Nadira Ghautiah hanyalah seorang gadis berhijab yang kesehariannya bekerja sebagai akuntan. Ia tak menyangka hidupnya akan berubah 180 derajat saat bertemu seorang pria yang dikejar-kejar pembunuh.
Situasi itu membawanya pada posisi rumit nan mencekam. Kejadian demi kejadian yang berbahaya terus mengikutinya. Demi keselamatan hidupnya, ia terjebak dalam pernikahan paksa dengan Arsenio Harrington, Sang Pewaris tunggal kerajaan bisnis Harrington.
Mampukah Nadira menerima kenyataan pernikahan yang jauh dari bayangannya dan menerima fakta bahwa suaminya adalah seorang pewaris yang dingin dengan masa lalu kelam.
Bagaimana kisah selanjutnya? Nantikan hanya di novel Cinta Sejati Sang Pewaris.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CSSP Ep. 24
Setelah jamuan makan malam yang mewah itu, Areef mengajak Nadira untuk berkeliling melihat kediaman utama yang menurut Nadira terlihat seperti kastil kerajaan, bahkan untuk menaiki lantai atas saja harus menggunakan lift.
"Kakek, di kediaman utama yang sangat luas ini, apakah Kakek tidak lelah harus berjalan? Bagaimana cara membersihkan ruangan demi ruangan di sini? Pasti sangat merepotkan, bukan?" tanya Nadira tanpa jeda.
Mendapat pertanyaan polos seperti itu, Areef tertawa. "Tidak, Kakek sudah terbiasa tinggal di sini bahkan sebelum Arsen lahir. Dan tidak setiap hari ruangan di rumah ini dibersihkan, hanya satu kali dalam seminggu. Setiap hari para pelayan hanya akan membersihkan kamar sedikit," tenang Areef.
Nadira mengangguk mencoba mengerti. "Hm, Nadira tahu sekarang kenapa banyak sekali pelayan di rumah ini."
Areef membiarkan Nadira yang mengungkapkan isi hatinya. Harus Areef akui Nadira sedikit berbeda dari gadis-gadis yang pernah dilihatnya. Nadira cukup bisa membawa diri, tenang namun tegas, ceria dan sangat pengertian.
"Ruangan apa ini, Kakek?" Nadira langsung bertanya saat Areef bergerak membuka pintu ganda di hadapan mereka.
"Ruang baca," jawab Areef singkat. Lalu pintu terbuka, hal yang pertama Nadira lihat adalah rak-rak besar yang dipenuhi buku.
"Ruang baca? Ini bukan ruang baca, ini perpustakaan!" seru Nadira antusias, ia langsung masuk ke dalam ruangan yang penuh buku-buku itu.
Areef tersenyum mengikuti langkah Nadira. "Kakek tahu Nadira pasti akan menyukai ruangan ini," Areef mengambil duduk di kursi yang berada di tengah-tengah ruangan itu.
Tepatnya sebuah meja memanjang yang bisa digunakan untuk belajar. Ada kursi santai di tepi jendela juga seperangkat sofa yang nyaman digunakan sambil membaca. Di sanalah biasanya Areef menghabiskan waktu. Duduk-duduk di kursi sambil membaca kisah-kisah lama hingga sore menjelang.
Nadira masih asyik mengelilingi rak buku demi rak buku, mengamati buku-buku yang berjajar di sana. Kini ia tak heran jika Areef sangat bijaksana. Sama seperti namanya, Areef berarti kebijaksanaan. Orang bijaksana adalah orang yang banyak membaca!
"Kakek," panggil Nadira setelah puas melihat-melihat. Areef yang sejenak tadi menutup mata, kembali bangun. Nadira sedang tersenyum di hadapannya.
"Kakek capek? Mau Nadira pijat?" tawar Nadira. Areef mengangguk singkat. Lalu Nadira mulai memijit kaki Areef pelan.
"Kamu tahu, Nak? Arsen juga sering memijatku jika berkunjung ke sini," Areef membuka suara.
Nadira mendongak. "Eh, benarkah? Tak disangka dia mau melakukan hal seperti ini," Areef mengangguk.
"Anak itu hanya kelihatannya saja dingin, tak berperasaan, tak peduli dan sering berbicara kasar, padahal hatinya sangat baik. Bagaimana menurutmu, Nak?"
Kening Nadira mengernyit, "maksud Kakek?"
"Menurutmu, orang seperti apa suamimu itu? Apakah dia baik padamu, atau?"
"Ya, cucu Kakek itu memang baik, hanya kadang-kadang menyebalkan saja," cetus Nadira membuat Areef terbahak mendengar kejujuran Nadira.
