NovelToon NovelToon
Seketaris Sang Pemuas

Seketaris Sang Pemuas

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / CEO / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:9k
Nilai: 5
Nama Author: rafi M M

Dalam perjalanan cinta yang penuh hasrat, kebingungan, dan tantangan ini, Adara harus menentukan apakah dia akan terus bertahan sebagai "sekretaris sang pemuas" atau memperjuangkan harga dirinya dan hubungan yang bermakna. Di sisi lain, Arga harus menghadapi masa lalunya dan memutuskan apakah ia siap untuk membuka hatinya sepenuhnya sebelum semuanya terlambat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rafi M M, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 2: Perkenalan yang Dingin

Pagi berikutnya, Adara bangun dengan perasaan yang sedikit lebih tenang daripada hari sebelumnya. Meskipun ia tahu tantangan yang dihadapinya di hari pertama baru permulaan, ada kelegaan kecil karena ia berhasil melewati hari pertama tanpa kesalahan fatal. Baginya, itu sudah menjadi kemenangan kecil.

Namun, tak ada waktu untuk berpuas diri. Hari ini adalah hari kedua dan Adara harus menghadapi Arga lagi. Setelah mengenal sekilas kepribadian bosnya, ia menyadari bahwa lelaki itu bukanlah orang yang mudah didekati atau dipahami. Dia profesional, tegas, dan sangat dingin dalam berbicara. Tak ada senyum, tak ada basa-basi, hanya perintah-perintah yang jelas dan langsung.

Setelah memastikan penampilannya tetap rapi dengan setelan blazer biru tua yang lebih santai dibandingkan hari pertama, Adara turun ke dapur. Di sana, ibunya, yang selalu bangun lebih awal untuk menyiapkan sarapan, sudah menunggunya dengan segelas kopi dan sepotong roti.

"Kamu tampak lebih siap hari ini," kata ibunya sambil tersenyum.

Adara hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. "Ya, kemarin tidak seburuk yang kupikir, Bu. Bosku memang sulit, tapi aku akan berusaha."

Ibunya menepuk bahu Adara dengan penuh kasih sayang. "Kamu pasti bisa, Adara. Tidak ada tantangan yang terlalu besar untukmu. Ingat, kamu bekerja keras untuk sampai ke sini."

Adara mengangguk lagi, kali ini dengan sedikit lebih percaya diri. Setelah sarapan cepat, ia bergegas menuju kantor. Hari ini mungkin akan penuh dengan pekerjaan yang menumpuk, tetapi ia bertekad untuk tetap tenang dan fokus.

Sesampainya di kantor, Adara langsung disambut dengan tumpukan dokumen baru di meja kecilnya. Ia baru saja meletakkan tas ketika ponselnya berbunyi. Pesan dari Arga.

"Masuk ke ruang saya dalam lima menit."

Pesan itu singkat, padat, dan jelas. Tidak ada salam atau basa-basi, seperti yang sudah ia duga. Adara menghela napas dan bersiap masuk ke dalam ruangan Arga. Pikirannya mulai berputar, bertanya-tanya apa yang akan terjadi kali ini. Apakah ada kesalahan yang ia buat kemarin? Apakah ia akan mendapatkan tugas baru?

Lima menit kemudian, Adara mengetuk pintu ruang Arga dengan hati-hati.

"Masuk," suara berat itu terdengar dari balik pintu, lagi-lagi tanpa emosi.

Adara membuka pintu dan melangkah masuk, berusaha tetap tenang. Arga duduk di belakang mejanya, sama seperti kemarin, mengenakan setelan hitam yang membuatnya tampak lebih dingin dan tak terjangkau. Mata tajamnya menatap layar laptop di depannya, sementara tangannya terus mengetik dengan cepat. Adara berdiri di depan meja, menunggu instruksi lebih lanjut.

Tanpa mengalihkan pandangan dari layar, Arga berkata, "Bagaimana pekerjaanmu kemarin?"

"Semuanya sudah saya atur sesuai jadwal, Pak. Tidak ada tumpang tindih dan semua pertemuan sudah dikonfirmasi," jawab Adara, berusaha agar suaranya terdengar tenang meskipun jantungnya berdegup cepat.

Arga akhirnya menghentikan kegiatannya dan menatap Adara dengan mata yang tampak meneliti setiap detailnya. "Bagus. Tapi ingat, ini baru permulaan. Saya tidak ingin ada kesalahan di masa depan."

Adara mengangguk pelan. "Tentu, Pak."

Arga menutup laptopnya dan bersandar di kursi, lalu melipat tangannya di depan dada. "Hari ini kamu akan mendampingi saya dalam rapat dengan investor penting. Ini bukan hanya tentang mendengarkan dan mencatat. Saya ingin kamu memperhatikan detail setiap pembicaraan, karena itu akan memengaruhi keputusan yang akan kita buat ke depannya."

Adara mengerutkan kening sedikit. Dia tidak menyangka akan diberikan tugas sepenting itu di hari kedua. Mendampingi Arga dalam pertemuan dengan investor? Itu bukan hal kecil. Namun, Adara tahu bahwa ini adalah kesempatan untuk membuktikan dirinya. Dia tidak boleh membuat kesalahan.

"Saya mengerti, Pak. Saya akan melakukannya dengan baik," jawabnya dengan suara yang lebih tegas.

Arga mengangguk tipis, tampak puas dengan responsnya. "Rapat dimulai pukul 10. Pastikan semua materi sudah siap sebelum kita masuk ke ruang pertemuan."

