yang dimilikinya terhadap Liliana sehingga dia tak bertidak lebih dan hanya sebatas hubungan profesional antara dokter dengan pasiennya.