"Yah, Kakek juga harus mengakuinya, Arsenio itu keras kepala dan gangguan paranoid-nya kadang membuatnya tak mudah memercayai orang, ditambah lagi emosinya mudah sekali meledak-ledak," ujar Areef yang langsung diakui Nadira.
"Apa yang Kakek katakan itu benar! Masalah sepele saja bisa membuatnya marah-marah." Lagi Areef tertawa. Nadira masih memijat kakinya, membuat Kakek tua itu sedikit tersentuh.
"Nadira, Nak, bisakah Kakek berpesan sesuatu padamu?" Areef kembali bersuara.
"Apa itu, Kakek?" jawab Nadira, sedikit merasa akan apa yang hendak dijelaskan Areef.
"Nak, seburuk apapun Arsen sekarang, percayalah hatinya itu baik dan selalu peduli pada orang-orang yang disayanginya. Meski caranya menunjukkan rasa sayang itu agak berbeda."
Nadira menyimak dengan serius, kini kedua tangannya bertumpu pada lutut Areef, bersandar. Mencari kehangatan.
Seraya mengelus pucuk kepala Nadira yang terbalut hijab, Areef kembali melanjutkan. "Jika suatu hari ia melakukan kesalahan, tolong beritahu dia, Nak. Kakek yakin Arsen pasti akan langsung membenahi kesalahannya."
"Jangan meninggalkannya, ya? Kelak jika Kakek tiada, hanya kamu satu-satunya keluarga yang dia miliki," jelas Areef, kini matanya menerawang ke luar jendela ruang baca itu.
"Kakek, kenapa bicara begitu? Kakek pasti berumur panjang," lirih Nadira. Membicarakan kematian selalu membuatnya teringat orangtuanya.
Areef tersenyum hangat. "Semua manusia akan mati dan meninggalkan dunia ini, Nak. Kakek hanya berpesan hal ini, Nadira pasti bisa melakukannya, kan?" Nadira mengangguk.
"Satu lagi, Nak. Kadang kebaikan tersembunyi di wajah yang menurut kita jahat. Hanya hati yang benar-benar tulus yang dapat melihatnya."
"Dan, tidak semua yang kita anggap jahat selalu jahat, begitu juga sebaliknya. Bagaimana pun, sifat manusia tidak selalu berada di antara hitam dan putih." Nadira mengernyit, tidak paham dengan apa yang dibicarakan Areef.
"Tuan Besar," panggil Kepala Pelayan yang entah kapan sudah berdiri di depan pintu. Keduanya menoleh ke asal suara.
"Sudah larut, waktunya untuk Tuan Besar istirahat," ujarnya hormat. Nadira membantu Areef untuk berdiri.
"Baiklah, di mana Arsen?"
"Tuan Muda sudah di bawah menunggu Nyonya Muda untuk turun."
"Nadira, ayo, Nak. Kakek antar kamu."
"Eh, tidak perlu, Kakek. Kakek sudah harus beristirahat, bukan? Nadira antar Kakek ke kamar baru Nadira pulang, bagaimana? Kakek tidak boleh kelelahan, lho." Bujukan Nadira meluluhkan Areef.
"Baik, tapi berjanjilah kalian harus sering berkunjung ke sini, ya."
"Iya, kami pasti akan sering berkunjung. Ayo, Kakek hati-hati dalam melangkah."
20 menit kemudian Nadira akhirnya turun. Di sana, di sofa ruang tamu, Arsen nampak sudah terlelap. Namun langkah kaki Nadira justru membangunkan dia dari tidurnya.
"Sudah selesai? Ayo pulang!"
"Eh? Saya pikir, apa tidak sebaiknya kita tidak menginap saja, Pak?"
"Tidak! Ayo cepat pulang!"
Mereka lalu meninggalkan kediaman utama dengan diantar beberapa pelayan. Setelah keduanya masuk ke dalam mobil, gerbang kediaman utama tertutup kembali. Kini hanya tinggal kepala pelayan yang berdiri di luar, melambai mengucapkan sampai jumpa.
"Apa saja yang kamu bicarakan dengan Kakek?" tanya Arsen begitu mobil melaju meninggalkan kediaman utama.
"Tidak ada, hanya berbincang-bincang saja," jawab Nadira santai.
"Itu yang ingin saya tahu!" sentak Arsen membuat Nadira sedikit terkejut.
"Sudahlah, lupakan saja. Tidak mau katakan, ya sudah! Jangan lupa bangunkan saya ketika sampai." Nadira hanya menggumam.
Setelahnya senyap, Arsen benar-benar tertidur. Nadira mengalihkan pandangan keluar mobil, menatap jalanan yang kian sepi. Ia menghembuskan napas pelan, merasa lelah. Tak lama, ia pun turut tertidur, menyusul Arsen ke dalam mimpi.
salam kenal untuk author nya