Setelah menerima perintah itu, Adara segera keluar dari ruangan dan mulai mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan. Dia mengecek ulang jadwal rapat, memastikan semua materi sudah diatur dengan baik dan dipersiapkan dalam bentuk presentasi. Dia tidak bisa membiarkan dirinya kehilangan kendali di hadapan para investor penting. Ini adalah ujian nyata bagi kemampuannya.

Waktu berjalan cepat, dan sebelum Adara menyadarinya, sudah hampir jam 10. Dia mengecek segala sesuatunya sekali lagi sebelum berjalan kembali ke ruang Arga. Setelah mengetuk pintu dan masuk, dia melihat Arga sudah siap dengan berkas-berkas di tangan. Tanpa banyak bicara, mereka berdua langsung menuju ruang rapat yang terletak di lantai yang sama.

Saat mereka memasuki ruang rapat, Adara merasa seluruh perhatian tertuju pada mereka. Ruangan itu sudah diisi oleh beberapa orang, semuanya tampak penting dengan setelan jas rapi dan wajah serius. Di tengah meja oval besar, layar proyektor sudah siap menampilkan presentasi yang akan mereka bahas.

Arga duduk di kursinya di ujung meja, sementara Adara berdiri di sampingnya, siap dengan catatan dan laptopnya. Meskipun ruang itu dipenuhi dengan orang-orang penting, Arga tampak sangat tenang dan penuh kendali, seolah dia tidak terpengaruh oleh tekanan situasi.

Rapat dimulai dengan Arga memimpin pembicaraan. Dia memperkenalkan beberapa poin utama tentang proyek baru yang sedang dikembangkan perusahaan, yang tampaknya menjadi alasan utama pertemuan ini. Adara mencatat setiap detail dengan cepat dan teliti, berusaha mengikuti alur pembicaraan yang kadang-kadang terasa sangat teknis.

Saat pembicaraan mulai memanas tentang masalah investasi dan keuntungan jangka panjang, salah satu investor, seorang pria tua dengan rambut abu-abu dan tatapan tajam, menyuarakan keraguannya.

"Proyek ini memang terdengar ambisius, tapi kami ingin jaminan bahwa risiko yang terlibat akan sepadan dengan keuntungan yang kami dapatkan," katanya dengan suara tegas.

Arga tetap tenang. "Risiko adalah bagian dari setiap bisnis. Namun, kami telah melakukan analisis mendalam, dan saya yakin bahwa dengan strategi yang kami rencanakan, proyek ini akan menghasilkan keuntungan yang signifikan dalam waktu yang lebih singkat dari perkiraan awal."

Pria tua itu masih terlihat tidak yakin. "Kata-kata bagus, tapi kami membutuhkan lebih dari sekadar keyakinan."

Adara bisa merasakan ketegangan di ruangan itu meningkat. Di bawah tekanan ini, Arga tetap tampil tenang, namun Adara tahu bahwa jika pertemuan ini berakhir dengan keraguan, dampaknya bisa sangat besar bagi perusahaan.

Tanpa disangka, Arga melirik ke arah Adara. "Adara, bisakah kamu menjelaskan bagian analisis risiko yang telah kita bicarakan?"

Jantung Adara hampir berhenti. Dia tidak menyangka akan diminta berbicara dalam rapat sepenting ini, apalagi di depan para investor. Namun, dia tidak punya pilihan. Ini adalah momen di mana dia harus menunjukkan bahwa dia layak berada di sini.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Adara membuka laptopnya dan mempersiapkan data yang telah ia pelajari. “Tentu, Pak,” jawabnya dengan suara yang berusaha tenang.

Sambil menampilkan beberapa poin penting di layar, Adara mulai menjelaskan secara rinci tentang analisis risiko yang telah dilakukan oleh tim. Dia menjelaskan bagaimana perusahaan telah memitigasi risiko dengan strategi-strategi tertentu, termasuk diversifikasi portofolio dan pembentukan tim manajemen proyek yang berpengalaman.

Setiap kata yang keluar dari mulutnya terdengar rapi dan terstruktur, meskipun jantungnya berdegup kencang. Beberapa investor mulai mengangguk pelan, menunjukkan bahwa penjelasannya mulai meyakinkan mereka. Ketika dia selesai, ruangan terasa lebih tenang.

Arga menatap Adara sejenak, sebelum kembali mengarahkan perhatian ke para investor. "Seperti yang Anda lihat, kami telah mempertimbangkan semua faktor risiko. Kami tidak mengambil keputusan sembarangan."

Pria tua itu akhirnya mengangguk pelan. "Baiklah. Kami akan mempertimbangkan tawaran ini dengan lebih serius."

Adara merasa lega. Ia berhasil melalui salah satu momen paling menegangkan dalam kariernya, dan yang terpenting, ia berhasil memenuhi harapan Arga. Saat rapat berakhir, dan para investor mulai keluar dari ruangan, Adara merapikan dokumen-dokumen di meja.

Sebelum keluar dari ruangan, Arga mendekatinya dan berkata pelan, “Kerja bagus. Tapi jangan cepat puas.”

Adara mengangguk, tersenyum tipis. Dia tahu, ini baru awal dari banyak ujian yang akan datang.

1
Rajemiati S.Pd.I
lanjutannya.mana
Rafi M Muflih: kemungkinan besok ka, sekarang lagi buat dulu bab nya
total 1 replies
Scorpio Hidden
Semangat terus ka ❤️ jangan lupa mampir yah 🤭
Rafi M Muflih: baik ka
total 1 replies
Rina haryani
update lagi dong
Rina haryani
awalan yang bagus
Rina haryani
sangat menarik
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!